Senin, 23 Maret 2015

The Grondey and The First Experience

Malam ini Darwin tak bisa tidur. Dia terus mengingat-ingat Profesor. Albert William – Kakeknya – yang kabarnya sakit parah. Dia sungguh tak bisa membayangkan jika Kakeknya itu meninggal. Karena memang umur Kakeknya sudah mencapai tujuh puluh tahun.
Dia masih terduduk di tempat tidur biasanya dan memandang beberapa temannya yang sedang bergulat dengan alam mimpinya. Dia melihat Edgar membuat lautan di bantalnya. Dia juga melihat Polly Marco sedang mengigau. Dia hanya mendengar beberapa bagian kata. Seperti, ‘Yeay, aku bisa terbang’. Karena memang benar, dia sangat buruk dalam hal menggunakan sapu terbang. Dan dia adalah murid paling jail bersama Bert Wilson. Tiap harinya mereka hanya bisa menjaili saja.
Darwin segera meloncat ke atas tepan tidurnya. Dia menelungkupkan tubuhnya dan mencoba tidur. Namun hasilnya sama saja. Dia tak bisa tidur. Pikirannya sedang kacau balau. Dia harus tenang dulu jika akan tidur.
Beberapa minggu yang lalu, Edgar bilang kalau dia adalah anak laki-laki paling baik yang pernah dia temui. Dia berbeda dengan Polly dan Bert yang kerjanya hanya menjaili Dustin George, si anak coklat. Pernah suatu hari, Polly dan Bert menyelipkan permen coklat meledak yang bisa meledak ketika kita kunyah. Entah darimana mereka mendapatkannya. Tapi yang pasti, Dustin merasa kaget dan hampir menangis. Tentu saja, apa yang akan kita rasakan jika memakan coklat dan meledak di mulut kita?
Edgar juga bilang bahwa Elizabeth adalah gadis terpintar yang dia temui. Dia – Elizabeth – juga adalah gadis paling cerewet dan sensitif di dunia. Berbeda dengan Samantha, dia gadis manis bermata hitam dengan rambut hitam sebahu. Samantha adalah gadis tercantik yang Edgar lihat. Itu hanya menurut Edgar.
Apalagi yang paling konyol, dia sering menyebut-nyebut Cole bersama Thom dan Jerry-nya. Dia selalu tertawa-tawa ketika melihat Cole dengan Thom dan Jerry di belakangnya yang sedang berdebat. Dia selalu tak bisa menahan tawanya. Walau kadang hal itu diketahui Cole.
“Arghh, aku tak bisa tidur!” geram Darwin. Sudah pukul 00.00, namun Darwin tak bisa tidur. Banyak sekali yang mengganggu pikirannya. Pertama soal Kakeknya, yang kedua soal sihir jahat yang terus saja mengganggunya. Dia benar-benar merasa tersiksa dengan dua hal itu.
01.00
Darwin sedikit tertidur. Dia sudah bisa lebih tenang dari sebelumnya. Tapi sihir jahat itu masih menggandrungi pikirannya. Dia terus merasakan sihir-sihir itu ada di mana-mana.
02.00
Darwin terbangun lagi dan tak bisa tertidur. Dia terus merasakan sentuhan-sentuhan jahat itu. Dia merasa begitu banyak sihir jahat yang ada di sekitarnya. Banyak, sangat banyak!
“Arghh, ini sangat mengganggu. Mengapa sihir hitam itu begitu banyak?” keluh Darwin sambil memegang kepala dan menggeleng-gelengkannya.
“K-kau, me-rasakan-nya la-gi?” ucap seorang gadis bersuara kecil cempreng sedikit tergagap. Darwin mengalihkan pandangan ke arah tangga.
“Elizabeth? Kau sudah bangun?” tanya Darwin.
“Aku memang sering bangun pukul segini. Tiap hari juga. Biasanya aku belajar, aku harus lebih pintar dan mengalahkan Cole. Kau sendiri mengapa belum tidur?” tanya Elizabeth. “eh, tadi kamu bilang sihir hitam ada di mana-mana. Bagaimana perasaanmu?” tanya Elizabeth lagi tanpa memberikan waktu Darwin untuk menjawab pertanyaan pertama.
“Rasanya sangat mengganggu.” Darwin berucap datar.
Dengan cepat Elizabeth langsung berlari lagi menuju kamarnya. Darwin mengerenyit melihat tingkah aneh dari Elizabeth. Dia memang aneh, sangat aneh.
Selang beberapa menit, Elizabeth datang lagi dengan membawa sebuah buku yang cukup tebal. Buku itu berjudul ‘Pengendalian Ilmu Ghaib’. Dia segera melemparkan bokongnya di samping Darwin yang tengah terduduk di kasurnya.
“Lihat ini. Halaman 204. Tentang Sleepy Life Body. Jika kita tak bisa mengendalikan ini kita bisa depresi dan akhirnya stres. Baca!” suruh Elizabeth pada Darwin. Darwin membelalak.
“Kau menakut-nakutiku?” tanya Darwin.
“Tidak! Kau harus bisa mengendalikannya.” tekan Elizabeth dengan menunjuk-nunjuk lembar buku di sana.
“Lalu bagaimana?”
“Terbiasalah!” ucapnya lalu menutup buku keras dan berlalu pergi ke kamarnya lagi.
“Huuaahhh! Kau tak bisa tidur Darwin?” Edgar tiba-tiba bangun dan menggosok-gosok matanya yang abu-abu. Dia duduk sambil sedikit menguap.
“Tadi siapa yang datang?” tanyanya lagi.
“Elizabeth.” ucap Darwin singkat.
“Dasar! Dia membangunkanku!” ucap Edgar dengan sedikit mendelik ke arah tangga.
“Sudahlah, dia memang seperti itu mungkin.”
“Tapi aku tak suka dia. Dia sepertinya menyukaiku.” ucap Edgar percaya diri.
“Asal kau tahu! Aku tak pernah menyukaimu!” sebuah suara dari atas masuk ke gendang telinga Edgar dan Darwin. Sudah pasti, itu adalah suara Elizabeth.
“H-h..” Edgar menahan tawa. Darwin hanya memamerkan giginya mendengar tingkah konyol Elizabeth.
“Sudah kubilang, dia menyukaiku.” bisik Edgar.

Matahari siang ini sangat menyengat. Apalagi sekarang harus belajar sapu terbang. Profesor. Lopez. Dia adalah guru perempuan paling galak yang pernah Darwin temui di Grondey. Hingga bulan keempat dia di Grondey, dia masih belum bisa memahami gurunya yang satu ini. Apalagi untuk Polly Marco, dia adalah salah satu anak yang paling menderita dalam pembelajaran ini. Tiap kali masuk pasti selalu menjadi bahan tertawaan anak-anak. Juga bahan untuk dimarahi Profesor. Lopez.
“Gila! Sekarang bagian pelajaran si tua Lopez itu! Pasti dia akan berkata begini ‘Aku sangat tidak suka pada murid yang tak mahir dalam pembelajaranku’.” ucap Polly dengan gaya khas Prof. Lopez. Dia memang benci padanya. And ai dia bisa melepas pelajaran yang satu ini. Pasti dia sangat bahagia.
Berbeda dengan Dustin. Dia adalah anak paling mahir bersapu.
“Sudahlah, Poll! Kau mungkin sudah keturunan tak mahir bersapu. Terima apa adanya!” Bert menenangkan Polly. Polly hanya menggeleng pasrah.
“Darwin, bagaimana dengan PR ramuan? Apakah kau sudah mengerjakannya?” tanya Edgar sambil berjalan ke lapangan.
“Darwin, aku sudah menyelesaikannya. Dua gulung perkamen, kau bisa menyalin punyaku.” ucap Elizabeth manis.
“Wah! Aku boleh?” tanya Edgar bahagia.
“Maaf Tn. Ferdinand, saya tidak berbicara dengan ANDA!” ucap Elizabeth sambil menaikan nada pada kalimat terakhir. Edgar membelalak.
“Dasar! Gadis bodoh! Dia pasti marah padaku. Awas saja, akan kudekati Samantha!” bisik Edgar.
Darwin hanya bisa menggeleng-geleng melihat tingkah aneh kedua sahabatnya.

“Baiklah, pelajaran ramuan selesai. Kalian boleh mengumpulkan PR kalian dan kembali ke hotel masing-masing.” ucap Profesor. Colin pada anak-anak.
Semua murid segera mengumpulkan PR masing-masing. Ketika Darwin hendak keluar, Profesor. Colin memanggilnya.
“Darwin, sini sebentar!” panggilnya. Darwin terhenti dan menuju meja Profesor. Colin.
“Ya, Anda perlu bantuan apa, Profesor?” tanya Darwin sopan.
“Aku hanya ingin memberitahukanmu. Jangan mudah dekat dengan seseorang. Nyawamu sedang terancam!” ucapnya dingin. Darwin terbelalak!

Darwin sendirian di kamarnya sambil memeluk lutut. Tubuhnya gemetaran. Dia sudah izin untuk tak masuk pelajaran Ramalan hari ini. Dia sakit, namun tak mau pergi ke Rumah Sakit. Badannya sedikit panas. Kata-kata Profesor. Colin sungguh berpengaruh besar padanya. Seakan-akan dia takut untuk kehilangan nyawanya. Dia benar-benar takut. Hanya beberapa kalimat yang terucap dari tenggorokan Profesor. Colin, namun akibatnya sungguh luar biasa untuk Darwin. Dia tak bisa membayangkan. Tak bisa! Bayang-bayang sihir jahat menghantui kepalanya. Begitu banyak hal yang membuatnya ingin pingsan.
“Aku akan makan banyak anak-anak?” tanya sebuah suara besar dan menggema.
“Ya! Kalian boleh makan sepuasnya!”
“Hhahaha!”
Terdengar suara hentakan kaki beribu-ribu makhluk. Darwin mulai menerawang, makhluk apa itu? Ketika dia semakin mendalami sentuhan itu, terlihat sekumpulan Goblin jahat yang akan memakan anak-anak Grondey. Ini tak bisa dibiarkan. Dia langsung membuka mata dan berlari menuju Aula Depan.
“Goblin akan menyerang kita! Kita harus waspada! Kita harus menutup seluruh pintu menuju Grondey! Menutupnya sekarang!” teriak Darwin di Aula Depan. Semua orang yang ada di sana menatap Darwin aneh.
“Sungguh! Aku tidak bohong! Para Goblin itu akan menyerang kita.” Darwin meyakinkan.
“Kau mungkin sakit, Darwin.” ucap Profesor. Robert yang baru selesai mengajar.
“Tidak, itu benar!” Darwin lebih meyakinkan.
“Ya, dia benar.” Elizabeth yang sedang ada di sana mendukungnya. Yeah, karena dia tahu bahwa Darwin benar-benar bisa merasakan sihir jahat.
“Tadi dia tak masuk ke kelasku. Dia sakit. Kau pasti mengigau, Darwin.”
“Tidak!” bentaknya.
“Dia benar Profesor, ya kan Profesor. Colin?” tanya Elizabeth. Colin diam. Darwin menatapnya.
“Dia benar,” ucap Colin ragu.
“Aku adalah guru Ramalan. Itu tak benar. Ayo Darwin, Elizabeth, kalian harus ke kamar.”
“Tapi Profesor…”
“Cepat, Darwin.”
Mereka berdua berjalan menuju kamar dengan murung. Elizabeth tahu Darwin benar. Tapi mengapa mereka tak percaya?
“Aku bisa merasakannya!” ucap Darwin ketika mereka sudah sampai di kamar.
“Aku tahu, mereka hanya tak tahu kau mempunyai kelebihan itu.” tenang Elizabeth.
‘Krekk!’
Pintu tiba-tiba saja terkunci dengan sendirinya. Elizabeth dan Darwin melotot kaget. Bagaimana jika mereka tak bisa keluar ketika para Goblin itu masuk? Sedangkan Edgar dan Samantha ada di luar. Juga anak-anak lainnya.
“Elizabeth, gawat! Kau harus mencari buku tentang Makhluk di Dunia Sihir. Tepatnya Goblin. Kita harus mencari cara untuk mengalahkan mereka! Harus!” ucap Darwin buru-buru. Dia tahu Elizabeth pandai. Dan dia tahu, pasti Elizabeth mengetahuinya.
“Aha! Yeah! Kau benar. Aku rasa aku punya bukunya.”
Elizabeth langsung berlari menuju kamarnya. Dia segera mencari-cari buku tentang Makhluk Dunia Sihir. Sementara Darwin memejamkan mata dan mencoba menyentuh makhluk itu. Mereka berada dua km di dalam Hutan Scarymus. Darwin membuka mata kembali. Tak lama Elizabeth sudah turun lagi dengan membawa buku. Dia segera mencari daftar tentang makhluk Goblin.
“Lihat, Garduck, Gilgor, Goblin. Ini dia, halaman seratus sepuluh.” Elizabeth membuka-buka lembar halaman.
“Goblin, makhluk kecil pemakan daging. Cara mengalahkan, emm… mana ya? Oh, ini. Cara menghancurkan Goblin yaitu dengan tanaman Kedilor. Ya ampun, kita harus keluar. Dan disertai dengan mantra ‘Ordinggo Goblin’.” ucap Elizabeth lancar dengan membaca dari buku.
“Bagaimana kita bisa mendapatkannya?” tanya Darwin.
“Harus keluar. Ke taman.”
‘Brakkk!’
Suara pintu asrama terdengar terbuka. Ketika mereka melihat ke depan sudah ada puluhan Goblin masuk ke sekolah. Elizabeth dan Darwin terbelalak. Apa yang harus mereka lakukan?
“Darwin bagaimana ini?” tanya Elizabeth sambil menahan air mata.
“Aku tak tahu. Coba saja cara lain.”
“Tak ada.” ucap Elizabeth.
Elizabeth mondar-mandir tak menentu. Dia tak tahu apa yang harus dia sendiri lakukan. Teriakan di luar sana membuatnya semakin tak karuan.
“Kita harus mendobrak pintunya! Harus Darwin!” ucap Elizabeth sambil memegang pundak Darwin.
“Ta-tapi, aku tak bisa.” ucap Darwin. Elizabeth mengambil tongkat sihirnya.
“Mari kita hancurkan benda ini dan keluar untuk menyelamatkan teman-teman kita.” ucap Elizabeth.
“Kau tahu mantranya?”
“Kalau tak salah, ya. Kita coba terlebih dahulu. Rolariddas!”
‘Brakkk!’
Pintu itu hancur. Elizabeth menoleh ke arah Darwin. Dia mengerlingnya, Darwin tersenyum. Mereka pun segera keluar dengan tongkat sihir mereka.
Dilihatnya seluruh sekolah berantakan. Anak-anak berlarian bersembunyi dan berteriak-teriak. Elizabeth dan Darwin segera berlari turun ke Aula Utama.
“Bagaimana kita mengalahkan mereka? Kita tak punya tanaman Kedilor.” tanya Darwin.
“Kita coba saja dengan mantra tadi. Semoga saja bisa mempan.”
“Mantra mana?” tanya Darwin.
“Rolariddas. Mantra itu untuk menghancurkan benda. Aku tak tahu apakah bisa atau tidak. Jika tidak, kita coba saja dengan Ordinggo Goblin.” ucap Elizabeth.
Mereka segera turun dan berhenti tepat di tangga terakhir. Semua murid dan guru yang ada di sana terhenti dan melihat Elizabeth dan Darwin.
“Kau pergi saja ke taman dan buat ramuan. Aku akan menyelesaikan semua ini.” bisik Darwin pada Elizabeth. Elizabeth mengangguk. Mereka segera berlari.
“Kyyaaaa! Ordinggo Goblin! Ordinggo Goblin!” ucap Darwin sambil mengacung-acungkan tongkat pada Goblin-Goblin.
Para Goblin itu langsung menatap ke arah Darwin dan akan menyerangnya.
“Ordinggo! Ordinggo Goblin!” ucapnya.
Namun sayang, Goblin itu tak sama sekali hancur dan hilang. Mereka menatap Darwin dengan mata bulat coklatnya. Darwin sedikit mundur dan ketakutan. Dia melihat ke arah belakangnya. Para murid-murid tampak gemetaran.
“Profesor. Colin, bantu aku!” teriaknya.
Profesor. Colin pun langsung berlari dan mengambil tongkat Darwin.
“Mari kita lakukan bersama. Kau pakai tongkat punyaku.” ucap Profesor. Colin.
Sementara di luar, Elizabeth dikejar-kejar oleh lima Goblin menuju taman. Dia salah, Ordinggo Goblin tak mempan untuk mengalahkan Goblin hanya dengan satu kali. Harus beberapa kali.
Dia terus berlari di kebun sambil mencari-cari tanaman yang bernama Kedilor. Dia lupa, dia takut salah dengan daun tanaman tersebut.
“Ordinggo Goblin!”
Profesor. Colin dan Darwin terus mencoba menghancurkan Goblin-Goblin jahat itu mereka terus mengacung-acungkan tongkat dan menghancurkan Goblin itu. Sampai pada mantra yang kesekian kalinya, mantra itu malah berbalik pada Darwin dan membuatnya terjengkal dengan dahi dan hidung berdarah.
“A-aww!” desisnya.
Seluruh murid Grondey terbelalak melihat Darwin terjatuh dan terlempar ke arah tembok.
“Kau baik-baik saja, Darwin?” tanya Profesor. Colin.
“Yeah, aku tak apa-apa.” ucapnya sambil mengambil kembali tongkatnya.
“Kau pakai punyamu lagi, ini! Kembalikan punyaku.” ucap Profesor. Colin. Darwin memegang kembali tongkatnya dan kembali mengucapkan mantra. Kedua kalinya dia gagal dan terseret kembali ke arah tembok.
“Darwin!” Edgar hendak membantu, namun Samantha mencegahnya.
“Jangan!” cegah Samantha.
Tak lama dari itu, seorang anak perempuan datang dan berucap “Ordinggo Goblin!”
‘Brakk! Duarr!’
Semuanya berubah gelap.

“Bagaimana keningmu Darwin?” tanya Elizabeth.
“Oh, Yeah. Itu sedikit membuatku sakit. Sekarang sudah lebih baik.” ucap Darwin.
“Aku sangat menyukai adegan saat kau mengacungkan tongkatmu dan berkata ‘Ordinggo Goblin!’.” puji Edgar.
“Aku tahu aku tak penting dalam peristiwa Goblin itu!” ucap Elizabeth sedikit mencibir.
“Tentu saja! Kau itu tak penting, BODOH!” ucap Edgar.
“Jika aku tak membuat ramuan itu, Darwin akan lebih terluka, dan kau juga akan dimakan Goblin!” ucap Elizabeth.
“Yeah, dia lebih berjasa, Edgar.”
“Teman-teman! Lihat! Kalian berdua ada di Grendoy Day – semacam koran -. Kalian ada di sini. Elizabeth dan Darwin.” ucap Samantha dari kejauhan sambil melambaikan koran itu.
“Lihat!”
“Penyelamat Asrama. Si Pandai Elizbeth dan Darwin.”
“Waw lihat! Mereka menyebutku pandai!” ucap Elizabeth.
Darwin tersenyum. Samantha terlihat sangat bahagia melihat kedua sahabatnya muncul di Grondey Day. Apalagi Edgar. Dia amat kagum.
“Waw! Lihat kalian berdua. Aku bersyukur mempunyai teman seperti kalian.”
Keempat anak itu pun berjalan menuju hotel dan kamarnya masing-masing. Kejadian sehari yang lalu tak akan pernah mereka lupakan. Apalagi penyelamat asrama baru kelas satu. Pasti hal itu akan menjadi yang pertama bagi mereka dan Grondey.
- SELESAI -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar