Secercah cahaya kehidupan, Terpancar melewati persegi napas, Menyinari awal kehidupan, Tersenyum menyapa
Mata Cinta terbuka dan ia hanya melihat sekeliling dalam sepi.
Mengucek-ngucek mata dan meraba sekeliling kasurnya mencari sesuatu.
“Cinta, bangun sayang. Jangan hanya terbaring dan menutup diri di balik
selimut” ucap mama. Suara mama terdengar sayup-sayup memasuki celah
vibrasi ruangan Cinta. Mata ini masih sedikit terpejam dan kembali
merapatkan diri dengan selimut yang terasa hangat. “kaka 1aigoo, bangun
lah. Gue tau kaka ngantuk tapi kaka harus BANGUNNN”. Cinta tersentak dan
refleks bangun dari tidurnya yang nyaman. Suara Anna terdengar seperti
petir yang menyambar. “apa lo gila? Gak usah pake teriak”. “hahahahaha..
mau cerita.. mau cerita..” ucap Anna antusias.
Anna adalah adik perempuan Cinta yang usil, ia selalu mengganggu
setiap aktifitas yang menurut Cinta penting. Perbedaan umur antara
keduanya hanya terpaut lima tahun. Cinta dan Anna punya hobi yang sama,
tapi sebenarnya karena Anna yang mengikuti kebiasaan kakaknya menyukai
budaya musik Korea.
“cerita apaan? SHINee lagi.. Nanti aja please.. Ngantuk banget”. Anna
hanya tersenyum dan menggoyang-goyangkan tubuh Cinta dengan kuat. “gak
boleh karena ini penting” katanya dengan antusias. “akhhh bisakah loe
pergi Anna. Gue mau libur di rumah”. Anna merapatkan bibirnya tapi masih
tersenyum lebar. Senyumnya mengisyaratkan sesuatu yang terpancar dari
yang ia rasakan. Kebahagiaan menutupi auranya di pagi hari ini. “ya
silahkan loe cerita sekarang” ucap Cinta dengan menghela napas. “Loe tau
nggak kak, gue bakal ikut gath SHAWOL.. akhhh itu adalah hal yang gue
pengen dari dulu”. “Ok hal ini emang penting tapi apakah sepenting
mengganggu tidur gue” ucap Cinta datar. Anna mengangguk cepat dan
mengambil selimut yang ada di genggaman Cinta. Kringgg… Kringgg.. Suara
handphone terdengar berdering. “Bisakah loe pergi dari hadapan gue
sekarang? males denger cerita loe lagi” ucap Cinta kesal.. Anna
menjulurkan lidahnya seraya meninggalkan kamar yang terasa dingin.
“ya kiran, loe kembali mengganggu setelah ade gue. Ada apa?”
“cuma pengen bilang kalau gue sudah melakukan misi yang kita buat” ucap
Kiran antusias. Nada bicaranya terdengar menggebu-gebu mengalahkan
kemalasan Cinta. “misi yang mana? Membuat cerita apa menjatuhkan
seseorang, hahaha loe gila” tawa Cinta terdengar keras. “hahaha lucu
sekali, apa gue begitu kejam ingin menjatuhkan seseorang, kayanya nggak.
Tergantung kondisi mood. Mood bagus bikin cerita mood jelek jatuhin
seseorang” ucapnya datar.
Cinta hanya mengerutkan kening dan beranjak dari kasur, berjalan keluar
kamar untuk menghirup udara segar. Jalanan terasa sepi, hanya satu atau
dua orang yang lewat untuk menghabiskan waktu dengan berolah raga
membakar lemak bahkan hanya untuk berkeringat. Tapi ia hanya memilih
untuk duduk di teras dengan handphone yang menempel di telinga.
“akhh sudahlah, sudah sejauh mana perkembangannya” tanya Cinta ringan,
“gimana kabar Nyonya besar? Loe nggak pulang kan?” ucapnya basa-basi.
Kiran terdengar menghela napas. “apa tepat jika sekarang kita membahas
Nyonya Besar. Nanti saja jika sudah kembali ke kosan ya. Dasar” jawab
Kiran malas, “gue pengen tau perasaan loe sama orang itu, seberapa besar
loe menyukainya?”. Degg.. Pertanyaan Kiran begitu menjurus dan
memojokkan Cinta seolah ke suatu tempat yang seakan tak terlihat. Ia pun
menghela napas panjang dan mengibaskan poni yang berusaha menutupi
penglihatannya.
—
1aigoo: ya tuhan
“pertanyaan loe terlalu menjurus dan gue udah pernah cerita kan
sebelumnya. Dia terlalu nggak bisa dideketin, lagipula loe juga tau kalo
gue punya incaran baru, hahaha gue udah gila.”
“akhh (2) oppa itu! hei gue juga suka, Cinta”
“haha gak bakal gue biarin loe rebut. Loe sama dia aja, si wajah kotak
itu. Kayanya bakal serasi sampai kapan pun”. Terdengar tawa datar dari
balik handphone. “akh loe buat semuanya kacau. Udah lah, gue mau pergi
dulu” ucap Kiran kesal. “yah Kiran just kidding, you know. Tapi emang
bener si wajah kotak itu cakep ran, sebenernya gue suka tapi bosen ahh.
Rasa penasaran udah mulai hilang dengan berjalannya waktu” jawab Cinta
ringan.
“malas membahas hal itu, yang lain saja tapi lain kali juga ya. Bye
Cinta.” Kami memutuskan perbincangan yang terasa sangat singkat.
—
“cinta, masuklah!! Bantu mama menyiapkan sarapan”. Cinta tersentak
dari lamunan dan mengangguk cepat, berlari memasuki rumah. Rumahnya tak
terlalu besar tapi kehangatan terpancar saat ia memasukinya. Sosok mama
yang sangat Cinta sayangi menjadi peranan penting dalam hidupnya, sosok
yang selalu menyemangati dan memberi nasihat. Tak lupa juga sosok papa
yang sangat berwibawa dan baik hati. Memang sosoknya tak terlalu dekat
dengan Cinta saat SMA, tapi semuanya berubah ketika Cinta mulai kuliah.
Jarak dan waktu yang memisahkan telah membuatnya sadar akan sosok papa
yang tak kalah penting dari sosok mama. “mau bikin apa ma?” tanya Cinta
pelan. “hanya bersihkan meja makan dengan cepat dan tata semuanya”
perintah mama. Ia hanya tersenyum melihat mama yang terkesan sibuk dan
ribet. “hanya membereskan, baiklah ma. Anna kemana ma?” tanya Cinta
basa-basi. “di kamar, suruhlah adikmu ikut membantu”.
“Anna, apa loe nggak denger? Keluar sekarang” teriak Cinta tak mau kalah
dengan teriakan Anna sebelumnya. Ia telah membangunkan tidur Cinta yang
nyenyak. “akhhh kaka loe ganggu waktu gue aja, kembali ke Bogor
sekarang juga” jawab Anna. Cinta geram mendengar Anna berbicara seperti
itu. Cinta melangkahkan kakinya memasuki kamar yang masih terasa dingin,
menarik tangan Anna keluar dan mencubit pipinya. “besok gue bakal
pulang, (3) araseo”. Anna dan Cinta kini keluar kamar dan kembali
membantu mama. Mama hanya bisa tersenyum melihat tingkah laku kedua
anaknya.
Tak terasa waktu berjalan dengan cepat tanpa kita sadari dan
mengharuskan Cinta terjaga dalam malam dan memulai aktifitas kuliah yang
sepertinya akan sangat membosankan.
—
Udara dingin ini memaksa Cinta bangun pagi dan kembali ke Bogor. Ia
membuka matanya perlahan dan tersentak melihat jam yang sudah
menunjukkan pukul 04.30. Ia pun memaksa dirinya bangun dan membasahi
diri dengan air yang terasa dingin. Langit pun masih terlihat gelap tapi
menyapanya dengan senyum. Perjalanan menuju Bogor Cinta habiskan dengan
tidur. Selama 1,5 jam ia terjaga dan menikmati indahnya bunga tidur.
“gue pulang” ucap Cinta saat sampai di kosan. Kosan yang sudah ia
tempati semenjak semester 3 ini sudah terasa seperti rumah kedua baginya
yang dikelilingi oleh teman-teman yang sangat baik dan perhatian.
(2) oppa: kakak (sebutan wanita ke kaka laki-laki)
(3) araseo: mengerti
—
“apa nggak kepagian loe sampai sini” celetuk seseorang. “kayanya
nggak, setengah jam lagi kuliah dimulai” jawab Cinta santai dengan
senyum melebar memenuhi wajahnya. “akhhh cinta bodohh.. gue pengen
cerita semalem sama loe, tapi loe nggak pulang” jawab Kiran cepat.
Wajahnya terlihat geram menahan marah. Cinta hanya tersenyum melihat
wajahnya yang terlihat memerah juga. “ada apa? Loe kan bisa cerita sama
Manda dan Any” jawabnya enteng.
“gue udah cerita sama mereka dan yang menyanggupi permintaan gue ya cuma
Manda. Any nggak bisa bantuin. Loe juga tau kan apa yang bakal terjadi
kalo gue cerita lebih mendalam ke dia” jawab Kiran sejenak, “Cinta loe
masih inget kan apa misi kita?”. Cinta menggangguk.
“apa loe nggak ngerasa tersurat sedikit pun dengan apa yang dia tulis,
itu udah buat gue ngerasa males sama dia. Terus apa yang loe mau dari
gue?” jawab Cinta berusaha tenang.
“buat cerita, itu kan juga target loe. Tapi kali ini sungguh-sungguh ya,
jangan buat yang menggantung dan gak selesai. Loe janji”. Cinta
mengerutkan dahinya seraya tak terima dengan permintaan yang Kiran
ajukan. “Tidak menjawab berarti setuju”.
“aduh Kiran loe terlalu antusias. Kapan loe kasih gue deadline? Biar semuanya jelas”.
“seminggu, itu udah cukup lama kayanya. Deadlinenya dekat, Cinta. Bantu
gue ya” pinta Kiran dengan puppy eyes-nya. “akhh loe bikin gue gila, gue
belum pernah bisa nyelesain hal itu dalam waktu singkat. Cerita-cerita
gue aja terbengkalai”.
“pasti bisa, semangat Cinta. Gue juga dikejar deadline soalnya, kan gue
punya temen-temen yang jago buat cerita jadi minta bantuan deh, yah yah”
Langit yang sudah terang tiba-tiba terasa gelap dengan apa yang terjadi
pada Cinta. Orang-orang di sekeliling mereka pun memerhatikan
perbincangan mereka. Kosan ini terdiri dari 2 lantai dan 26 kamar yang
memenuhi seperti jumlah huruf alfabet. Bagian atas yang sedikit terbuka
membuat mereka tidak nyaman ketika mereka melakukan aktifitas. Setiap
tingkahnya bisa terlihat oleh orang lain, dan suara yang mereka
keluarkan terasa menggelegar sampai tengah malam. Pernah sesekali mereka
kena teguran dari bapak-bapak karena hingga pukul 2 malam pintu dari
salah satu kamar mereka masih terbuka. Buru-buru mereka menutupnya dan
kembali ke kamar masing-masing. Tapi pengalaman itu sangat berkesan jika
mereka mengingatnya.
“ok, gue terima tantangan loe tapi bantuin gue juga kalo kata-katanya banyak yang menyimpang”.
Kiran hanya tersenyum dan mengangkat jempolnya menuju ke arah Cinta. “siipp, tenang aja”.
—
Suara jangkrik mulai terdengar mengisi kekosongan malam yang sudah
menjelang. Malam ini terasa sunyi dengan pintu kamar yang masih tertutup
rapat dengan aktifitasnya masing-masing Kini Cinta mulai berada di
depan laptopnya mengetik dengan cepat untuk menuangkan kata-kata yang
akan ia rangkai menjadi sebuah cerita. “Cinta, kerjakan saja di kamar
Manda sekarang” ucap Kiran. “Bentar, mumpung masih banyak kata-kata yang
belum gue tulis, ntar keburu lupa” jawab Cinta singkat. “ok, gue tunggu
di kamar Manda ya”.
Kini kesunyian kembali datang, hanya alunan musik yang terdengar dan
layar laptop yang menyala. Cinta pun terpaku memandang setiap kata yang
berada di keyboard. Memikirkan setiap kata yang ingin ia tulis.
Inspirasi yang meluap terasa hilang dalam sekejab, kembali ke alam yang
belum mengunjunginya. “Cinta pinjem laporannya donk”. Pintu tiba-tiba
terbuka dan membuyarkan segala hal yang ia pikirkan. “aduhh loe
menghilangkan semuanya Any, oh god”. Helaan napas Cinta terdengar
frustasi dan membuat Any menjadi bingung. Any adalah salah satu teman
Cinta yang lain di kosan ini. Sifatnya yang seperti ini membuat Cinta
bahkan teman-temannya merasa kesal. “akhh ambil deh, dan jangan ganggu
gue. Buyar deh” kesal Cinta.
“sorry kalau gitu, gak bakal ganggu lagi. Maaf sebelumnya”. Any menutup
pintu kamar Cinta begitu saja tanpa mengambil hal yang ia ingin pinjam
darinya. “ok, gue emang kaya gini sifatnya, ada yang bikin kesel gak
bakal minta maaf, ntar juga baik lagi” ucap Cinta pada diri sendiri. Ia
beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju pintu. “sepi banget, pada
kemana?”.
“hei, tadi kan udah gue ajak ke kamar Manda” jawab Kiran. Ia keluar dari
kamar Manda diikuti dengan Manda. Keduanya tersenyum meledek. “mukanya
jangan ditekuk, sini cepetan. Gue baru dapat 3 halaman, hahaha” spontan
Manda. Manda, Kiran dan Any merupakan teman yang Cinta dapatkan disini,
meskipun waktu bertemunya tidak dalam waktu yang bersamaan. Cinta dan
Any sudah kenal dalam waktu yang lebih lama daripada Kiran dan Manda,
Cinta berada dalam organisasi yang sama dengan Any. Begitu pun dengan
Manda, Cinta dan dia tergabung dalam organisasi yang sama pula yaitu
organisasi yang bisa menyampaikan aspirasi ke dalam bentuk tulisan.
Kiran adalah satu-satunya teman yang ia temui saat OSPEK karena mereka
berada dalam satu kelompok.
“seriusaan 3 halaman Manda, sama aja kaya gue. Kiran berapa?”
“ya jelas gue lebih dari kalian lah, kan gue yang ngajakin” jawab Kiran.
“sombong banget, nggak jadi dilanjutin ah ceritanya, pak males
tiba-tiba jadi tamu” jawab Cinta dengan mengerucutkan bibirnya. “hahaha”
tawa Kiran dan Manda memenuhi. Ia berlari kembali ke kamar dan
mengambil laptop. “tunggu ya” ucap Cinta lagi. Mereka hanya mengangguk
dan kembali memasuki kamar Manda.
Kamar yang tak jauh beda dengan ukuran kamar Cinta tiba-tiba disulap
menjadi sebuah tempat kerja bagi mereka bertiga dengan latar yang
terlihat berantakan. Alunan musik pun ikut meramaikan suasana kamar yang
terasa hening. Buku-buku kuliah di biarkan tergeletak menjadi tumpukan.
Mereka berkutat dengan jari pada atas keyboard dengan tatapan serius.
Sesekali terlihat wajah bingung dari mereka ketika inspirasi mulai
menghilang. “gue nggak suka sama sikap Any yang terkesan
mengumbar-ngumbarkan apa yang selama ini kita bicarakan”. Suasana mulai
pecah saat Manda berkomentar mengenai sikap Any.
“maksudnya gimana?” jawab Cinta sedikit bingung.
“kaya tadi pagi aja deh. Any terlalu menunjukkan siapa itu muka kotak
padahal dia ada di belakang kita. Gila kan, malu tau.” Ucap Manda.
“dia emang gitu tau, dari dulu kan orangnya excited akan suatu hal. Udah
kenal lama juga.” celetuk Kiran. “ngerti tapi terkesan bocor orangnya.”
jawab Manda lagi. “akhhh biarin deh, kalau kaya gitu gak usah cerita
lagi.” Ucap Cinta dengan santainya.
“Manda pinjem laporan donk,” ucap Any tiba-tiba. Mereka bertiga
tersentak kaget melihat Any tiba-tiba muncul di celah pintu yang sedikit
terbuka. “apa dia mendengarnya?” tanya Cinta pada Kiran dan Manda.
“entahlah.” jawab Kiran singkat. “laporan apa ny” kata Manda cepat.
“besok gue laporan kimpang, pinjem laporan awalnya aja ya”.
Manda segera beranjak dari tempatnya dan mencari laporan yang Any minta.
Setelah menemukannya ia langsung memberikannya ke Any tanpa basa-basi.
“Any, marah ya sama gue gara-gara tadi.” Tanya Cinta, namun tak ada
jawaban sama sekali dari Any, ia pergi begitu saja setelah menerima
laporan dari Manda. “hah? Dicuekin coba, malesin banget ahhh. Bete”
jawab Cinta. Kiran hanya menepuk-nepuk bagian pundaknya dengan pelan,
berusaha menurunkan kekesalan Cinta yang sudah memuncak. Manda hanya
terkekeh melihat ekspresi Kiran yang lucu saat menepuk pundak Cinta.
Malam kini semakin larut dan menunjukkan pukul 12 malam. Suara pun
sudah terdengar parau. Dinginnya malam memasuki rusuk kalbu hingga
terjerat dalam selaput halus kulit. Oksigen terasa habis ketika salah
satu dari mereka menguap dengan kencang. “loe udah terlalu ngantuk,
tidur sana.” perintah Kiran. Cinta mengangguk cepat dan segera
membereskan laptopnya. “bobo dulu ya.” Ucapnya sambil tersenyum. Saat
Cinta kembali ke kamar, terdengar pintu kamar yang tertutup secara
bersamaan. “kayanya semua ikutan tidur.”
Seminggu kemudian, hari terasa sama dengan hari-hari sebelumnya yang
disibukkan hanya dengan laporan dan kegiatan di kampus, kepenatan ini
sudah sampai puncaknya hanya tinggal menunggu meledak.
Atap kita sama
Langit dan bumi pun sama
Terhalang oleh jarak dan waktu
Hanya ada bayangmu..
Kau dan aku
Bagai minyak dan air
Ingin ku gapai
Tapi apa dayaku..
Secarik senyum tersimpul
Tapi kekecewaan tersirat
Jeritan hati
Kerinduan mendalam..
Berlari
Hingga ujung dunia
Tapi hampa yang kudapat..
“bagus nggak kata-katanya” tanya Cinta pada Kiran dan Manda. Hari ini
adalah hari kesekian mereka membuat cerita bersama dan di tempat yang
sama, kamar Manda. Hari ini adalah deadline. Hal yang kini Cinta rasakan
merupakan kepenatan yang ingin ia luapkan dengan teriakan, entah
mengapa ia jenuh dengan semua ini. Menuliskan sesuatu yang dirasakan
tidaklah semudah membalikkan tangan, berbeda rasanya jika hal yang
dialami hanya tertulis dalam sebuah diary yang hanya bisa dibaca seorang
diri. Kiran terpaku memandang tulisan yang berada di laptop Cinta, ia
kerutkan keningnya tanda tak mengerti dan sedikit menggelengkan
kepalanya. “jujur gue nggak ngerti cin, loe pengen ngangkat apa disini”.
Cinta hanya menggelengkan kepala dan tersenyum pasi. “loe tau kan gue
kurang bisa menuliskan kata-kata, ya alhasil kaya gitu deh jadinya. Ya
maksudnya cuma pengen menyatakan gue sama dia berbeda, nggak akan pernah
bisa bersatu, dan kerinduannya mendalam pada seseorang itu meskipun ia
bisa menyembunyikannya dalam senyum yang terkesan palsu, kayanya gitu
deh maksudnya.” jawab Cinta sedikit bingung.
“anehh, yang bikin kan loe sendiri kenapa susah ngejelasinnya.” celetuk
Manda. Kiran mengiyakan dengan anggukan kepalanya. “Ok, kalo gitu bakal
ditelaah lebih lanjut.” tambah Kiran. “akhhh loe berdua bikin gue
frustasi.” jawab Cinta uring-uringan. Ia mengambil posisi untuk
berbaring di kasur milik Manda sambil guling-gulingan. “kebiasaan udah
mulai keluar deh, inget deadline, hari ini berakhir hari ini pula
selesai cerita kita.” tegas Manda. Cinta tertegun dibuatnya, ia segera
bangkit dari posisinya dan menatap Manda lekat-lekat. “waaahhh Manda kau
sangat luar biasa, belajar dari mana?” ledek Cinta, “suasana terasa
sepi tanpa kehadiran Nyonya Besar ya, posisinya serba salah karena
sifatnya. Ia kadang menjengkelkan tapi sebenarnya baik.” lanjut Cinta.
“hahaha kau perhatian ya, apa karena efek seminggu yang lalu, lama
banget diem-dieman.”
“aissshh nggak kaya gitu, otak gue buntu banget mau nulis apaan lagi, kayanya mentok cuma dapet 5 halaman deh.”
Kepenatan yang semakin besar membuat suasana hati mereka menjadi kurang
baik. “dari hari pertama sampai seminggu ini loe cuma dapet 5 halaman
Cinta, cukup kecewa gue. Apa nggak terlalu sedikit cerpen cuma 5
halaman?” ucap Kiran, ia membuat Cinta tersentak dengan jawabannya.
“atuh gimana loe salah minta gue buat bantuin loe bikin cerita, udah tau
gue nggak mahir tapi pas udah buat dapetnya cuma segitu malah kecewa,
bete.” tambah Cinta. Ia mulai beranjak dari posisinya, melangkahkan kaki
kecilnya menuju kamar yang hanya berjarak satu kamar dari kamar Manda.
“bisakah kalian diam? Gue juga buat cerita nggak bakal bisa banyak tau,
sedapetnya aja lah, nggak peduli mau banyak atau enggak yang penting gue
udah berusaha bantuin loe Kiran”. Ucapan tegas Manda mencairkan
semuanya, Kiran berpikir sejenak dan segera berlari menghampiri Cinta
yang sudah memasuki kamarnya.
Tokkk… toookkk.. Tooookkk.. Suara ketukan pintu terdengar sedikit kasar
tapi Cinta masih membuka pintu kamar yang tadinya tertutup rapat. Ia
mengeluarkan sedikit kepalanya melalui celah pintu yang sengaja ia buka
sedikit. “ada apa? Gue udah nggak mood bikin cerita, cuma bisa dapet
segitu.”
“ok, gue nggak bisa maksa kerja otak loe juga, tapi loe harus
bener-bener selesai jangan ngegantung, deadline kita bakal berakhir
dalam hitungan jam lagi.”
“baik nona, gue bakal ikutin permainan loe kali ini. Kembali ke alam sana.”
—
“udah baikan.” tanya Manda penuh harap. Ia masih berada depan
laptopnya dengan wajah yang tak segar. Kepenatan sudah sangat terlukis
di wajahnya. Rambutnya yang terurai pun semakin membuatnya terlihat
kusut.
Cinta dan Kiran menggangguk cepat tanpa saling pandang. Mereka kembali
mengambil posisi untuk melanjutkan cerita yang sedikit terbengkalai.
Tapi Cinta hanya diam terpaku memerhatikan laptop yang menyala, kemudian
ia beranjak lagi dari tempatnya. Berjalan keluar dan memerhatikan
langit bertabur bintang. Malam ini dingin seperti biasanya, hembusan
angin terasa hingga tulang rusuk dan bau udara yang tercium seperti akan
turun hujan. Langit terasa terang dengan bulan sabit yang ikut
menyertai. Bulan bintang itu terasa bernyanyi dan tersenyum mencoba
menyembuhkan segala kepenatan yang menghampiri. Cinta memejamkan matanya
sejenak menikmati gelapnya malam dalam bayangan. Cinta menarik napas
yang dalam lalu menghembuskannya dengan kuat dan berkata kepada dirinya
sendiri, “Asyik!! Pencarian inspirasi ini berakhir.”
“kemarilah, nikmati hembusan udara segar ini. Loe bakal ngerasa loe
bebas.” ajak Cinta sambil menarik napas dalam-dalam menikmati udara
malam. Kiran dan Manda berjalan keluar menghampiri Cinta. Mereka bertiga
tersenyum satu sama lain dan saling pandang. “loe bener cin, udaranya
seger banget, berasa ilang semua kepenatan gue.” kata Manda senang.
Kiran hanya menyunggingkan senyumnya dengan mata terpejam seakan
menikmati udara malam yang segar. Rambut Kiran bergerak kesana kemari
bermain dengan angin menimbulkan sedikit tawa pada kami. Kepenatan
terasa menghilang dalam sekejab terbang mengikuti arah hembusan angin.
“akhh aku mendapatkannya.” kata Cinta mantap. Kiran dan Manda saling
pandang dan membiarkan Cinta kembali menghadap laptopnya. “Baiklah, kita
harus mengikuti Cinta sekarang, sudah jam berapa sekarang?” tanya Kiran
pada Manda yang masih bingung dengan pernyataan Kiran. “baru jam 9,
masih lama menuju tengah malam.” canda Kiran.
Berjam-jam mereka sibuk dengan keyboard yang tak henti dipijat, ekspresi
mereka pun hanya dimainkan dengan sederhana melalui senyum dan ekspresi
spontan. “Ok, akhirnya gue selesai dengan cerpen gue, horeee..” Cinta
beranjak dari duduknya dan melonjak-lonjak dengan gembira, ia
membuyarkan konsentrasi Kiran dan Manda. Tapi mereka ikut tertawa
senang.
“diemm dulu cin, bentar lagi gue juga beres.” kata Manda. Kiran mengangguk setuju.
“wooyy, kalian belum tidur?”
“siapa tuh?” Cinta menghentikan loncatan-loncatan kecil yang ia buat dan
segera menengok ke arah suara. Langkah kaki itu semakin terdengar
jelas. “huaaahhh any, lama kita tidak bergurau, kemana saja kau.” ucap
Cinta basa-basi. Ia menghampiri Any dengan senyum yang merekah. “nggak
kemana-mana, cuma loe-nya aja terlalu sibuk sama urusan loe, kalian
bertiga tepatnya.”
“akhhh kenapa nggak gabung aja, malu-malu gitu.” ledek Manda. Any
mengerucutkan bibirnya. “nggak ada bakat buat nulis cerita makanya nggak
gabung.” jawabnya singkat. “jujur ni yah, seminggu yang lalu kita semua
sempet kesel sama loe ny, soalnya loe terlalu mengumbar siapa itu wajah
kotak padahal dia ada di belakang kita. Oh god, mungkin untuk sekarang
gue udah nggak peduli, tapi kalo sampe bikin dia ke-geer-an dengan sikap
loe itu gimana? Gue pernah baca soalnya di update-an twitter-ya” tambah
Manda.
“ok gue salah lagi.”
“Gue nggak menyalahkan siapa-siapa, hanya memberitahu. Please ilangin
sikap loe yang suka ngambek, yang suka marah-marah gak jelas, yang
gampang tersingung dan sikap loe yang terlalu excited menanggapi hal
sekecil apapun itu”.
“itu saran apa perintah?”
“kayanya loe boleh anggap keduanya” kata Kiran nimbrung.
“Akhh jangan marahin bunda aku.” ledek Cinta. Mata mereka langsung
tertuju pada tingkah Cinta yang sedikit kekanakan. “OK.. mata kalian
biasa aja ya, menyeramkan.” celetuk Cinta. “bagaimana dengan
permintaanku, apakah kau menyanggupinya Any?” tanya Manda. Any berpikir
sejenak dan akhirnya menyanggupi permintaan Manda. “akhh leganya, dua
permasalahan selesai dalam satu malam, cepat kalian selesaikan
ceritanya. Bentar lagi jam 12 malam, deadline berakhir”. Celetuk Cinta.
“baiklah” jawab Kiran dan Manda bersamaan.
Hari ini berakhir dengan solusi problematika yang tak terlalu rumit.
Dinginnya malam pun semakin membuat tak ingin bergerak. “hahhhhh,
akhirnya gue selesai” teriak Kiran gembira. “gue juga selesai” tambah
Manda. “hah benarkah?” jawab Cinta. Mereka mengangguk cepat dan
tersenyum lebar. Perasaan mereka seperti melemparkan beban sangat berat
yang selama ini harus mereka pikul dan seketika beban yang berat itu
hilang setelah misi mereka untuk membuat cerita pun selesai. Cinta
beranjak dari tempatnya, segera menghampiri Manda serta Kiran untuk
memeluk mereka dengan erat sambil berdiri dan berputar. Any hanya
melihat tingkah mereka dengan jarak yang sangat dekat. “sini ny, ikutan
muter.” ajak Kiran. Any beranjak dan bergabung dengan putaran yang
mereka buat. Kamar Manda yang penuh dengan barang-barang dan laptop
untuk mengerjakan cerita seakan-akan menjadi luas. Senyuman lebar
terpancar dengan indahnya menutup hari ini. “MISIII KITA SELESAIIII”
teriak Kiran, Manda, Cinta dan juga Any.
The End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar