Di pagi yang cerah Anugrah bergegas menyiapkan pakaian dan peralatan
sekolah, Anugrah begitu bersemangat pagi itu karena ada pelajaran yang
sangat ia sukai, yakni olahraga.
Ketika tiba di sekolah, Anugrah diberitahu kawannya bahwa di
Kabupaten sedang dibuka pendaftaran klub sepak bola dari Jakarta.
Mendengar kabar tersebut Anugrah merasa gembira karena cita-cita yang
didambakan sudah terbuka lebar. Namun Anugrah harus menelan pil pahit,
persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon peserta klub harus memiliki
sepatu bola dengan merk tertentu yang berharga mahal. Hal itu sangat
disadari Anugrah tidak akan mampu terpenuhi, karena latar belakang
keluarga Anugrah yang memiliki orang tua hanya seorang buruh.
Dalam batin Anugrah terus berharap akan bisa memenuhi persyaratan
klub dari Jakarta tersebut, sampai tak sadar tangan Pak Wisma menepuk
pundak Anugrah dan membuyarkan lamunannya. Pak Wisma lalu duduk dan
bertanya akan perubahan sikap Anugrah hari itu. Anugrah menjawab sedih
bahwa dirinya tidak bisa mengikuti pendaftaran klub dari Jakarta karena
tak mampu membeli sepatu. Pak Wisma mencoba menenangkan kegalauan
Anugrah, dan menyarankan untuk berbicara dengan orangtuanya. Anugrah
merasa tak yakin dengan saran Pak Wisma, namun tak ada pilihan lain yang
harus dilakukan.
Sepulang sekolah Anugrah melaksanakan saran Pak Wisma untuk
membicarakan keinginannya kepada kedua orang tua Anugrah. Anugrah
memelas dan orang tuanya pun memahami keinginan Anugrah yang begitu
besar. Dalam keterbatasan orang tua Anugrah terpaksa harus menuruti
keinginan putranya dengan menjual kambing yang hanya satu-satunya.
Keceriaan Anugrah terlihat kembali ketika orang tuanya memberikan
sejumlah uang untuk dibelikannya sepatu.
Keesokan harinya dengan berlari Anugrah berangkat ke sekolah dengan
semangat yang berlipat ganda. Ketika bertemu dengan Pak Wisma, Anugrah
mengajaknya untuk membeli sepatu di kota, Pak Wisma dengan senang hati
mengantarnya. Namun kenyataan berbicara lain, uang hasil jual kambing
orang tua Anugrah masih belum cukup untuk membeli sepatu yang ada di
kota. Kini Pak Wisma merasa iba kepada Anugrah, ia pun terpaksa meminjam
uang ke sekolah untuk mencukupi harga sepatu Anugrah dengan jaminan
honornya.
Malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, pendaftaran klub
dari Jakarta yang ada di Kabupaten sudah tutup sejak kemarin. Anugrah
gontai melangkah, impian yang ia kira sudah terbuka lebar kini tertutup
rapat kembali, dan Anugrah harus sabar menunggu kesempatan itu datang
lagi.
Cerpen Karangan: Johan Syah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar