Kumel, dekil, polos dan apa adanya itulah salah satu gambaran tentang
Hendar kecil. ia adalah salah satu anak ke 4 dari 5 bersaudara. Hendar
sendiri tumbuh dalam keluarga yang bisa di katakan sangat sederhana atau
serba kekurangan dalam sisi ekonomi. hidup serba kekurangan sudah
menjadi hal yang biasa bagi hendar, tetapi ia tak hanya diam menyaksikan
apa yang keluarganya rasakan, Hendar selalu berusaha mensiasati hal
tersebut dengan berbagai macam tindakan kreatifnya, seperti berjualan es
lilin, kacang rebus, jagung rebus milik tetangganya yang berbaik hati
untuk membantu. dan gambar mewarnai yang hendar buat sendiri untuk di
jual di sekolah dasar tempat ia menimba ilmu serta hendar juga berjualan
kantong kresek di pasar tradisional. Tak ada sedikit pun rasa malu,
canggung yang menghantuinya, tapi yang ada hanya semangat dan percaya
diri.
Setiap pagi Hendar pergi ke sekolah untuk melaksanakan kewajibanya
sebagai pelajar, sambil membawa beberapa dagangan untuk dijajakan.
sedangkan sepulang sekolah ia tak langsung bermain layaknya anak-anak
seusianya, akan tetapi Hendar pergi ke pasar untuk berjualan kantong
kresek yang sudah menjadi rutinitas setiap pulang sekolah.
ya memang tak pantas rasanya seorang anak kecil seusianya yang
harusnya menikmati masa-masa dunia anak, malah ia menjelma bak orang
dewasa. tetapi apa daya keadaanlah yang memaksa ia.
Kaki kecil penuh dengan lumpur hitam pasar tradisional yang
beralaskan sandal kusam berbeda pasang itu, terus membawa ia menjajakan
barang daganganya dari tempat satu ke tempat yang lain.
“pak, bu kantong kreseknya…!” tawarannya ke setiap kali ada orang yang sedang berbelanja.
2 ratus rupiah harga per kantongnya sudah membuatnya senang di setiap ada orang yang membeli dagangan hendar.
Sinar matahari yang sangat menyengat tak membuatnya ikut terbakar
dalam sengatan panasnya sang surya untuk terus mengerjakan rutinitasnya
itu. terkadang rasa haus dan lapar menjadi teman pengantar setia hendar
Berwangian bau sengatan matahari, bemandikan keringat, beraromakan
semerbak bau khas pasar tradisional sudah menjadi gaya hidup dalam
pekerjaanya. Jika waktu sudah sore, hendar mencukupkan pekerjaan dan
pergi untuk pulang dengan sedikit membawa uang dari hasil jualannya. Tak
banyak memang, akan tetapi itu sedikit cukup untuk mengisi uang saku
dan sedikit membantu orang tua hendar di rumah. Waktu terus bergulir
dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, dan tahun ke tahun
berlalu dengan pengorbanan, kini Hendar tumbuh menjadi sosok pemuda
biasa lainnya, yang sekarang duduk di bangku SMK (Sekolah Menengah
Kejuruan) swasta di daerah pamarayan serang. Berbekal dari ilmu dan
pegalaman yang ia dapat dari masa kecilnya, cukup membuat ia tegar dan
siap menjalani NANO-NANO KEHIDUPAN di masa nanti. Cahaya masa depan yang
cerah kini sedang menanti untuk ia raih. Dan Masa lalu biarlah belalu
hidup getir, pahit dan jauh dari kata cukup biar saja menjadi bingkai
kehidupan dan jadi motivasi untuk meraih masa depan yang gemilang.
Itulah Aku Muhammad Suhendar orang-orang sering memanggilku Hendar
sang penulis cerita sederhana ini. Aku tinggal di salah satu desa yang
tidak jauh dari pusat kota, tapi aku merasa jauh di pedalaman desa
karena aku sendiri tidak begitu merasakan manisnya suasana kota…
Cerpen Karangan: Muhammad Suhendar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar