Senin, 23 Maret 2015

Demi Ibu

Hari libur yang cerah ini kuhabiskan untuk membantu Ibu di Restoran miliknya, Seasons Food. Restoran ini di beri nama seperti itu, karena di sini selalu mempunyai tema musim, seperti musim semi dan gugur. Tahun ini, Seasons Food bertema musim dingin, menu yang paling diutamakan adalah makanan dan minuman yang hangat. Restoran ini adalah peninggalan Almarhum Kakekku, beliau mewariskan Restoran ini kepada Ibu karena hanya Ibu adalah satu-satu anaknya yang pandai memasak. Seasons Food sudah berdiri hampir 15 tahun, namun, kualitasnya sangat terjamin dan tidak pernah berubah.
“Bu, ini pesanan meja nomor dua belas…” ujarku kepada Ibu yang sedang mengatur para karyawannya.
“Eh… iya Ibu lupa, terima kasih ya! Oh ya, kamu tidak lelah? kalau sudah lelah istirahat saja dulu, ya!” jawab Ibu yang segera mengalihkan pandangannya kepadaku.
“Tidak, Bu… Aku belum lelah. Aku kerja lagi ya! Pelanggannya sudah banyak yang datang…” seruku.
“Ya sudah kalau itu maumu,” jawab Ibu seraya tersenyum tipis dan segera melanjutkan pekerjaannya.
Aku segera menghampiri pelanggan yang baru masuk ke dalam Restoran, mereka adalah 4 orang remaja yang seumuran denganku.
“Selamat siang, ingin pesan apa?” sapaku.
“Hmmm… boleh kami lihat daftar menunya?” tanya salah seorang dari mereka.
“Tentu, silahkan…” jawabku yang segera memberikan dua buah buku menu.
Setelah mereka memesan makanan dan minuman yang mereka inginkan, salah sorang dari mereka bertanya kepadaku.
“Kamu… Gina, bukan?” tanya seseorang yang berambut panjang lurus, Aku memperhatikan wajahnya sejenak, kurasa Aku pernah bertemu dengannya.
“Hmmm… ya, Kamu…” ucapanku terhenti olehnya.
“Rena! Temanmu saat perlombaan memasak! Hebat ya kamu sudah bisa bekerja di restoran terkenal ini, kalau ada lowongan, mungkin Aku bisa masuk!” gumam Rena yang ternyata adalah temanku saat perlombaan memasak tahun lalu.
“Oh ya, Rena! Aku hampir saja lupa! Hmmm… mungkin, lebih enaknya kita bicara nanti ya, Aku ingin melanjutkan pekerjaanku dulu,” ujarku yang mulai ingat dengan Rena.
“Ya, tentu… silahkan,” jawab Rena. Aku tersenyum simpul ke arahnya dan langsung menuju dapur restoran. Sesampainya di sana, seperti biasa, Aku memberikan kertas yang berisi pesanan pelanggan kepada Ibu.
Setelah kurang lebih 30 menit Aku bekerja, Aku memutuskan untuk beristirahat sejenak di meja pelanggan yang kosong, berada di paling ujung restoran.
“Hai! Boleh kita lanjutkan perbincangan kita?” tanya seseorang dari belakangku. Aku menoleh, kulihat sosok Rena berdiri tegap di sana, Aku segera berdiri dan mempersilahkannya duduk.
“Kamu tidak bersama teman-temanmu?” tanyaku.
“Tidak… Aku ingin berbicara dulu denganmu,” jawab Rena mulai serius.
“Ingin bicara apa?” tanyaku. Rena pun segera menceritakan suatu hal yang ingin ia bicarakan denganku. Setelah Rena selesai berbicara, Aku baru tahu keinginannya, melamar kerja di sini.
“Jadi… kamu ingin bekerja di sini?” tanyaku mengulang pertanyaan Rena.
“Ya… jika sekarang belum ada lowongan, mungkin Aku bisa bekerja nanti,” jawab Rena seraya tersenyum.
“Hmmm… kalau begitu, tunggu sebentar di sini ya!” ujarku yang segera menuju dapur restoran.
Sesampainya di dapur, Aku segera menghampiri Ibu yang sedang menganggur.
“Bu, ada hal penting yang ingin Aku bicarakan,” ujaarku pada Ibu. Ibu pun mulai serius denganku, Aku segera menceritakan beberapa hal, mulai dari siapa Rena dan keinginannya bekerja di sini.
“Bagaimana, Bu? Apa dia boleh bekerja di sini? Setahuku, pengalamannya memasak cukup banyak…” tanyaku.
“Kalau Ibu… mengizinkannya untuk bekerja di sini, tetapi… dia harus terbiasa dengan pekerjaan di sini. Sangat melelahkan,” jawab Ibu. Aku berpikir sejenak, yang Aku tahu, Rena bukan orang yang pemalas dan giat bekerja, Aku pun mengangguk tanda setuju dengan ucapan Ibu. Setelah Aku mendapat izin dari Ibu, Aku segera kembali ke tempat Rena berada.
“Rena… kamu, boleh bekerja di sini, tetapi…” Aku menjelaskan satu per satu syarat agar Rena dapat bekerja di Seasons Food.
“Baiklah… Aku sanggup dengan semua syarat itu, jadi, mulai kapan Aku dapat bekerja di sini?” ujar Rena tak sabar.
“Lusa, kamu boleh bekerja di sini. Oh ya, kalau boleh tahu… apa alasan kamu sangat ingin bekerja di sini?” jawabku.
“Hmmm… Aku bekerja di sini karena ingin membantu Ibu berobat, ia sudah dua tahun mempunyai penyakit ginjal. Tadinya… Ibu ingin di operasi, namun biaya Aku tidak mempunyai uang untuk biaya operasi, Ayahku meninggal seminggu sebelum rencana Ibu di operasi…” jelas Rena. Aku cukup iba dengannya, namun, Aku berusaha untuk menenangkannya. Sejak saat itulah, Aku mulai lebih dekat lagi dengan Rena.
Sekarang adalah saat di mana Rena bekerja di Seasons Food. Ia memulai hari pertamanya dengan gerakannya yang gesit dan lincah, tidak terlihat letih sama sekali di wajahnya saat ia bekerja, senyuman manis selalu terlihat menghiasi wajahnya.
Sudah hampir satu bulan penuh Rena bekerja di Seasons Food, pekerjaannya sangat memuaskan. Hari ini, adalah hari di mana para pekerja menerima gaji mereka. Seluruh karyawan telah berbaris rapi untuk mendapat gaji yang selama ini mereka harapkan. Satu per satu karyawan telah mengambil jatah gaji mereka, sekarang adalah giliran Rena.
“Rena… ini gaji yang berhak kamu dapatkan, selama ini pekerjaanmu selalu memuaskan dan tidak mengecewakan. Oh ya, dan ini uang tambahan untukmu…” ujar Ibu.
“Uang tambahan? Oh… tidak usah Bu, saya kan sama seperti yang lainnya… sudah Bu tidak usah ya, Saya pamit pulang ya, Bu” jawab Rena yang segera menolak tawaran Ibu. Ibu hanya bisa tersenyum melihat Rena, begitu pula denganku.
Keesokkan harinya, Rena tidak masuk. Tidak biasanya ia bolos tanpa surat, dan… selama ini juga ia tidak pernah bolos. Aku yang sedikit cemas dengan ketidak hadiran Rena berusaha untuk tenang dan menunggu hari esok. Namun, besok dan dua minggu kemudian Rena tak kunjung hadir. Aku dan Ibu mulai khawatir dengannya, kami berdua pun memutuskan untuk pergi ke rumahnya sekarang. Sesaat sebelum kami pergi, datang sesosok wanita muda yang cantik, dia terlihat pucat, namun lincah.
“Selamat siang, betul anda Ibu Ira?” tanya orang itu.
“Ya benar, saya Ira… anda siapa ya?” jawab Ibu kembali bertanya.
“Hmmm… saya… saya… Hanna, Ibu dari Rena.” ujar orang itu, ternyata ia adalah Ibunya Rena. Karena merasa beliau adalah orang yang penting, Ibu segera mempersilahkannya untuk duduk, ia terlihat ingin membicarakan sesuatu.
“Bu… saya ingin menceritakan sesuatu tentang anak saya…” Ibu Rena menceritakan secara detail apa yang sebenarnya terjadi. Air mata mengalir di pipinya yang halus, Ibu juga merasa iba melihatnya.
Ternyata, Rena meninggal karena mendonorkan ginjalnya untuk Ibunya. Gaji pertama yang ia dapatkan, langsung ia gunakan untuk biaya operasi Ibunya. Awalnya, dokter melarang Rena mendonorkan ginjalnya kepada Ibunya karena ia masih terlalu muda. Namun, ia terus memaksa, sampai akhirnya, ia mendonorkan ginjalnya untuk Ibunya dan ia meninggal akibat kehabisan darah. Sang Ibu banyak bercerita tentang Rena yang ternyata tidak hanya bekerja di Seasons Food, ia juga bekerja sebagai kasir di salah satu super market.
Akhirnya, hari itu adalah hari di mana kenangan pengorbanan seorang Rena demi Ibunya berakhir. Kenangan itu kini hanya bisa di ingat dan dikenang, semua itu adalah kenangannya demi Ibunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar