Rabu, 18 Maret 2015

Impian Anak Kampung

Di pagi yang cerah Anugrah bergegas menyiapkan pakaian dan peralatan sekolah, Anugrah begitu bersemangat pagi itu karena ada pelajaran yang sangat ia sukai, yakni olahraga.
Ketika tiba di sekolah, Anugrah diberitahu kawannya bahwa di Kabupaten sedang dibuka pendaftaran klub sepak bola dari Jakarta. Mendengar kabar tersebut Anugrah merasa gembira karena cita-cita yang didambakan sudah terbuka lebar. Namun Anugrah harus menelan pil pahit, persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon peserta klub harus memiliki sepatu bola dengan merk tertentu yang berharga mahal. Hal itu sangat disadari Anugrah tidak akan mampu terpenuhi, karena latar belakang keluarga Anugrah yang memiliki orang tua hanya seorang buruh.
Dalam batin Anugrah terus berharap akan bisa memenuhi persyaratan klub dari Jakarta tersebut, sampai tak sadar tangan Pak Wisma menepuk pundak Anugrah dan membuyarkan lamunannya. Pak Wisma lalu duduk dan bertanya akan perubahan sikap Anugrah hari itu. Anugrah menjawab sedih bahwa dirinya tidak bisa mengikuti pendaftaran klub dari Jakarta karena tak mampu membeli sepatu. Pak Wisma mencoba menenangkan kegalauan Anugrah, dan menyarankan untuk berbicara dengan orangtuanya. Anugrah merasa tak yakin dengan saran Pak Wisma, namun tak ada pilihan lain yang harus dilakukan.
Sepulang sekolah Anugrah melaksanakan saran Pak Wisma untuk membicarakan keinginannya kepada kedua orang tua Anugrah. Anugrah memelas dan orang tuanya pun memahami keinginan Anugrah yang begitu besar. Dalam keterbatasan orang tua Anugrah terpaksa harus menuruti keinginan putranya dengan menjual kambing yang hanya satu-satunya. Keceriaan Anugrah terlihat kembali ketika orang tuanya memberikan sejumlah uang untuk dibelikannya sepatu.
Keesokan harinya dengan berlari Anugrah berangkat ke sekolah dengan semangat yang berlipat ganda. Ketika bertemu dengan Pak Wisma, Anugrah mengajaknya untuk membeli sepatu di kota, Pak Wisma dengan senang hati mengantarnya. Namun kenyataan berbicara lain, uang hasil jual kambing orang tua Anugrah masih belum cukup untuk membeli sepatu yang ada di kota. Kini Pak Wisma merasa iba kepada Anugrah, ia pun terpaksa meminjam uang ke sekolah untuk mencukupi harga sepatu Anugrah dengan jaminan honornya.
Malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, pendaftaran klub dari Jakarta yang ada di Kabupaten sudah tutup sejak kemarin. Anugrah gontai melangkah, impian yang ia kira sudah terbuka lebar kini tertutup rapat kembali, dan Anugrah harus sabar menunggu kesempatan itu datang lagi.
Cerpen Karangan: Johan Syah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar