Senin, 23 Maret 2015

Sahabat Yang Pertama

Jonathan, anak cowok baru. Tubuhnya tinggi, kulitnya putih, dan wajahnya tampan. Selain penampilannya yang keren, dia Juga berotak cerdas. Benar-benar cowok sempurna. Tak heran bila dia menjadi idola banyak teman cewek di sekolah.
Jonathan memang segalanya, tapi sayang dia cenderung pendiam. Kalau bicara hanya seperlunya saja. Ia tidak suka bergaul atau berkumpul dengan teman-teman cowok yang lainnya. Ia Juga tidak pernah mengikuti kegiatan yang diadakan di sekolah. Oleh karena itu, dia tidak mempunyai teman atau pun sahabat dekat di sekolah.
Jonathan datang ke sekolah hanya untuk belajar. Pulang sekolah dia langsung kabur entah kemana. Saat istirahat, dia hanya duduk di dalam kelas sambil membaca buku. Tidak ada istilah nongkrong di kantin sambil ngobrol dengan sesama teman. Palingan dia nongkrong di perpustakaan. Menurutku, orang yang tidak gaul seperti dia mestinya hidup di hutan saja…
Selama ini Jonathan memang selalu menjadi Juara pertama di kelas. Namun sayang, kepintarannya itu sepertinya membuat dia Jadi sombong dan suka meremehkan orang lain. Karena sikapnya itu, aku merasa tertantang untuk mengalahkannya.
Akhirnya, kesempatan itu datang ketika nilai ulangan matematikaku ternyata lebih tinggi dari Jonathan. Aku bersyukur karena Pak Abbas, guru matematika, membacakan nilai matematika di depan kelas, sehingga Jonathan mendengar bahwa nilai ulangan matematika ku lebih tinggi dari nilainya.
“Yunita sepuluh, Jonathan delapan!” ucap Pak Abbas.
Memang, itu pertama kali aku berhasil mengalahkan nilai Jonathan. Kulihat dia seperti tidak percaya kalau aku bisa mengalahkannya.
Hari itu aku benar-benar bahagia, karena bisa mengalahkan Jonathan. Aku merasa berada di atas angin.
Saat Jam istirahat, aku hendak keluar kelas, tak kusangka Jonathan menghampiriku sambil menjabat erat tangan ku.
“Selamat yaa, Mir! Ternyata otakmu boleh Juga!” katanya sambil tersenyum. Senyum manisnya memang bikin Jantungku berdebar-debar. Tapi, hatiku terlanjur panas mendengar perkataannya yang bernada meremehkan itu.
“Emang cuma kamu aja yang bisa mendapat nilai bagus!” kataku sewot.
“Hmm… aku harus terus bisa mengalahkannya,” tekadku dalam hati. Tadinya aku cuma mau membuktikan padanya kalau aku Juga bisa mendapat nilai ulangan yang tinggi. Tapi karena dia meremehkan kemampuanku, akhirnya aku Jadi merasa lebih tertantang lagi untuk terus mengalahkannya. Sejak itu, aku pun Jadi tambah giat belajar. aku tidak ingin nilai-nilai ulangan Jonathan lebih tinggi dari nilai ulanganku. Akhirnya, nilai-nilai ulangan kami Jadi saling bersaing. Kadang nilaiku lebih tinggi dari Jonathan, kadang nilai Jonathan lebih tinggi dari nilaiku. Dan sahabat-sahabatku, Martha, Hana, dan Grace ikut memberi semangat agar aku selalu bisa mengalahkan Jonathan.
“Kau harus bisa terus mengalahkan Jonathan, Yunita! Mengalahkan nilai-nilainya dan Juga mengalahkan kesombongannya!” kata Grace memberi semangat kepadaku.
“Ya, benar Grace. Jonathan memang harus tahu, kalau aku Juga bisa mengalahkannya,” kataku.
Kini, untuk menunjang nilai-nilai ku, aku ikut bimbingan belajar. Aku Juga menambah waktu belajar ku dan banyak membaca buku pengetahuan.
Setiap pagi, setelah bangun tidur, aku sempatkan diri untuk belajar sebentar. Lalu, malam hari, waktu belajar aku tambah satu Jam lagi. Aku sampai heran, aku yang tadinya sangat malas belajar, tidak pernah mempedulikan nilai-nilai ulangan yang kudapat, kini bisa berubah total. Ini semua gara-gara Jonathan, cowok bule yang sombong itu. Tapi kalau dipikir-pikir, sebenarnya aku harus berterima kasih kepada Jonathan, karena dialah yang telah membuat aku Jadi tambah giat belajar.
Saat kenaikan kelas pun tiba. Wali kelasku, Bapak Suryono, mengumumkan murid-murid yang menjadi Juara kelas.
“Anak-anak, Bapak akan mengumumkan siapa yang menjadi Juara kelas tahun ini. Kita mempunyai Juara kelas baru, yaitu… Yunita! Nilai rata-rata Yunita hanya terpaut satu angka dengan Juara kelas semester lalu, yaitu Jonathan. Jonathan Juara dua dan Renita Juara tiga. Yunita, Bapak salut padamu, nilai-nilai ulanganmu sekarang melesat sangat Jauh dibanding semester lalu. Bapak ucapkan selamat buat kalian bertiga, pertahankan prestasi kalian, ya!” pesan Pak Sur, disambut tepuk tangan meriah teman-teman sekelas.
“Hebat kau, Yun! Selamat yaa, kau bisa mengalahkan Jonathan,” ucap Grace sambil menyalamiku.
Aku pun sangat gembira dan tidak menyangka kalau akhirnya bisa mengalahkan Jonathan, si kutu buku itu.
“Selamat, Yun. aku mengakui kekalahanku. Kau memang hebat dan pantas menjadi Juara. Maafkan aku, kalau selama ini aku meremehkanmu,” kata Jonathan menyalamiku dengan tulus. Aku pun menyambut uluran tangannya dengan hangat.
“Eh… iya, Nat. Seharusnya, aku yang berterima kasih kepadamu, karena waktu itu aku merasa diremehkan, sehingga aku Jadi tertantang untuk bisa menyaingimu. Aku Jadi punya semangat belajar yang tinggi untuk membuktikan padamu kalau aku Juga mampu mendapatkan nilai-nilai sepertimu,” kataku.
“Ya, aku akui, meskipun aku punya kelebihan, tapi seharusnya aku tidak boleh sombong dan meremehkan orang lain. Ternyata benar kata orang bijak, di atas langit masih ada langit. Yunita, kau telah mengalahkan aku dan Juga mengalahkan kesombonganku,” kata Jonathan merendah sambil tersenyum manis.
“Jonathan, aku senang kamu sudah menyadari kesalahan mu. Mudah-mudahan kamu bisa mengubah sikapmu. Kamu harus bisa menjalin persahabatan dengan teman-teman yang lain, sehingga tidak terkesan sombong,” pesanku.
“Ya, kau benar. Tetapi… Yun, maukah kau yang pertama menjadi sahabatku?” tanya Jonathan sambil tersenyum dan menatap tajam wajahku.
“Hmm… eh… iya.. Nat! aku mau Jadi sahabatmu…” Jawabku agak gugup sambil membalas senyumanmu. Hatiku pun berbunga-bunga. Bayangkan, siapa sih yang tidak ingin menjadi sahabat bagi Jonathan yang tampan dan cerdas?
… TAMAT …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar