“Rara, bangun..!”
“Hoamm.. iya ibu, Rara sudah bangun”.
Kulirik jam dinding yang tergantung manja di tembok kamarku. Jarum-jarum
mungilnya menunjukkan bahwa saat ini jam berjalan pukul 04.50 pagi.
Saatnya bangun, dan segera menunaikan shalat shubuh. Hari ini aku ada
jadwal untuk pergi ke sekolah. Maklum setelah Ujian Nasional
berlangsung, jadwal untuk pergi ke sekolah menjadi berkurang dan
terkesan tidak menentu.
Kini saatnya untuk pergi ke sekolah. Sejenak melepas rasa rinduku
kepada teman-teman yang selama tiga tahun di masa putih abu-abu selalu
menemani hari-hariku. Sebenarnya jadwal masuk sekolah hari ini kami buat
sendiri. Ya sekedar melaksanakan tradisi turun temurun untuk
mencorat-coret seragam kebesaran kami. Tapi tak perlu khawatir, tingkah
kami masih berada di batas kewajaran dan tidak sampai menganggu
aktifitas masyarakat sekitar.
“Hai Rara”.. sapa teman-temanku bebarengan.. sambil memperlihatkan
senyum paling menawan yang mereka semua miliki. Begitulah mereka, selalu
tampil kocak dan penuh keceriaan. Rasanya aku tak menyesal mempunyai
teman-teman sekelas seperti mereka. Yang kadang menjengkelkan tapi juga
ngangenin. hhehe.. Ternyata sudah banyak juga teman-teman yang telah
tiba di sekolah.
“Apaan sih kalian. Pakek senyum-senyum seperti itu”. Jawabku menggoda.
“Oh, jadi rupanya kamu sudah tak ingin senyuman dari kita, oke fine”
terdengar serius tapi kembali lagi, itulah cara kami untuk saling
menggoda satu sama lain.
“Yee, memang aku butuh senyuman kamu, gak juga.. wekk”
“ihh Rara lucu deh” kata Lana, teman dekatku sambil mencubit gemas pipi kanan dan kiriku”.
“Auw, Laaannaaa!”
Ya begitulah setiap kami bertemu, selalu saja ada bahan untuk membuat
gaduh suasana. Maklumlah, kami menempati kelas dengan 36 siswa yang
seluruhnya adalah siswi perempuan. Sekolah kami memang lebih banyak
dihuni oleh siswi perempuan. Karena mungkin memang jurusan dari Sekolah
Menengah Kejuruan kami lebih bersifat ke bidang bisnis manajemen,
sehingga lebih banyak menarik perhatian murid cewek pada umumnya.
“Udah ngumpul semua?” kata Vany, sang ketua kelas.
“Kayaknya udah deh Van, mending kita langsung ke tempat tujuan kita saja” kataku.
Yang kami sebut tempat tujuan adalah lapangan terbuka di dekat sekolah
kami. Tak mungkin kami corat-coret di area sekolah karena jika kami
melakukannya maka kepala sekolah tidak akan mengeluarkan Surat
Keterangan Kelulusan kami semua.
Setelah sampai di lapangan, ternyata banyak siswa-siswi dari SMA/K
lain yang sudah berkumpul dan bercoret-coret ria. Tak mau ketinggalan
aku dan teman-temanpun melakukan hal yang sama. Saling menorehkan tanda
tangan terindah di seragam teman satu sama lain. Menyemprotkan cat
warni-warni pada seragam putih abu-abu kami. Benar-benar masa remaja
yang sangat indah bukan. Setelah puas dengan acara corat-coret dan
berfoto ria, kami memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing dan
melakukan apa yang akan menjadi pilihan berikutnya untuk masa depan kita
sendiri. Tapi ada juga di antara kami yang memutuskan untuk sekedar
makan bersama di tempat favorit mereka. Ya namanya juga remaja yang akan
beranjak dewasa, berkumpul bersama teman-teman adalah moment indah yang
tak ingin terlewatkan..
—
Hari ini aku akan mengikuti ujian di salah satu universitas di tempat
tinggalku. Sesuai keinginan kedua orang tuaku, aku mengambil jurusan
dalam bidang Administrasi sama seperti jurusan saat aku masih bersekolah
di SMK. Inilah sesungguhnya pilihan tersulit dalam hidupku. Sewaktu
kecil aku memang suka dengan pekerjaan kantor dan sejenisnya, tapi kini
berbeda. Keinginanku tak lagi sama setelah aku mengenal bidang seni
musik. Aku lebih tertarik untuk melanjutkan studiku di bidang musik.
Tapi apa daya, kedua orang tuaku hanya menganggap sebelah mata bidang
kesukaan ku tersebut. Mereka tidak merelakan aku untuk memilih apa yang
aku suka. Akupun tak kuasa untuk menentangnya, karena aku tak ingin
membuat mereka sakit hati ataupun terluka karena sikapku. Dengan
keputusan yang membuat aku bimbang akhirnya aku menuruti apa yang
mereka inginkan. Masih terngiang jelas ucapan orang tuaku saat aku
menyampaikan keinginanku untuk memperdalam seni musik dalam diriku.
“Mau jadi apa kamu? Bidang itu tidaklah menjanjikan untuk hidup kamu”
Saat orang tuaku berkata demikian, kalian tau bahwa aku merasakan sakit
yang teramat dalam. Mereka menilai suatu hal secara instan. Tak ada
salahnya untukku mencoba menekuni apa yang menjadi minat dalam hidupku.
Bukankah kesuksesan adalah milik orang yang kreatif? Apa salahnya jika
aku memiliki bakat yang harus kukembangkan dalam bidang seni? Aku
tidaklah ingin menjadi seorang yang duduk di belakang meja dengan
seberkas dokumen di sampingnya, dengan komputer yang selalu di tatap
setiap harinya. Aku ingin menjadi seorang yang hidup dengan musik,
merangkai nada di setiap not indah yang tercipta, merangkai kata menjadi
bait yang indah untuk di dengar, membuat orang lain merasa nyaman saat
mereka mendengarkan sebuah musik. Song writer, musisi handal adalah
cita-citaku. Dan sekarang mungkin saatnya untuk memendam apa yang aku
inginkan.
Ujian berlangsung lancar. Kini aku pasrahkan hasilnya kepada Allah.
Biarlah Dia yang menentukan apa yang akan menjadi jalan hidupku untuk
melangkah ke depan. Waktu yang ditunggupun tiba, hasil calon
mahaiswasa/si yang di terima sudah dapat di lihat secara online di
situs-situs yang telah diumumkan sebelumnya. Aku mencoba melihat dengan
resah, dan akhirnya nama “Rara Kusuma” tercantum dalam program
pendidikan Administrasi Bisnis di universitas tersebut. Aku tak tau,
bagaimana perasaanku saat ini. Apakah aku harus merasa senang atau
sebaliknya, aku tak tau. Orangtuaku yang mengetahui hal ini langsung
memelukku dan mengucap syukur kepada Allah S.W.T. Aku mencoba ikut
merasakan senang, meskipun dalam hati, kalian pasti sudah mengetahuinya.
Hari berganti, dan tak terasa serangkaian masa-masa ospek telah
terlewati. Kini aku telah menjalani jam perkuliahan sebagaimana
mahasiswa/si lainnya. Dua semester terlewati dengan lancar, hingga
akhirnya aku mengalami kesulitan berfikir saat berada di semester 3.
Surat peringatan berulang kali aku terima. Orang tuaku merasa kecewa
dengan apa yang terjadi padaku. Hingga pada akhirnya aku putuskan untuk
drop out dari universitas tersebut. Dan tanpa persetujuan dari pihak
keluarga, aku memutuskan mengadu nasib di ibu kota Negara, Jakarta. Di
sini aku mengikuti sebuah sekolah musik. Saat ini aku benar-benar
merasakan kehidupanku telah kembali lagi. Inilah aku dan inilah hidupku.
Meski kadang terbesit rasa menyesal di dalam hatiku saat aku
meninggalkan secara paksa kedua orangtuaku.
Kesulitan demi kesulitan selalu menghampiri di setiap langkahku.
Apakah ini resiko yang harus aku hadapi saat aku melaksanakan apa yang
tidak diridhoi oleh orang tuaku? Bukankah ridho Allah adalah ridho orang
tua? Tuhan aku mohon bantu hamba. Hamba ingin menunjukkan pada semua
orang bahwa dengan musik orang juga bisa mendapatkan kesuksesan. Hamba
mohon Tuhan. Setiap hari di dalam sujudku selalu kupanjatkan doa yang
sama untuk meminta ridho Allah S.W.T.
Hari demi hari kujalani dan bakat musik dalam diriku semakin nampak
dan semakin matang. Beberapa buah lagu telah berhasil aku ciptakan dari
fikiran dan perasaanku. Hingga pada suatu saat sebuah label musik
ternama memintaku untuk menjalin kerjasama dengan mereka dan tentunya
honor yang aku terima jugalah tidak sedikit.
Hari berganti dengan cepat, kini semakin tampak nyata namaku di dunia
musik Indonesia. Kemampuanku kembali diperhitungkan. Banyak yang
menawarkan berbagai kerjasama dengan honor yang menggiurkan. Harapanku
untuk memiliki sebuah agency musik serta studio musik telah aku raih.
Kedua bisnis ini sangatlah membantu dalam perekonomian yang aku dapat.
Tapi semua nampak terasa kurang, karena keluargaku belum bisa menerimaku
sebagai seorang musisi. Uang kiriman yang ku kirimkan selalu di
transfer balik oleh ayahku. Sungguh hal yang sangat membuat aku merasa
sakit.
Hari ini adalah jadwalku untuk mengunjungi Negara yang sedang di
gandrungi sebagian besar penduduk Indonesia, terutama para remaja
penggemar K.POP. Ya, aku mengunjungi Negara Korea Selatan, tepatnya di
Seoul untuk menjalin sebuah kerjasama musik internasional. Semua rencana
berjalan dengan sukses, kini tiba saatnya untuk kembali pulang ke
Negara tercinta, Indonesia.
Pesawat yang aku tumpangi mengalami guncangan yang cukup membuat
panik seluruh penumpang. Pesawat terbang tak terkendali. Hingga akhirnya
aku merasa benturan yang sangat keras disertai bunyi yang cukup
memekakkan telinga. Kemudian semua terasa gelap dan aku tidak mengingat
apa.apa lagi.
Terlihat jelas di depan mataku, jasadku yang beku, pucat pasi
terbaring di atas dipan yang di selimuti dengan selembar kain batik yang
cukup lebar. Disekelilingnya terlihat sanak saudara, kerabat dekat, dan
banyak lagi orang yang selama ini cukup mengenalku menangis, menitikkan
kesedihan yang amat mendalam. Teriakan histeris Ibu cukup membuatku
terasa merasa sangat sakit. Beliau terus memeluk jasad ku, menangis,
memanggil namaku. Namun aku hanya diam. Tak dapat berkata apapun. Aku
sadar, aku kini telah mati. Setelah ini aku benar-benar akan menemui
sang ilahi. Aku merasa berdosa kepada Ayah dan Ibu. Aku yang selama ini
terus membangkang ucapan mereka. Tak pernah menuruti inginnya. Tak
menghiraukan segala ucapannya. Tapi semua itu aku lakukan demi menjalani
apa yang akan menjadi hidupku. Cita-cita yang lahir dari sebuah bakat
yang terpendam. Aku mungkin tak bisa menuruti inginnya, tapi aku telah
mewujudkan apa yang aku bisa. Tuhan, apakah aku salah? ini hidupku dan
inilah caraku memperoleh kebahagiaan. Inilah hidupku yang ingin kujalani
tanpa keterpaksaan. Mungkin aku memang telah mati, tapi dapat
kupastikan seluruh lagu dan alunan musik yang selama ini aku ciptakan
akan selalu tampak di hati para penggemarku. Alunan musik akan selalu
mengiringi di setiap orang yang mengagumiku, meskipun aku tak lagi
menciptakan karya-karyaku. Aku merasa bahagia, meskipun aku mati dan tak
bernyawa. Matiku tanpa sesal, karena aku telah mampu mewujudkan apa
yang terbaik yang bisa aku lakukan. Banyak yang menentangku, menentang
inginku, tapi mereka harusnya bangga kepadaku. Bangga karena aku mati
tanpa penyesalan. Mati dengan nama yang cukup dikenang dan dibanggakan
banyak orang yang mengagumiku sebagai seorang musisi di dalam jiwaku..
- END -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar