Rabu, 18 Maret 2015

Deadline

Secercah cahaya kehidupan, Terpancar melewati persegi napas, Menyinari awal kehidupan, Tersenyum menyapa
Mata Cinta terbuka dan ia hanya melihat sekeliling dalam sepi. Mengucek-ngucek mata dan meraba sekeliling kasurnya mencari sesuatu. “Cinta, bangun sayang. Jangan hanya terbaring dan menutup diri di balik selimut” ucap mama. Suara mama terdengar sayup-sayup memasuki celah vibrasi ruangan Cinta. Mata ini masih sedikit terpejam dan kembali merapatkan diri dengan selimut yang terasa hangat. “kaka 1aigoo, bangun lah. Gue tau kaka ngantuk tapi kaka harus BANGUNNN”. Cinta tersentak dan refleks bangun dari tidurnya yang nyaman. Suara Anna terdengar seperti petir yang menyambar. “apa lo gila? Gak usah pake teriak”. “hahahahaha.. mau cerita.. mau cerita..” ucap Anna antusias.
Anna adalah adik perempuan Cinta yang usil, ia selalu mengganggu setiap aktifitas yang menurut Cinta penting. Perbedaan umur antara keduanya hanya terpaut lima tahun. Cinta dan Anna punya hobi yang sama, tapi sebenarnya karena Anna yang mengikuti kebiasaan kakaknya menyukai budaya musik Korea.
“cerita apaan? SHINee lagi.. Nanti aja please.. Ngantuk banget”. Anna hanya tersenyum dan menggoyang-goyangkan tubuh Cinta dengan kuat. “gak boleh karena ini penting” katanya dengan antusias. “akhhh bisakah loe pergi Anna. Gue mau libur di rumah”. Anna merapatkan bibirnya tapi masih tersenyum lebar. Senyumnya mengisyaratkan sesuatu yang terpancar dari yang ia rasakan. Kebahagiaan menutupi auranya di pagi hari ini. “ya silahkan loe cerita sekarang” ucap Cinta dengan menghela napas. “Loe tau nggak kak, gue bakal ikut gath SHAWOL.. akhhh itu adalah hal yang gue pengen dari dulu”. “Ok hal ini emang penting tapi apakah sepenting mengganggu tidur gue” ucap Cinta datar. Anna mengangguk cepat dan mengambil selimut yang ada di genggaman Cinta. Kringgg… Kringgg.. Suara handphone terdengar berdering. “Bisakah loe pergi dari hadapan gue sekarang? males denger cerita loe lagi” ucap Cinta kesal.. Anna menjulurkan lidahnya seraya meninggalkan kamar yang terasa dingin.
“ya kiran, loe kembali mengganggu setelah ade gue. Ada apa?”
“cuma pengen bilang kalau gue sudah melakukan misi yang kita buat” ucap Kiran antusias. Nada bicaranya terdengar menggebu-gebu mengalahkan kemalasan Cinta. “misi yang mana? Membuat cerita apa menjatuhkan seseorang, hahaha loe gila” tawa Cinta terdengar keras. “hahaha lucu sekali, apa gue begitu kejam ingin menjatuhkan seseorang, kayanya nggak. Tergantung kondisi mood. Mood bagus bikin cerita mood jelek jatuhin seseorang” ucapnya datar.
Cinta hanya mengerutkan kening dan beranjak dari kasur, berjalan keluar kamar untuk menghirup udara segar. Jalanan terasa sepi, hanya satu atau dua orang yang lewat untuk menghabiskan waktu dengan berolah raga membakar lemak bahkan hanya untuk berkeringat. Tapi ia hanya memilih untuk duduk di teras dengan handphone yang menempel di telinga.
“akhh sudahlah, sudah sejauh mana perkembangannya” tanya Cinta ringan, “gimana kabar Nyonya besar? Loe nggak pulang kan?” ucapnya basa-basi. Kiran terdengar menghela napas. “apa tepat jika sekarang kita membahas Nyonya Besar. Nanti saja jika sudah kembali ke kosan ya. Dasar” jawab Kiran malas, “gue pengen tau perasaan loe sama orang itu, seberapa besar loe menyukainya?”. Degg.. Pertanyaan Kiran begitu menjurus dan memojokkan Cinta seolah ke suatu tempat yang seakan tak terlihat. Ia pun menghela napas panjang dan mengibaskan poni yang berusaha menutupi penglihatannya.

1aigoo: ya tuhan
“pertanyaan loe terlalu menjurus dan gue udah pernah cerita kan sebelumnya. Dia terlalu nggak bisa dideketin, lagipula loe juga tau kalo gue punya incaran baru, hahaha gue udah gila.”
“akhh (2) oppa itu! hei gue juga suka, Cinta”
“haha gak bakal gue biarin loe rebut. Loe sama dia aja, si wajah kotak itu. Kayanya bakal serasi sampai kapan pun”. Terdengar tawa datar dari balik handphone. “akh loe buat semuanya kacau. Udah lah, gue mau pergi dulu” ucap Kiran kesal. “yah Kiran just kidding, you know. Tapi emang bener si wajah kotak itu cakep ran, sebenernya gue suka tapi bosen ahh. Rasa penasaran udah mulai hilang dengan berjalannya waktu” jawab Cinta ringan.
“malas membahas hal itu, yang lain saja tapi lain kali juga ya. Bye Cinta.” Kami memutuskan perbincangan yang terasa sangat singkat.

“cinta, masuklah!! Bantu mama menyiapkan sarapan”. Cinta tersentak dari lamunan dan mengangguk cepat, berlari memasuki rumah. Rumahnya tak terlalu besar tapi kehangatan terpancar saat ia memasukinya. Sosok mama yang sangat Cinta sayangi menjadi peranan penting dalam hidupnya, sosok yang selalu menyemangati dan memberi nasihat. Tak lupa juga sosok papa yang sangat berwibawa dan baik hati. Memang sosoknya tak terlalu dekat dengan Cinta saat SMA, tapi semuanya berubah ketika Cinta mulai kuliah. Jarak dan waktu yang memisahkan telah membuatnya sadar akan sosok papa yang tak kalah penting dari sosok mama. “mau bikin apa ma?” tanya Cinta pelan. “hanya bersihkan meja makan dengan cepat dan tata semuanya” perintah mama. Ia hanya tersenyum melihat mama yang terkesan sibuk dan ribet. “hanya membereskan, baiklah ma. Anna kemana ma?” tanya Cinta basa-basi. “di kamar, suruhlah adikmu ikut membantu”.
“Anna, apa loe nggak denger? Keluar sekarang” teriak Cinta tak mau kalah dengan teriakan Anna sebelumnya. Ia telah membangunkan tidur Cinta yang nyenyak. “akhhh kaka loe ganggu waktu gue aja, kembali ke Bogor sekarang juga” jawab Anna. Cinta geram mendengar Anna berbicara seperti itu. Cinta melangkahkan kakinya memasuki kamar yang masih terasa dingin, menarik tangan Anna keluar dan mencubit pipinya. “besok gue bakal pulang, (3) araseo”. Anna dan Cinta kini keluar kamar dan kembali membantu mama. Mama hanya bisa tersenyum melihat tingkah laku kedua anaknya.
Tak terasa waktu berjalan dengan cepat tanpa kita sadari dan mengharuskan Cinta terjaga dalam malam dan memulai aktifitas kuliah yang sepertinya akan sangat membosankan.

Udara dingin ini memaksa Cinta bangun pagi dan kembali ke Bogor. Ia membuka matanya perlahan dan tersentak melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 04.30. Ia pun memaksa dirinya bangun dan membasahi diri dengan air yang terasa dingin. Langit pun masih terlihat gelap tapi menyapanya dengan senyum. Perjalanan menuju Bogor Cinta habiskan dengan tidur. Selama 1,5 jam ia terjaga dan menikmati indahnya bunga tidur.
“gue pulang” ucap Cinta saat sampai di kosan. Kosan yang sudah ia tempati semenjak semester 3 ini sudah terasa seperti rumah kedua baginya yang dikelilingi oleh teman-teman yang sangat baik dan perhatian.
(2) oppa: kakak (sebutan wanita ke kaka laki-laki)
(3) araseo: mengerti

“apa nggak kepagian loe sampai sini” celetuk seseorang. “kayanya nggak, setengah jam lagi kuliah dimulai” jawab Cinta santai dengan senyum melebar memenuhi wajahnya. “akhhh cinta bodohh.. gue pengen cerita semalem sama loe, tapi loe nggak pulang” jawab Kiran cepat. Wajahnya terlihat geram menahan marah. Cinta hanya tersenyum melihat wajahnya yang terlihat memerah juga. “ada apa? Loe kan bisa cerita sama Manda dan Any” jawabnya enteng.
“gue udah cerita sama mereka dan yang menyanggupi permintaan gue ya cuma Manda. Any nggak bisa bantuin. Loe juga tau kan apa yang bakal terjadi kalo gue cerita lebih mendalam ke dia” jawab Kiran sejenak, “Cinta loe masih inget kan apa misi kita?”. Cinta menggangguk.
“apa loe nggak ngerasa tersurat sedikit pun dengan apa yang dia tulis, itu udah buat gue ngerasa males sama dia. Terus apa yang loe mau dari gue?” jawab Cinta berusaha tenang.
“buat cerita, itu kan juga target loe. Tapi kali ini sungguh-sungguh ya, jangan buat yang menggantung dan gak selesai. Loe janji”. Cinta mengerutkan dahinya seraya tak terima dengan permintaan yang Kiran ajukan. “Tidak menjawab berarti setuju”.
“aduh Kiran loe terlalu antusias. Kapan loe kasih gue deadline? Biar semuanya jelas”.
“seminggu, itu udah cukup lama kayanya. Deadlinenya dekat, Cinta. Bantu gue ya” pinta Kiran dengan puppy eyes-nya. “akhh loe bikin gue gila, gue belum pernah bisa nyelesain hal itu dalam waktu singkat. Cerita-cerita gue aja terbengkalai”.
“pasti bisa, semangat Cinta. Gue juga dikejar deadline soalnya, kan gue punya temen-temen yang jago buat cerita jadi minta bantuan deh, yah yah”
Langit yang sudah terang tiba-tiba terasa gelap dengan apa yang terjadi pada Cinta. Orang-orang di sekeliling mereka pun memerhatikan perbincangan mereka. Kosan ini terdiri dari 2 lantai dan 26 kamar yang memenuhi seperti jumlah huruf alfabet. Bagian atas yang sedikit terbuka membuat mereka tidak nyaman ketika mereka melakukan aktifitas. Setiap tingkahnya bisa terlihat oleh orang lain, dan suara yang mereka keluarkan terasa menggelegar sampai tengah malam. Pernah sesekali mereka kena teguran dari bapak-bapak karena hingga pukul 2 malam pintu dari salah satu kamar mereka masih terbuka. Buru-buru mereka menutupnya dan kembali ke kamar masing-masing. Tapi pengalaman itu sangat berkesan jika mereka mengingatnya.
“ok, gue terima tantangan loe tapi bantuin gue juga kalo kata-katanya banyak yang menyimpang”.
Kiran hanya tersenyum dan mengangkat jempolnya menuju ke arah Cinta. “siipp, tenang aja”.

Suara jangkrik mulai terdengar mengisi kekosongan malam yang sudah menjelang. Malam ini terasa sunyi dengan pintu kamar yang masih tertutup rapat dengan aktifitasnya masing-masing Kini Cinta mulai berada di depan laptopnya mengetik dengan cepat untuk menuangkan kata-kata yang akan ia rangkai menjadi sebuah cerita. “Cinta, kerjakan saja di kamar Manda sekarang” ucap Kiran. “Bentar, mumpung masih banyak kata-kata yang belum gue tulis, ntar keburu lupa” jawab Cinta singkat. “ok, gue tunggu di kamar Manda ya”.
Kini kesunyian kembali datang, hanya alunan musik yang terdengar dan layar laptop yang menyala. Cinta pun terpaku memandang setiap kata yang berada di keyboard. Memikirkan setiap kata yang ingin ia tulis. Inspirasi yang meluap terasa hilang dalam sekejab, kembali ke alam yang belum mengunjunginya. “Cinta pinjem laporannya donk”. Pintu tiba-tiba terbuka dan membuyarkan segala hal yang ia pikirkan. “aduhh loe menghilangkan semuanya Any, oh god”. Helaan napas Cinta terdengar frustasi dan membuat Any menjadi bingung. Any adalah salah satu teman Cinta yang lain di kosan ini. Sifatnya yang seperti ini membuat Cinta bahkan teman-temannya merasa kesal. “akhh ambil deh, dan jangan ganggu gue. Buyar deh” kesal Cinta.
“sorry kalau gitu, gak bakal ganggu lagi. Maaf sebelumnya”. Any menutup pintu kamar Cinta begitu saja tanpa mengambil hal yang ia ingin pinjam darinya. “ok, gue emang kaya gini sifatnya, ada yang bikin kesel gak bakal minta maaf, ntar juga baik lagi” ucap Cinta pada diri sendiri. Ia beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju pintu. “sepi banget, pada kemana?”.
“hei, tadi kan udah gue ajak ke kamar Manda” jawab Kiran. Ia keluar dari kamar Manda diikuti dengan Manda. Keduanya tersenyum meledek. “mukanya jangan ditekuk, sini cepetan. Gue baru dapat 3 halaman, hahaha” spontan Manda. Manda, Kiran dan Any merupakan teman yang Cinta dapatkan disini, meskipun waktu bertemunya tidak dalam waktu yang bersamaan. Cinta dan Any sudah kenal dalam waktu yang lebih lama daripada Kiran dan Manda, Cinta berada dalam organisasi yang sama dengan Any. Begitu pun dengan Manda, Cinta dan dia tergabung dalam organisasi yang sama pula yaitu organisasi yang bisa menyampaikan aspirasi ke dalam bentuk tulisan. Kiran adalah satu-satunya teman yang ia temui saat OSPEK karena mereka berada dalam satu kelompok.
“seriusaan 3 halaman Manda, sama aja kaya gue. Kiran berapa?”
“ya jelas gue lebih dari kalian lah, kan gue yang ngajakin” jawab Kiran. “sombong banget, nggak jadi dilanjutin ah ceritanya, pak males tiba-tiba jadi tamu” jawab Cinta dengan mengerucutkan bibirnya. “hahaha” tawa Kiran dan Manda memenuhi. Ia berlari kembali ke kamar dan mengambil laptop. “tunggu ya” ucap Cinta lagi. Mereka hanya mengangguk dan kembali memasuki kamar Manda.
Kamar yang tak jauh beda dengan ukuran kamar Cinta tiba-tiba disulap menjadi sebuah tempat kerja bagi mereka bertiga dengan latar yang terlihat berantakan. Alunan musik pun ikut meramaikan suasana kamar yang terasa hening. Buku-buku kuliah di biarkan tergeletak menjadi tumpukan. Mereka berkutat dengan jari pada atas keyboard dengan tatapan serius. Sesekali terlihat wajah bingung dari mereka ketika inspirasi mulai menghilang. “gue nggak suka sama sikap Any yang terkesan mengumbar-ngumbarkan apa yang selama ini kita bicarakan”. Suasana mulai pecah saat Manda berkomentar mengenai sikap Any.
“maksudnya gimana?” jawab Cinta sedikit bingung.
“kaya tadi pagi aja deh. Any terlalu menunjukkan siapa itu muka kotak padahal dia ada di belakang kita. Gila kan, malu tau.” Ucap Manda.
“dia emang gitu tau, dari dulu kan orangnya excited akan suatu hal. Udah kenal lama juga.” celetuk Kiran. “ngerti tapi terkesan bocor orangnya.” jawab Manda lagi. “akhhh biarin deh, kalau kaya gitu gak usah cerita lagi.” Ucap Cinta dengan santainya.
“Manda pinjem laporan donk,” ucap Any tiba-tiba. Mereka bertiga tersentak kaget melihat Any tiba-tiba muncul di celah pintu yang sedikit terbuka. “apa dia mendengarnya?” tanya Cinta pada Kiran dan Manda. “entahlah.” jawab Kiran singkat. “laporan apa ny” kata Manda cepat. “besok gue laporan kimpang, pinjem laporan awalnya aja ya”.
Manda segera beranjak dari tempatnya dan mencari laporan yang Any minta. Setelah menemukannya ia langsung memberikannya ke Any tanpa basa-basi. “Any, marah ya sama gue gara-gara tadi.” Tanya Cinta, namun tak ada jawaban sama sekali dari Any, ia pergi begitu saja setelah menerima laporan dari Manda. “hah? Dicuekin coba, malesin banget ahhh. Bete” jawab Cinta. Kiran hanya menepuk-nepuk bagian pundaknya dengan pelan, berusaha menurunkan kekesalan Cinta yang sudah memuncak. Manda hanya terkekeh melihat ekspresi Kiran yang lucu saat menepuk pundak Cinta.
Malam kini semakin larut dan menunjukkan pukul 12 malam. Suara pun sudah terdengar parau. Dinginnya malam memasuki rusuk kalbu hingga terjerat dalam selaput halus kulit. Oksigen terasa habis ketika salah satu dari mereka menguap dengan kencang. “loe udah terlalu ngantuk, tidur sana.” perintah Kiran. Cinta mengangguk cepat dan segera membereskan laptopnya. “bobo dulu ya.” Ucapnya sambil tersenyum. Saat Cinta kembali ke kamar, terdengar pintu kamar yang tertutup secara bersamaan. “kayanya semua ikutan tidur.”
Seminggu kemudian, hari terasa sama dengan hari-hari sebelumnya yang disibukkan hanya dengan laporan dan kegiatan di kampus, kepenatan ini sudah sampai puncaknya hanya tinggal menunggu meledak.
Atap kita sama
Langit dan bumi pun sama
Terhalang oleh jarak dan waktu
Hanya ada bayangmu..
Kau dan aku
Bagai minyak dan air
Ingin ku gapai
Tapi apa dayaku..
Secarik senyum tersimpul
Tapi kekecewaan tersirat
Jeritan hati
Kerinduan mendalam..
Berlari
Hingga ujung dunia
Tapi hampa yang kudapat..
“bagus nggak kata-katanya” tanya Cinta pada Kiran dan Manda. Hari ini adalah hari kesekian mereka membuat cerita bersama dan di tempat yang sama, kamar Manda. Hari ini adalah deadline. Hal yang kini Cinta rasakan merupakan kepenatan yang ingin ia luapkan dengan teriakan, entah mengapa ia jenuh dengan semua ini. Menuliskan sesuatu yang dirasakan tidaklah semudah membalikkan tangan, berbeda rasanya jika hal yang dialami hanya tertulis dalam sebuah diary yang hanya bisa dibaca seorang diri. Kiran terpaku memandang tulisan yang berada di laptop Cinta, ia kerutkan keningnya tanda tak mengerti dan sedikit menggelengkan kepalanya. “jujur gue nggak ngerti cin, loe pengen ngangkat apa disini”. Cinta hanya menggelengkan kepala dan tersenyum pasi. “loe tau kan gue kurang bisa menuliskan kata-kata, ya alhasil kaya gitu deh jadinya. Ya maksudnya cuma pengen menyatakan gue sama dia berbeda, nggak akan pernah bisa bersatu, dan kerinduannya mendalam pada seseorang itu meskipun ia bisa menyembunyikannya dalam senyum yang terkesan palsu, kayanya gitu deh maksudnya.” jawab Cinta sedikit bingung.
“anehh, yang bikin kan loe sendiri kenapa susah ngejelasinnya.” celetuk Manda. Kiran mengiyakan dengan anggukan kepalanya. “Ok, kalo gitu bakal ditelaah lebih lanjut.” tambah Kiran. “akhhh loe berdua bikin gue frustasi.” jawab Cinta uring-uringan. Ia mengambil posisi untuk berbaring di kasur milik Manda sambil guling-gulingan. “kebiasaan udah mulai keluar deh, inget deadline, hari ini berakhir hari ini pula selesai cerita kita.” tegas Manda. Cinta tertegun dibuatnya, ia segera bangkit dari posisinya dan menatap Manda lekat-lekat. “waaahhh Manda kau sangat luar biasa, belajar dari mana?” ledek Cinta, “suasana terasa sepi tanpa kehadiran Nyonya Besar ya, posisinya serba salah karena sifatnya. Ia kadang menjengkelkan tapi sebenarnya baik.” lanjut Cinta. “hahaha kau perhatian ya, apa karena efek seminggu yang lalu, lama banget diem-dieman.”
“aissshh nggak kaya gitu, otak gue buntu banget mau nulis apaan lagi, kayanya mentok cuma dapet 5 halaman deh.”
Kepenatan yang semakin besar membuat suasana hati mereka menjadi kurang baik. “dari hari pertama sampai seminggu ini loe cuma dapet 5 halaman Cinta, cukup kecewa gue. Apa nggak terlalu sedikit cerpen cuma 5 halaman?” ucap Kiran, ia membuat Cinta tersentak dengan jawabannya. “atuh gimana loe salah minta gue buat bantuin loe bikin cerita, udah tau gue nggak mahir tapi pas udah buat dapetnya cuma segitu malah kecewa, bete.” tambah Cinta. Ia mulai beranjak dari posisinya, melangkahkan kaki kecilnya menuju kamar yang hanya berjarak satu kamar dari kamar Manda. “bisakah kalian diam? Gue juga buat cerita nggak bakal bisa banyak tau, sedapetnya aja lah, nggak peduli mau banyak atau enggak yang penting gue udah berusaha bantuin loe Kiran”. Ucapan tegas Manda mencairkan semuanya, Kiran berpikir sejenak dan segera berlari menghampiri Cinta yang sudah memasuki kamarnya.
Tokkk… toookkk.. Tooookkk.. Suara ketukan pintu terdengar sedikit kasar tapi Cinta masih membuka pintu kamar yang tadinya tertutup rapat. Ia mengeluarkan sedikit kepalanya melalui celah pintu yang sengaja ia buka sedikit. “ada apa? Gue udah nggak mood bikin cerita, cuma bisa dapet segitu.”
“ok, gue nggak bisa maksa kerja otak loe juga, tapi loe harus bener-bener selesai jangan ngegantung, deadline kita bakal berakhir dalam hitungan jam lagi.”
“baik nona, gue bakal ikutin permainan loe kali ini. Kembali ke alam sana.”

“udah baikan.” tanya Manda penuh harap. Ia masih berada depan laptopnya dengan wajah yang tak segar. Kepenatan sudah sangat terlukis di wajahnya. Rambutnya yang terurai pun semakin membuatnya terlihat kusut.
Cinta dan Kiran menggangguk cepat tanpa saling pandang. Mereka kembali mengambil posisi untuk melanjutkan cerita yang sedikit terbengkalai. Tapi Cinta hanya diam terpaku memerhatikan laptop yang menyala, kemudian ia beranjak lagi dari tempatnya. Berjalan keluar dan memerhatikan langit bertabur bintang. Malam ini dingin seperti biasanya, hembusan angin terasa hingga tulang rusuk dan bau udara yang tercium seperti akan turun hujan. Langit terasa terang dengan bulan sabit yang ikut menyertai. Bulan bintang itu terasa bernyanyi dan tersenyum mencoba menyembuhkan segala kepenatan yang menghampiri. Cinta memejamkan matanya sejenak menikmati gelapnya malam dalam bayangan. Cinta menarik napas yang dalam lalu menghembuskannya dengan kuat dan berkata kepada dirinya sendiri, “Asyik!! Pencarian inspirasi ini berakhir.”
“kemarilah, nikmati hembusan udara segar ini. Loe bakal ngerasa loe bebas.” ajak Cinta sambil menarik napas dalam-dalam menikmati udara malam. Kiran dan Manda berjalan keluar menghampiri Cinta. Mereka bertiga tersenyum satu sama lain dan saling pandang. “loe bener cin, udaranya seger banget, berasa ilang semua kepenatan gue.” kata Manda senang. Kiran hanya menyunggingkan senyumnya dengan mata terpejam seakan menikmati udara malam yang segar. Rambut Kiran bergerak kesana kemari bermain dengan angin menimbulkan sedikit tawa pada kami. Kepenatan terasa menghilang dalam sekejab terbang mengikuti arah hembusan angin.
“akhh aku mendapatkannya.” kata Cinta mantap. Kiran dan Manda saling pandang dan membiarkan Cinta kembali menghadap laptopnya. “Baiklah, kita harus mengikuti Cinta sekarang, sudah jam berapa sekarang?” tanya Kiran pada Manda yang masih bingung dengan pernyataan Kiran. “baru jam 9, masih lama menuju tengah malam.” canda Kiran.
Berjam-jam mereka sibuk dengan keyboard yang tak henti dipijat, ekspresi mereka pun hanya dimainkan dengan sederhana melalui senyum dan ekspresi spontan. “Ok, akhirnya gue selesai dengan cerpen gue, horeee..” Cinta beranjak dari duduknya dan melonjak-lonjak dengan gembira, ia membuyarkan konsentrasi Kiran dan Manda. Tapi mereka ikut tertawa senang.
“diemm dulu cin, bentar lagi gue juga beres.” kata Manda. Kiran mengangguk setuju.
“wooyy, kalian belum tidur?”
“siapa tuh?” Cinta menghentikan loncatan-loncatan kecil yang ia buat dan segera menengok ke arah suara. Langkah kaki itu semakin terdengar jelas. “huaaahhh any, lama kita tidak bergurau, kemana saja kau.” ucap Cinta basa-basi. Ia menghampiri Any dengan senyum yang merekah. “nggak kemana-mana, cuma loe-nya aja terlalu sibuk sama urusan loe, kalian bertiga tepatnya.”
“akhhh kenapa nggak gabung aja, malu-malu gitu.” ledek Manda. Any mengerucutkan bibirnya. “nggak ada bakat buat nulis cerita makanya nggak gabung.” jawabnya singkat. “jujur ni yah, seminggu yang lalu kita semua sempet kesel sama loe ny, soalnya loe terlalu mengumbar siapa itu wajah kotak padahal dia ada di belakang kita. Oh god, mungkin untuk sekarang gue udah nggak peduli, tapi kalo sampe bikin dia ke-geer-an dengan sikap loe itu gimana? Gue pernah baca soalnya di update-an twitter-ya” tambah Manda.
“ok gue salah lagi.”
“Gue nggak menyalahkan siapa-siapa, hanya memberitahu. Please ilangin sikap loe yang suka ngambek, yang suka marah-marah gak jelas, yang gampang tersingung dan sikap loe yang terlalu excited menanggapi hal sekecil apapun itu”.
“itu saran apa perintah?”
“kayanya loe boleh anggap keduanya” kata Kiran nimbrung.
“Akhh jangan marahin bunda aku.” ledek Cinta. Mata mereka langsung tertuju pada tingkah Cinta yang sedikit kekanakan. “OK.. mata kalian biasa aja ya, menyeramkan.” celetuk Cinta. “bagaimana dengan permintaanku, apakah kau menyanggupinya Any?” tanya Manda. Any berpikir sejenak dan akhirnya menyanggupi permintaan Manda. “akhh leganya, dua permasalahan selesai dalam satu malam, cepat kalian selesaikan ceritanya. Bentar lagi jam 12 malam, deadline berakhir”. Celetuk Cinta.
“baiklah” jawab Kiran dan Manda bersamaan.
Hari ini berakhir dengan solusi problematika yang tak terlalu rumit. Dinginnya malam pun semakin membuat tak ingin bergerak. “hahhhhh, akhirnya gue selesai” teriak Kiran gembira. “gue juga selesai” tambah Manda. “hah benarkah?” jawab Cinta. Mereka mengangguk cepat dan tersenyum lebar. Perasaan mereka seperti melemparkan beban sangat berat yang selama ini harus mereka pikul dan seketika beban yang berat itu hilang setelah misi mereka untuk membuat cerita pun selesai. Cinta beranjak dari tempatnya, segera menghampiri Manda serta Kiran untuk memeluk mereka dengan erat sambil berdiri dan berputar. Any hanya melihat tingkah mereka dengan jarak yang sangat dekat. “sini ny, ikutan muter.” ajak Kiran. Any beranjak dan bergabung dengan putaran yang mereka buat. Kamar Manda yang penuh dengan barang-barang dan laptop untuk mengerjakan cerita seakan-akan menjadi luas. Senyuman lebar terpancar dengan indahnya menutup hari ini. “MISIII KITA SELESAIIII” teriak Kiran, Manda, Cinta dan juga Any.
The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar