Pagi yang cerah, puluhan sepeda motor berjejer, berbaris rapi di
depan PT MCS, sebuah pabrik perakitan komputer yang konon terbesar di
jawa timur, puluhan satpam pabrik berkumpul, berbaur dengan para buruh,
namun tidak ada permusuhan atau suasana tegang, semua tampak kompak,
ceria dan semangat. “Siap bos, bendera wis siap juga”, tukas nyong,
salah satu buruh pabrik tersebut’. Sebuah bendera besar warna biru
dengan huruf kapital besar warna putih bertuliskan “Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia”, selaras dengan kaos warna putih dengan tulisan yang
sama, yang dikenakan oleh seluruh buruh yang berkumpul di depan pabrik
tersebut, “Ok, sudah siap semua rek? bendera ne’ di pegang Nyong sama
Selamet, sing kenceng rek kalo pegang bendera”, perintah cak Wakid,
salah satu supervisor di pabrik yang terkenal cukup vokal, dia juga
sering di percaya oleh para buruh untuk memimpin demo dan merupakan
ketua serikat buruh di pabrik MCS. “Mayday.. mayday”, “Hidup buruh..
hidup buruh”, teriak para buruh tersebut dengan lantang dan penuh
semangat, “Ayo rek, berangkat”, Ucap cak Wakid dengan lantang dan penuh
semangat, memberi komando kepada sekitar lima puluhan buruh pabrik, hari
ini tanggal 5 mei mereka berangkat untuk bergabung dengan ribuan buruh
lain untuk mewakili jutaan rekan-rekan buruh lainnya, menyuarakan semua
aspirasi, mengajukan tuntutan memperjuangkan nasib mereka, juga nasib
jutaan buruh di negeri ini, bersama-sama mereka menuju pusat kota tempat
para birokrat, penguasa dan para wakil rakyat berada.
Dua tahun yang lalu.
Nyong berangkat dari temanggung kota kelahirannya dengan harapan besar,
dia berangkat ke Surabaya atas ajakan temannya untuk bekerja di salah
satu pabrik perakitan komputer yang katanya terbesar di wilayah
Indonesia timur, harapan, kebanggaan, mimpi, cita-cita dan semua jalan
indah seolah terhampar di depan mata imajinasi nyong, bagaimana emaknya,
adik-adiknya, seluruh sanak saudara di kampung semua sangat bangga
Nyong bisa bekerja di kota, “Kapan kamu bisa kerja?”, tanya HRD pabrik
kepada Nyong, “Segera bu, saya siap kerja kapan saja”, jawab nyong
dengan senyum lebar, sumringah, matanya pun berbinar-binar, dia pun
langsung menemui temannya atas kabar gembira tersebut, segera dia juga
langsung menelpon ke kampung halamannya tentang kabar gembira tersebut,
terang keluraga di kampung sangat gembira mendengar kabar tentang Nyong.
Malam sebelum hari petama kerja Nyong sulit memejamkan mata, sebagai
orang yang baru datang ke kota, dia tentu senang bukan main bayangan dan
rencana-rencana Indah berlintasan di pikirannya, apalagi perusahaan
tersebut menurut sang Nona HRD, memang perusahaan perakitan komputer
terbesar di jawa timur, “Pasti kesejahteraan karyawan akan sangat
terjamin,” batin Nyong sangat senang, dia pun berusaha memejamkan mata
karena besok pagi harus berangkat bekerja. Tapi itu dulu Nyong. Tatapan
kosong Nyong, menatap kertas warna merah yang di genggamnya, Nyong
mendapat SP 2 dari perusahaan plus Nota ganti rugi 9 juta rupiah karena
dia di tuduh menghilangkan 2 buah laptop. Semua harapan Nyong hilang,
sirna, lenyap tersapu arogansi para petinggi. Nyong bingung, sedih dan
marah Nyong sudah berusaha melawan dengan mendatangi manajer dan HRD,
dia berusaha menjelaskan dan mencari penjelasan, bagaimana mungkin dia
yang sama sekali tidak tahu sebab dan duduk persoalan atas hilangnya dua
laptop tersebut bisa di sangkut pautkan dengan masalah tersebut.
“Berdasarkan keterangan dari pihak audit, maka kamu harus bertanggung
jawab atas hilangnya dua laptop ini, kau sudah menyalahi prosedur”,
kata-kata ketus dari sang manajer masih terngiang di telinga Nyong,
“prosedur? Prosedur yang mana? dasar biadab, keparat!!”, Nyong pantas
geram karena selama ini dia tidak pernah tahu bagaimana bentuk dan
poin-poin dalam prosedur tersebut, bahkan menurutnya pabrik dimana dia
bekerja sekarang ini tidak pernah punya standard prosedur baku, semua
selalu di tentukan secara sepihak oleh para atasan, apakah benar pabrik
ini yang terbesar di jawa timur, dia pun mengadu ke serikat buruh
pimpinan cak Wakid, tapi percuma. Pada akhirnya Nyong harus rela gaji
UMR nya yang tidak pernah naik itu di potong untuk ganti rugi laptop
yang hilang plus kehilangan uang bonus yang jumlahnya tak seberapa itu
karena SP 2 yang ia terima, Maaf Nyong tapi inilah realitas kita para
buruh, ini kota besar Nyong, para kapitalis itu takkan rela kalian para
buruh sejahtera. take it or leave it!!
Lima tahun lalu
Selamet yang lulusan STM gembira bukan main, dia langsung di terima
kerja di pabrik tepat dia magang sebelumnya, di pabrik perakitan
komputer terbesar di jawa timur, mimpinya selama ini untuk meringankan
beban orang tuanya tampaknya akan segera terwujud, yeahh, Selamet
benar-benar merasa sangat senang dan bersyukur, keluarga selamet juga
tak kalah senangnya dengan kabar ini. Dua tahun kemudian Selamet
meminang gadis incarannya, mereka menikah dengan perayaan yang
sederhana, beberapa bulan kemudian istri Selamet hamil, tapi sayang,
malang tak dapat di tolak, istri Selamet mengalami keguguran, menurut
diagnosis dokter istri Selamet mengalami kelelahan sehingga berpengaruh
terhadap kandungan, seharusnya istri Selamet tidak boleh bekerja terlalu
keras, tapi tampaknya kedua pasangan tersebut tidak punya pilihan lain,
gaji Selamet yang sudah bekerja di perusahaan tersebut selama lima
tahun tidak pernah naik, terpaksa sang istri membantu bekerja dengan
mengajar di beberapa tempat bimbingan belajar dan sekolah swasta,
sekedar untuk mencukupi kebutuhan mereka berdua. Yang membuat Slamet
sangat kecewa adalah kenyataan bahwa perusahaan tempat dia bekerja tidak
memberikan bantuan kesehatan yang layak pada saat istrinya sedang dalam
kondisi kritis, pasca keguguran, untunglah istri Selamet bisa sehat
kembali.
Sebenarnya Selamet sudah berusaha keras untuk meminta bantuan kepada
perusahaan, lagipula masa kerja Selamet sudah lebih dari 3 tahun,
seharusnya dia layak mendapatkan banyak tunjangan dari perusahaan, tapi
nihil, hanya sedikit dana yang keluar dan sangat tidak sebanding
besarnya biaya yang harus dikeluarkan Selamet, hilang sudah harapan
Selamet dan istrinya untuk meminang seorang anak, buah cinta kasih
mereka selama ini. “Sabar ya dik, mungkin ini ujian dari Allah untuk
kita, kamu yang tabah ya”. hibur Selamet pada istrinya tiap malam,
karena istrinya tampaknya masih sangat sedih dan terpukul. Maaf Met tapi
inilah realitas kita para buruh, ini kota besar Met, para kapitalis itu
takkan rela kalian para buruh sejahtera. take it or leave it!!
Sebelas tahun yang lalu.
Mas Dody baru saja datang dari kalimantan, ketika dia masih berumur 28
tahun, dia bertemu dengan Kevin anak kho Salim seorang pedagang toko
komputer di kawasan Demak Surabaya, mereka bertemu ketika mas Dody masih
menjadi sales di salah satu toko komputer yang ada di hitech Mall, saat
itu mas Dody sering mengantar spare part komputer ke toko milik Kho
Salim, karena tetarik dengan kinerja Mas Dody Kho Salim menawarkan
lowongan kerja pada Mas Dody dan mas Dody pun menerima tawaran kerja Kho
Salim. “Baik Kho, Terima kasih tawarannya, saya mau kerja sama Kho
Salim’ lagian gajinya juga lebih lumayan dibanding tempat kerja ku yang
sekarang”, ucap mas Dody waktu itu.
Setelah itu Kevin anak Kho Salim meneruskan usaha toko komputer itu,
bersama mas Dody merek berdua bekerja keras, sangat sangat keras, dan
hebatnya mereka berdua berhasil mengembangkan toko komputer warisan Kho
salim, dari sebuah toko komputer kecil biasa menjadi main dealer sebuah
vendor komputer besar, sampai akhirnya berkembang menjadi sebuah pabrik
perakitan komputer terbesar di Jawa timur. “Kita berhasil Dody, aku
berhasil mengembangkan usaha papa”. Kata Kevin dengan bangga pada mas
Dody, saat pembangunan pabrik komputer milik Kevin baru saja selesai,
“Ya ko, kayaknya bisnis ko Kevin bakal lebih sukses lagi, selamat ko”,
kata mas Dody pada Kevin waktu itu, tentu saja dalam hati mas Dody
perkataan selamat itu di sertai sebuah harapan besar terhadap massa
depan karir dan kesehjahteraan nya. Akan tetapi harapan tinggal harapan,
bukannya kenaikan karir atau perbaikan kesehjahteraan yang di dapat,
karena yang mendapatkan itu semua adalah para sanak, saudara dan
teman-teman para petinggi dan pemilik pabrik yang masih terhitung satu
ras dengan mereka. Lalu kemana mas Dody?, mas Dody justru terbaring
lemah di rumahnya karena sebuah kecelakaan lalu lintas ketika sedang
mengantar barang dari pabrik ke sebuah dealer komputer, dan kakinya
terpaksa di amputassi karena terluka parah, sayang pihak pabrik hanya
memberikan bantuan seadanya, dan masa depan mas Dody dan keluarga
semakin tidak menenentu karena PHK sepihak, mas Dody di tuduh lalai
dalam mengemudi oleh pihak pabrik sehingga menyebabkan kerugian material
bagi pabrik, sehingga dia di SP3 sekaligus PHK, dengan pesangon
seadanya plus bantuan kesehatan untuk perawatan mas Dody yang juga
seadanya. Kenyataan yang benar-benar sulit di terima bagi mas Dody
mengingat perjuangannya dulu ketika awal kali membangun dan membesarkan
pabrik ini bersama Kevin si anak pemilik pabrik. Semua dedikasi, kerja
keras dan loyalitas Mas Dody selama ini tampaknya sia-sia, musnah di
telan waktu, keangkuhan dan ketidak pedulian kelewat batas ideologi
kapitalisme. Maaf mas Dody tapi inilah realitas kita para buruh, ini
kota besar mas, para kapitalis itu takkan rela kalian para buruh
sejahtera.
Tujuh tahun yang lalu
Ketika sudah hampir putus asa mencari kerja ke sana kemari, cak Wakid
benar-benar bersyukur ketika mendapat tawaran kerja dari teman lamanya,
“wis gini aja Kid, kamu buaten lamaran, nanti biar lamaran mu aku
masukkan ke pabrik tempat aku kerja”, kata mas Dody waktu itu, yah mas
Dody memang sahabat lama cak Wakid, karena mereka pernah satu SMA. Cak
Wakid benar-benar sangat bersyukur dan sangat berterima kasih kepada mas
Dody, karena akhirnya cak Wakid bisa di terima kerja di pabrik
tersebut.
“dik Allhamdulillah, aku dapat pekerjaan”, cak Wakid dengan gembira
mengabarkan kepada istrinya, “yang benar mas?”, tanya istri cak Wakid
setengah terkejut, “iya dik, kebetulan aku bertemu teman lamaku, dan dia
bantu aku untuk ngelamar kerja di pabrik tempat dia kerja, dan aku
keterima kerja di sana”. “Syukurlah mas, Alhamdullillah ya mas”. Istri
cak Wakid luar biasa senang sekaligus lega mendengar kabar ini.
Namun seiring berjalannya waktu nampaknya Cak wakid pun mulai sadar
dengan realita yg ada di sekitarnya, satu persatu dia mendengar dan
melihat kesulitan dan ketidakadilan yang di terima rekan-rekan sesama
buruh di pabrik tempatnya bekerja, sebenarnya secara ekonomi cak Wakid
cukup bersukur meskipun menerima upah yang minim tapi dia dan
keluarganya cukup tertolong karena usaha warung nasi sederhana milik
istrinya cukup laris. Sampai akhirnya dia mengetahui kondisi mas Dody,
sahabatnya yang banyak membantunya, membuat cak Wakid tidak bisa tinggal
diam lagi, “sudahlah kid, kamu jangan emosi gitu, wong aku sing sakit
lha koq kamu sing ngamuk, santai ae, aku ikhlas kid”, “tapi Mas, ini gak
bisa dibiarkan”. Protes cak Wakid, “Kid, ini memang sudah cobaan dari
Allah, aku ikhlas, santai, sing penting kamu harus bisa kompak sama
teman-teman yang lain, saling bantu dan saling melindungi, tapi tetep
profesional”, mas Dody tersenyum sambil memegang erat tangan cak Wakid.
“Ingat Wakid, Allah selalu bersama orang yang sabar”. Sejak saat itulah
Cak Wakid bersama dengan para buruh senior lain berjuang untuk
mendirikan organisasi serikat buruh di pabrik untuk memperjuangkan nasib
mereka, perjuangan yang tidak mudah mengingat pihak manajemen pabrik
sangat menentang keras berdirinya serikat buruh di lingkungan pabrik.
Cak Wakid pun terpilih menjadi ketua organisasi buruh dan dia bertekad
untuk berusaha sekuat tenaga memperjuangkan nasib ribuan buruh di pabrik
tersebut. Maaf Cak Wakid tapi apa sampeyan mampu memperjuangkan nasib
kita? karena inilah realitas kita para buruh, ini kota besar Cak, apakah
para kapitalis itu rela kita para buruh sejahtera?
Tahun ini
Hari ini, tepat tanggal 5 mei, mereka semua berkonvoi, bersama-sama,
beramai-ramai, tidak hanya dengan sesama rekan satu pabrik, tapi juga
dengan rekan-rekan dari pabrik-pabrik lainnya, mereka menuju ke pusat
kota, yang juga merupakan ibukota propinsi ini, menuju ke tempat para
birokrat dan wakil rakyat yang terhormat, berusaha bersama-sama
memperjuangkan nasib mereka dan nasib jutaan buruh lainnya di negeri
ini, “Demi keluarga kita, demi masa depan kita, kita harus terus
berjuang, hidup buruhh!!”, Cak Wakid berteriak dengan lantang memberi
semangat kepada seluruh rekan-rekannya. Di dalam benak cak Wakid,
tertanam kuat memori tentang mas Dodi yang telah meninggal tiga bulan
yang lalu. Tanpa terasa air mata meleleh ke pipi cak Wakid, “Doakan aku
mas, aku akan terus berjuang demi teman-teman kita, doakan aku”. tekad
cak Wakid dalam hati. Selamat berjuang cak Wakid, selamat berjuang
teman-teman, karena kalian tidak hanya membawa harapan kalian seorang,
tapi juga nasib jutaan buruh di negeri ini. Perjuangan ini mungkin tidak
akan pernah mengenal kata berakhir, jadi teruslah berjuang sampai
mereka mendengarkan JERITAN NASIB KITA!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar