Pikiranku melayang ke masa silam. Hari-hariku terselip dengan
berbagai sensasi. Ocehan ibu dan ayah tak pernah terhiraukan dalam
nuraniku. Yang hanya terpikir dalam benakku hiruk pikuk canda tawa di
setiap hariku.
Sering kali ibu termenung dengan memasang wajah murung hingga
meneteskan deraian air mata dari raut wajahnya. Huruf demi huruf
merangkai berbagai kalimat yang dipanjatkan setiap menghadap sang
khaliq demi mewujudkan kesadaran akan kesesatan dalam jiwa dan raga sang
anak.
Rasa bersalah tak pernah tersirat dalam benakku. Maaf yang meluncur
dari bibirku tak pernah terdengar oleh sang indera. “Akankah amanah
Tuhan mampu aku taklukkan?” kata ibu. Tangisan air mata mengucur di mata
ibu.
Semangat itu tdak pernah hilang, pantang menyerah dalam membimbingku.
Kesabaran dan ketabahan yang menjadi senjata ibu dan ayah demi
menghasilkan generasi yang berkualitas bagi Negara. Cinta dan kasih
sayangnya sungguh sangat luar biasa.
Berbagai pelajaran telah kupetik, siraman rohani yang mengalir di
sekujur tubuhku. Nasehat telah merasuk di jiwaku. Kepahitan-kepahitan
masa silam telah sirna terbawa terpaan angin.
Dalam keheningan aku merenungi semua kesalahan-kesalahan pada masa
silam. Goresan tinta hitam melumurui kertas putih kehidupanku. Aku ingin
mengubur semua kekhilafanku yang telah lampau.
Penyesalan telah berkibar dalam ragaku. Kesadaran telah membangkitkan
nuraniku. Aku telah tersadar orangtua sangat berharga dalam hidup ini,
kenikmatan dan kebahagiaan yang hakiki adalah kasih dan cinta orangtua.
Bakti kepada orangtua adalah surga di dalam dunia.
Pandanganku tertuju pada dua orang yang telah berjalan menyusuri
jalan setapak. berarah menuju ke sebuah ladang rejeki demi menghidupi
seorang anaknya. Yaa… dia adalah ayah dan ibuku. Wajah yang mulai
mengkerut, rambut yang mulai memutih, tapi sinar di wajahnya masih
mencerminkan semangat dalam menghadapi hidup. Begitu besar perjuanganmu
wahai sang pelita hidupku sinarmu melebihi sinar mentari.
Sanggupkah diriku melihat keringat brlumuran di sekujur tubuhnya?
Tidak! Tak kuasa mata ini membendung air yang meleleh dari dua bola
mataku. Sungguh iba hatiku ini. Ingin segera membaawamu ke gerbang
kesuksesan.
Ibu…
Ayah…
Aku sangat menyayangimu sehingga aku tak kuasa merangkai kalimat untuk
mengungkapkannya. Aku sangat mencintaimu sehingga bumi dan seisinya tak
mampu untuk melukiskannya.
Ibu, kau yang melahirkanku dengan jeritan yang sangat sakit
membuatnya meneteskan air mata dan merawatku dengan penuh kesabaran. Tak
akan mampu aku membalas semuanya. Ayah, adzan dan iqamah yang engkau
kumandangkan di kupingku agar kelak aku dapat menjadi anak yang berbakti
serta nafkah yang engkau wujudkan dengan berlumuran keringat. Tak mampu
aku membalasnya. Meskipun dunia dan seisinya kuberikan kepadamu itu
belum bisa membalas semua jasa-jasamu.
Terima kasih atas pengorbananmu selama ini. Perjuanganmu membawaku
menikmati keindahan alam ini. Aku dapat bercengkrama di dunia luas ini.
Janjiku, aku tak ingin melihatmu terhanyut dalam kesedihan. Tak ingin
melihat air matamu walau hanya setetes. Hanya senyuman yang ingin aku
lihat dari raut wajahmu. Aku ingin jiwa dan ragamu terhias akan
kebahagiaan. Aku ingin menjadikanmu ratu dan raja di sebuah istana yang
akan aku buat nanti.
Kedewasaan telah menghampiriku. Pikiran telah melayang. Sejuta
pertanyaan yang datang mengejarku. Kapan aku harus membuat pelita
hidupku bangga?
Kemuliaan hatimu terpancar. Senyumanmu memberikan pertanda kebanggaan
akan diriku. Melihat perubahan yang mengucur dalam nuraniku.
Rasa bersalah masih saja mengejarku. Aku merasa aku belum berarti apa-apa untuk mereka.
Impian-impian kini datang membayangiku. Mustahil rasanya impianku
terlalu besar. Tapi motivasi selalu datang menghampiriku. Jangan takut
untuk bermimpi besar. Doa dan usaha akan membawa kita ke puncak
kesuksesan.
Doa serta usaha telah diijabah oleh sang khaliq. Gelar kesuksesan
telah berhasil aku raih. Pasca sarjana telah aku lewati. Rasa syukur
kian memuncak kepadamu yaa rabb… Aku bisa mewujudkan impian-impian aku
membahagiakan orangtua.
Rumah mewah telah aku taklukkan serta mobil mewah telah aku wujudkan.
Aku berhasil berkunjung ke rumah sang khaliq bersama keluargaku.
Kepopuleranku menjadi penulis terbaik kini kian memuncak. Aku banyak
dikenal orang lewat goresan penaku. Dan aku juga menjadi dosen di sebuah
universitas ternama di Indonesia.
Ayah dan ibu terharu melihat kesuksesan yang kuraih. Tanpa dia sadari
air matanya menetes. Seraya berkata “nak, aku bangga atas prestasimu
serta sifatmu yang bijaksana. Tapi, harus kamu ingat semua itu hanya
titipan semata dari sang khaliq.”
Aku sangat tersentuh dengan ungkapan beliau. Dan waktu tak akan aku
sia-siakan. Kemarin bukan lagi milikku, sekaranglah yang aku punya, dan
esok belum tentu aku dapatkan. Itulah ungkapan pujangga yang akan
menjadi petunjuk di setiap langkahku.
SEKIAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar