Rabu, 18 Maret 2015

Kesatria Dari Ujung Desa

Kumel, dekil, polos dan apa adanya itulah salah satu gambaran tentang Hendar kecil. ia adalah salah satu anak ke 4 dari 5 bersaudara. Hendar sendiri tumbuh dalam keluarga yang bisa di katakan sangat sederhana atau serba kekurangan dalam sisi ekonomi. hidup serba kekurangan sudah menjadi hal yang biasa bagi hendar, tetapi ia tak hanya diam menyaksikan apa yang keluarganya rasakan, Hendar selalu berusaha mensiasati hal tersebut dengan berbagai macam tindakan kreatifnya, seperti berjualan es lilin, kacang rebus, jagung rebus milik tetangganya yang berbaik hati untuk membantu. dan gambar mewarnai yang hendar buat sendiri untuk di jual di sekolah dasar tempat ia menimba ilmu serta hendar juga berjualan kantong kresek di pasar tradisional. Tak ada sedikit pun rasa malu, canggung yang menghantuinya, tapi yang ada hanya semangat dan percaya diri.
Setiap pagi Hendar pergi ke sekolah untuk melaksanakan kewajibanya sebagai pelajar, sambil membawa beberapa dagangan untuk dijajakan. sedangkan sepulang sekolah ia tak langsung bermain layaknya anak-anak seusianya, akan tetapi Hendar pergi ke pasar untuk berjualan kantong kresek yang sudah menjadi rutinitas setiap pulang sekolah.
ya memang tak pantas rasanya seorang anak kecil seusianya yang harusnya menikmati masa-masa dunia anak, malah ia menjelma bak orang dewasa. tetapi apa daya keadaanlah yang memaksa ia.
Kaki kecil penuh dengan lumpur hitam pasar tradisional yang beralaskan sandal kusam berbeda pasang itu, terus membawa ia menjajakan barang daganganya dari tempat satu ke tempat yang lain.
“pak, bu kantong kreseknya…!” tawarannya ke setiap kali ada orang yang sedang berbelanja.
2 ratus rupiah harga per kantongnya sudah membuatnya senang di setiap ada orang yang membeli dagangan hendar.
Sinar matahari yang sangat menyengat tak membuatnya ikut terbakar dalam sengatan panasnya sang surya untuk terus mengerjakan rutinitasnya itu. terkadang rasa haus dan lapar menjadi teman pengantar setia hendar
Berwangian bau sengatan matahari, bemandikan keringat, beraromakan semerbak bau khas pasar tradisional sudah menjadi gaya hidup dalam pekerjaanya. Jika waktu sudah sore, hendar mencukupkan pekerjaan dan pergi untuk pulang dengan sedikit membawa uang dari hasil jualannya. Tak banyak memang, akan tetapi itu sedikit cukup untuk mengisi uang saku dan sedikit membantu orang tua hendar di rumah. Waktu terus bergulir dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, dan tahun ke tahun berlalu dengan pengorbanan, kini Hendar tumbuh menjadi sosok pemuda biasa lainnya, yang sekarang duduk di bangku SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) swasta di daerah pamarayan serang. Berbekal dari ilmu dan pegalaman yang ia dapat dari masa kecilnya, cukup membuat ia tegar dan siap menjalani NANO-NANO KEHIDUPAN di masa nanti. Cahaya masa depan yang cerah kini sedang menanti untuk ia raih. Dan Masa lalu biarlah belalu hidup getir, pahit dan jauh dari kata cukup biar saja menjadi bingkai kehidupan dan jadi motivasi untuk meraih masa depan yang gemilang.
Itulah Aku Muhammad Suhendar orang-orang sering memanggilku Hendar sang penulis cerita sederhana ini. Aku tinggal di salah satu desa yang tidak jauh dari pusat kota, tapi aku merasa jauh di pedalaman desa karena aku sendiri tidak begitu merasakan manisnya suasana kota…
Cerpen Karangan: Muhammad Suhendar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar