Senin, 23 Maret 2015

Detektif Kaca

Telah kuperhatikan kaca itu, penuh retakan, dan ku lihat bayanganku tak sempurna. Tercipta di otak ku rasa keingintahuan akan retakan kaca itu. Ku selalu ingin tahu apa dan bagaimana kaca itu sampai menciptakan retakan. Entah kaca rumah, kaca cermin, kaca jendela tetangga, kaca spion motor, dan masih banyak lagi. Tak jarang orang mengatakanku kurang kerjaan atau kelenjehan atau semacamnya. Tapi memang sangat sulit kuhilangkan rasa penasaran, dan semua cemohan itu aku abaikan.
“Pak, pak. Boleh tahu gak, kenapa kaca itu bisa retak?
“Maaf, saya gak tahu lo mas!”
“Oh, ya sudahlah, makasih ya pak” jawabku kepada seorang kondektur kereta.
Masih ku tatap kaca itu. Ku duduk disampingnya, di kursi penumpang kereta yang sederhana. Sejuta misteri terkandung di retakan itu. Terus kuperhatikan saja. Kereta masih terus berjalan, masih ku berusaha cari narasumber. Ku lihat penumpang kereta yang duduk tepat disampingku wajahnya pun mengundang seribu pertanyaan. Ini sudah setengah perjalanan, kuperhatikan dari tadi, ia tak pernah menampakkan ke jendela kereta, hal itu jelas membuatku penasaran.
“Maaf Mas, kalau boleh tahu, kenapa mas gak pernah menghadapkan wajah ke jendela, pemandangannya gak terlalu buruk kok?” tanyaku.
“Trauma mas” jawabnya, tetap tidak menolehkan kepalanya.
“Naik kereta kok trauma?” tanyaku lagi.
“Enggak mas bukan keretanya, tapi kacanya, jika ku lihat kaca retak itu, pastilah kejadian yang sudah-sudah akan teringat kembali.”
Diriku terkejut, langsung ku keluarkan pena dan buku catatan.
“Kok bisa sih mas, memang kejadian apa yang membuat saudara trauma?”
“Mas gak perlu tahu!”
“Oh.. ya sudahlah makasih” jawabku pasrah.
Baru kali ini, kutemukan seseorang yang trauma dengan retakan kaca. Orang ini hampir sama sepertiku, memiliki hal yang aneh tentang kaca. Orang ini kulihat sangat berkeringat, bahkan bajunya telah di banjiri karenanya. Ku pandangi saja orang itu, orang itu malah membelakangi wajahku dan menunduk.
Sebentar lagi, kereta ini akan berhenti di pemberhentian stasiun pertama. Ternyata orang yang trauma dengan retakan kaca itu turun di stasiun pemberhentian pertama. Sengaja, orang itu ku ikuti dari belakang, ku mulai curiga dengannya, langkahnya kakinya semakin cepat, ku iringi langkah cepatnya itu, ku lihat di tangan kirinya, sebuah arloji dengan kaca retak. Ternyata, ia bohong, ku kejar lelaki misterius itu.
Langkahku cepat, ku berlari bagaikan cheetah, ku desak orang itu. Ku sergap ku remas kerah bajunya.
“Kau bohong! Kau tak trauma kan dengan kaca retak”
“Sudah terlambat” jawabnya.
“Apanya?”
“Bom itu segera meledak!!”
“Bom, dimana?! Harusnya ku curiga dari awal!”
“Aku meletakkannya tepat di bawah kursi salah satu penumpang”
Ingin ku hantam wajah pembohong itu lewat kepalan tanganku tetapi bom itu melupakan segalanya. Untungnya kereta itu belum berangkat, tepat sekali ketika ku taiki kereta itu, kereta itu jalan. Kuperingatkan para penumpang akan bom itu, mereka teriak histeris dan ada sebagian yang mencari bom itu, seolah-olah mereka sangat mempercayaiku.
“Semuanya! Harap tenang, tolong carikan bom itu!!!” teriakku. Aku tak tahu bom itu akan meledak kapan, kucari bom itu di setiap kursi penumpang. Ku bungkukkan, ku tundukkan kepalaku ke setiap kolong kursi penumpang.
“Aku, mendengar suara bom itu! Iya! Bom itu ada di gerbong sini!” teriak salah satu penumpang kereta. Sebagian penumpang sibuk mencarinya. Kutiarapkan badan ini, kuulihat di sudut gerbong sebuah paket misterius. Kudekati paket itu.
“Semua! Harap diam! Dengar suara ini!”
Kudekatkan suara yang berdetak itu, ku raih benda itu, sangatlah berat. Lalu ku buka paket itu, ternyata benar! Paket itu berisi bom.
“Apakah ada yang bisa menjinakkan bom disini!” teriak ku.
Tak ada satu penumpang yang merespon jawabanku.
“Hubungi masinis! Hubungi!” teriak ku. Tak lama kemudian kereta berhenti, masinis lengkap dengan gentakan kakinya yang kuat, menghampiri bom itu.
“Aku tak tahu cara menjinakkannya, tapi aku tahu cara agar kita selamat, 2 km lagi adalah kawasan hutan, kita akan melemparkan bom itu disana!” jelas masinis.
“Aku tak setuju! Bagaimana jika sebelum sampai kawasan itu, bom itu meledak!” ujar salah satu penumpang. Tampaknya penumpang yang lainnya juga berpendapat sama, kecuali aku.
“Sudah! Percayakan masinis!! Biarkan gerbong ini kosong dulu, kita akan pindah ke gerbong yang lainnya untuk sementara” tampaknya perkataanku didengarkan beberapa penumpang, mereka semua setuju.
Suasana menjadi sangat genting, semua orang telah mengangkat setengah dada dengan tangannya masing-masing. Kereta semakin lambat, kereta mulai memasuki kawasan hutan, masinis dengan sigap datang menghampiri bom itu, dengan cekatan bom itu berhasil di buang ke hutan. Masinis kembali ke tempat kursinya dengan cepat.
“Ayo! Pak cepat! Kalau tidak kita akan dapat dampak ledakannya!”.
Masinis itu terus berlari menuju kursinya.
Kereta mulai berjalan dengan perlahan, di tengah ketegangan dan di bawah sinar matahari yang panas menambah keadaan semakin risau. “Daamm” bom itu meledak, kaca kereta menciptakan serpihan-serpihan dari ledakan. Beberapa orang terluka, termasuk aku. Ketegangan mulai mereda, kudengar sirine ambulan di stasiun pemberhentian ke-dua sudah menanti. Jika saja aku tak sama sekali penasaran dengan retakan kaca, media akan meliputi bangkai kami. Aku pun tak sadar semuanya berawal dari hal biasa menjadi luar biasa. Tandu menjemputku, beberapa serpihan kaca menancap di tubuhku, sejenak ku terbayang akan wajah teroris itu.
Seorang oknum polisi menghampiriku.
“Selamat! Kau telah menyelamatkan puluhan nyawa! Memang, akhir-akhir ini sering terjadi teror! Besok aku tunggu penjelasanmu mengenai ciri-ciri teroris tersebut.” Aku hanya menganggukkan kepala menandakan iya, aku tak yakin apakah diriku akan tetap penasaran setiap ada kaca yang menciptakan retakan. Aku tak tahu pasti akan hal itu, yang aku tahu adalah sejumlah kisah dari setiap retakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar