Senin, 23 Maret 2015

Kedamaian Dunia

Selama ini, Aku tak mempercayai adanya keajaiban. Walaupun Aku sering melihat dan mendengar banyak fakta tentang keajaiban. Tapi Aku tak pernah percaya akan itu. Sampai akhirnya, ada hal yang membuatku sangat percaya akan adanya keajaiban.
“Dhira! Kamu harus teruskan perjuangan Ayah… hanya kamu yang diwarisi aliran darah itu! Kamu harus selamatkan Dunia kita!” ungkap Ayah. Saat itu, Dunia yang selama ini kutempati sudah sangat hancur. Tidak banyak yang dapat merubah keadaan ini. Entah sejak kapan Dunia kami dipenuhi dengan monster-monster menjijikkan dalam bentuk naga raksasa. Mereka memperbudak seluruh manusia yang ada di Dunia ini. Sudah banyak nyawa yang hilang di Dunia ini. Dan konon, yang bisa memusnahkan monster naga itu hanyalah Pedang Api.
“Tapi, Yah… kenapa Aku? Aku seorang perempuan dan Aku tak yakin dapat melakukannya!” tolakku.
“Sayang… hanya kamu yang bisa. Apa kamu tidak melihat banyak yang sudah kehilangan nyawa? Bahkan, Anak kecil yang tak bersalah pun ikut menjadi korban. Sekali lagi, Ayah mohon… hari ini adalah hari terakhir kita untuk selamatkan Dunia!” ujar Ayah lagi.
Hatiku mulai luluh dengan perkataan Ayah. Sebenarnya, Aku sangat tak tega melihat banyak pertumpahan darah. Terlebih ketika Ibu dan saudara laki-lakiku terbunuh oleh naga-naga yang buruk itu.
Perlahan, air mataku menetes membasahi pipiku. Aku membulatkan tekad hatiku untuk menyelamatkan Dunia, memusnahkan naga-naga yang buruk rupa dan menjijikkan itu, monster yang telah mengurangi kelengkapanku.
“Baik, Ayah. Aku berjanji, akan menyelamatkan Dunia ini!” tekadku. Aku melihat Ayah senyuman di wajahnya, Aku membalas senyum itu dengan sangat manis dan tulus.
Saat itu pula, Aku dan Ayahku beranjak menuju sebuah tempat yang tak pernah dimasuki siapa pun. Di sana, terlihat sebuah pedang yang memancarkan api panas yang membara. Semua orang tak dapat mengambil pedang itu, karena diselimuti api abadi yang tak pernah padam. Tanganku mengambil pedang itu, tak kurasakan panas sedikit pun walaupun api abadi itu terus memancar, menyemburkan rasa panas yang perih.
Sekali lagi, Ayah tersenyum dan menatapku. Percaya, itulah yang ku dapat dari tatapan Ayah. Kaki kecilku kukuatkan untuk melangkah, tanganku kueratkan memegang pedang itu, hatiku kutekadkan untuk menyelamatkan Dunia. Satu yang akan kuhadapi, yaitu menghadapi ratusan naga buruk yang telah merusak Dunia.
“Dhira… jika kamu ingin semua ini cepat berakhir, kamu harus membunuh sang raja naga! Dialah sumber dari semua naga itu!” ingat Ayah.
“Baik Ayah, Aku akan berusaha!” ujarku. Semangatku semakin berkobar. Pedang yang selama ini ada ditanganku terus memancarkan sinar merah dari apinya.
Aku terus berlari, meninggalkan Ayah. Mencari sang raja naga dan akan membunuhnya.
Sudah hampir 5 hari Aku berlari, tak ada lelah yang kurasa. Mungkin itu suatu keajaiban. Saat itu, keajaiban suadh tak dapat kuragukan lagi. Sampai akhirnya, ku lihat Dunia bagai neraka. Raja naga terlihat jelas di depan mataku. Selain naga buruk itu yang ku lihat, banyak sekali manusia yang menderita akibat naga buruk itu. Semua manusia di sana diperbudak olehnya, banyak yang di siksa olehnya. Mataku sudah tak tahan lagi melihat semua penderitaan itu, rasanya api di hatiku sudah mulai terbakar. Sudah tak ada lagi rasa takut di hati ini, keajaiban itu, telah menambah kekuatan pada hatiku.
Pedang Api ini, terlihat mulai memancarkan banyak api ke arah raja naga buruk itu. Namun, yang ku lihat hanya senyum licik dari mulut lebar naga yang sangat kubenci.
“Ha… ha… ha… apa yang kamu lakukan anak kecil?!” naga itu membuka mulutnya yang lebar, matanya terlihat begitu menyeramkan, namun tak dapat membuatku takut.
“Apa? Apa yang kulakukan? Lihat saja nanti! Akan kumusnahkan kau naga buruk rupa!” seruku. Cahaya mataku seakan memancarkan kobaran api semangat yang terus menguatkanku.
Aku memejamkan mataku, yakin akan ada keajaiban yang datang. Kuarahkan pedangku ke arah naga buruk rupa itu, kukuatkan hatiku dan terdengarlah suara ledakan yang sangat dahsyat. Sesaat setelah ledakan itu, Aku masih belum membuka mataku. Terasa badanku merasakan panas api yang sangat perih. Namun itu hanya sesaat, api itu tiba-tiba padam dan berubah menjadi angin sejuk yang damai.
Perlahan ku buka kelopak mataku, ku lihat Dunia telah kembali kini. Angin sejuk itu telah mengembalikan ketenangan di Dunia. Walaupun nyawa yang hilang itu tak dapat kembali, tapi ku lihat banyak senyum dan pelukan yang ada di depan mataku. Semua menjadi damai. Setelah cukup lama Aku menyaksikan kembalinya kedamaian dunia ini, Aku teringat Ayah. Aku berlari sekuat tenaga, untuk menghampiri Ayah yang telah menguatkan tekadku.
“Ayah!!!” teriakku keras ketika melihat tubuh Ayahku terbaring lemah tak bernyawa.
“Ayah… bangun Yah! Aku sudah berhasil Yah! Naga-naga itu telah musnah sekarang! Ayah, bangun!!!” teriakku keras. Aku tak dapat menahan air mataku. Air mata itu terus mengalir, membasahi pipiku. Cukup, Aku kehilangan orang yang kucintai. Tapi tolong, jangan ambil kedamaian dunia ini lagi! Aku membatin. Perlahan, Aku menghapus air mataku. Aku sadar, tak ada yang abadi di Dunia ini. Aku pun mengikhlaskan Ayah, keluarga dan sahabatku yang telah pergi. Sekarang, Aku berjanji, akan terus menjaga kedamaian dunia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar