Kalau aku mengikuti angin, mungkinkah bisa bertemu. Aku
mengharapkannya. Sudah berhari-hari aku menelusuri sungai ini, tapi yang
aku lihat masih belum berubah. Hari sudah semakin terik, sejenak
istirahat untuk memulihkan staminaku.
Tak ada yang bisa kulakukan selain menikmati indahnya susunan
pepohonan dan semak-semak. Berhari-hari, aku tak bisa bilang bosan. Saat
malam tiba pun pepohonan yang pekat itu berubah warna menjadi lebih
gelap. Sinar kunang-kunang membuat mereka terlihat lebih ceria.
Dingin sekali malam ini, lebih dingin dari malam-malam sebelumnya.
Aku putuskan untuk berhenti dulu agar stamina dan suhu tubuhku tidak
termakan oleh angin malam yang mencekam ini. Kuselimuti diriku dengan
bulu tebal yang ada di seluruh tubuhku.
*SREK*
Tiba-tiba aku terbangun karena telingaku menangkap sesuatu yang harus
membuatku siaga. Dari kegelapan malam di antara pepohonan itu, aku
melihat sesuatu. Mata yang mirip denganku.
“Hm, aneh sekali bisa menemukan makhluk sepertimu di sini,” gerammya sambil sedikit mengintimidasi.
“Apa maksudmu?” Jawabku.
“Kami tinggal di daratan tinggi di sana dan coba lihat, bagaimana
mungkin aku menemukanmu? Sepertinya kau berjalan dari tempat yang jauh,”
Curiganya.
“Ya, aku berjalan cukup jauh,” jawabku membuatnya lebih heran.
Dia terlihat sedikit kesal dan bingung. Dia terlihat berbeda dariku.
Bulunya berwarna coklat keemasan dan putih di bawahnya. Pejantan yang
sudah cukup dewasa menurutku.
Sepertinya dia tak ingin berlama-lama di sini. Setidaknya aku juga
perlu istirahat sebentar lagi. Dia pun berbalik dan memasuki hutan malam
itu lagi. Sampai akhirnya si kuning bulat panas yang agung kembali ke
tahtanya.
Sebenarnya aku tidak tahu harus kemana. Aku hanya mengharapkan
sesuatu dari sungai yang aku ikuti ini. Ternyata harapanku lumayan
terjawab, buktinya aku telah menemukan sebangsaku yang mengatakan kalau
kawanannya ada di dataran tinggi di sana. Mungkinkah aku mengikuti angin
saja.
Tak berapa lama kemudian, aku mendengar lagi langkah kaki yang sama dengan langkah yang membangunkanku kemarin.
“Hei, si bulu aneh!” Sapanya, “Bagaimana kalau ku antar kau ke kawananku, aku sudah selesai dengan urusanku, nih.”
“Ya, boleh saja,” ujarku sedikit senang.
Jalurnya tidak cukup berubah, tinggal menyusuri aliran sungai ini,
kemudian nanti terlihat jalur-jalur telapak kaki yang perlu diikuti
sampai masuk kembali ke dalam hutan.
Perjalanan masih cukup jauh, katanya. Semua berjalan dengan tenang
dan damai sampai instingku membisikkan sesuatu. Hidungkupun
merasakannya, mungkin dia juga. Baunya tidak asing bagiku. Entah mengapa
aku langsung berlari ke arah bau itu. Teman seperjalananku mengikuti
gerakkanku.
Ya, tidak salah lagi, tubuh dingin itu cukup sering ku lihat, orang
mati. Seram sekali musuh orang ini, tubuhnya di robek-robek sampai
terlihat organ dalamnya, tangannya tak bisa kutemukan, wajahnya juga
banyak bekas cakaran. Selain itu di sekitar mayat itu berbaring,
terlihat banyak bekas goresan. Dari bekas cakar yang bisa di pohon,
mungkin lawannya adalah beruang. Satu lagi, aku pernah melihat benda
lonjong yang berserakan di samping mayat itu, kalau tidak salah dapat
membunuh hewan dari jarak yang cukup jauh. Mungkin itu alasan si beruang
menyerang.
Aku mengikuti bau beruang yang samar-samar, temanku juga mengikuti.
Tidak jauh, aku melihat bayangan hitam besar, tentu saja, itu si
beruang. Ternyata tidak cuma seekor bayangan, dua bayangan kecil nampak
pula.
*DEG*
Sial! Tekanan ini, beruang besar itu mengetahui keberadaan kami.
Entah kenapa keempat kakiku terasa berat sementara beruang itu melompat
ganas ke arah kami.
*DOR*
Apa? Apa itu? Beruang yang hampir menerkam kami tiba-tiba terkapar.
Terkanan tadi tiba-tiba hilang. Aku memperhatikan. Keadaan dua bayangan
beruang kecil tadi dalam kondisi yang sama dengan bayangan besar yang
ada di hadapan kami. Tidak, bayangan kecil di sana sudah lama di sana..
“Kenapa kau tidak langsung lari mendengar sesuatu yang berbahaya
seperti itu? Entah kenapa aku terbawa dengan aksimu,” kata temanku
bingung.
“Aku tidak begitu merasa terancam,” tenangku.
“Benarkah?” Herannya.
*DOR*
Sesuatu baru saja lewat di depan mataku. Aku bisa melihat benda itu
berasal jauh sekali dari arah kiriku. Kemudian aku lari ke balik pohon
untuk berlindung dari benda yang sama.
Saat aku sudah di balik pohon, ternyata aku melewatkan sesuatu. Aku
ceroboh. Tidak ada yang bisa kulakukan lagi. Benda yang merobohkan
beruang dan melewati mataku itu mengenai teman seperjalananku. Sial.
Apa yang harus kulakukan. Darahku tiba-tiba meluap, tapi kemudian
tenang kembali. Perjalananku harus kulanjutkan. Aku tak ingin
meninggalkan teman seperjalananku. Kupikir di sana ada teman-temannya
yang sedang menunggu.
Aku kembali menyusuri jejak yang kami tinggalkan. Jalan sudah mulai
menanjak. Mungkin hampir sampai, hidung dan instingku berkata begitu.
Cukup lelah karena aku juga membawa temanku. Dari balik pohon dan
beberapa tanah yang cembung keluar makhluk yang warnanya mirip dengan
temanku. Semuanya terlihat terkejut melihatku, tapi kebingungan dengan
temanku yang masih kuseret. Satu dari mereka, sepertinya pemimpin
mereka, mendekatiku. Dia lalu menendus-endus temanku yang kuletakkan di
depannya. Tiba-tiba raut wajahnya berubah, marah dan takut, sepertinya
aku mengerti emosi itu. Tentu saja, yang bisa kubawa hanya tubuh dan
darah ini saja. Mungkin yang kuperbuat salah. Mungkin aku dapat melihat
pemandangan yang di lihat beruang tadi. Cuma mungkin, semua kemungkinan
itu kubuat agar aku lebih tenang menghadapi keadaan ini.
Sepertinya sekarang aku cukup memutar badanku kemudian melangkahkan
kakiku. Kembali mengikuti angin. Ya, itu membuatku sedikit lebih tenang.
Aku menyusuri pepohonan lagi kembali ke alur sungai yang sudah
menemaniku beberapa hari ini.
Aku pun sudah berada di daerah aliran sungai dan sepertinya aku bukan
yang pertama. Aku melihat beberapa orang sedang beristirahat di pinggir
sungai. Saat menyadari jarakku yang tidak begitu jauh dari mereka,
tiba-tiba benda lonjong yang berlubang di tengahnya langsung mereka
pegang dan mengarahkannya kepadaku. Aku sudah bersiaga dari tadi.
Beberapa saat kami terdiam mencari waktu yang tepat untuk menyerang.
Salah satu dari mereka bergerak, sedikit maju kemudian menggerakkan jari
telunjuk seperti menekan sesuatu..
*DOR*
Cih, sesuatu yang keluar dari benda panjang itu menyerempet salah
satu mataku. Aku langsung melompat dan berusaha menggapai salah satu
dari mereka, sialnya gerakkanku tak secepat benda panjang itu.
*DOR DOR DOR*
Untunglah tidak ada yang melukaiku cukup serius. Aku masih bisa
berdiri sementara mereka memasukkan sesuatu ke benda panjang itu. Aku
langsung menerkan salah satu dari mereka. Aku ternyata tidak begitu
cepat sampai ada yang memukulku, cukup untuk membuatku terlempar ke
sungai. Sudah kuduga, aku ikuti angin saja. Arus sungainya cukup deras
untuk menyeretku kabur dari mereka. Aku, tak bisa lagi menahan
kelelahanku, mataku sudah bosan melihat sungai ini, kemudian tertutup
*JDUG*
Ah! Benturan itu membuatku terbangun. Entah sudah berapa lama mataku tertutup.
“Hei, Eric! Bagaimana perjalananmu?” Tiba-tiba seekor makhluk yang mirip denganku menyapaku.
“Oh! Kau, tidak seberapa, ku pikir aku melakukan kesalahan,” Jawabku, “Bagaimana kau bisa ada di sini?”
“Aha, tidak-tidak, aku tidak ada di sini.”
“Oh… ya, tentu saja, sudahlah, aku belum bisa bertemu denganmu.”
“Aku tahu, sudah ya!” Bayangan makhluk itu pun pelan-pelan menghilang
dan memperlihatkan pemandangan yang begitu asing bagiku. Tentu saja,
aku terdampar setelah di seret aliran sungai beberapa waktu yang lalu.
Aah, aku tak ingin menyesal. Sekarang aku bisa kembali mengikuti
angin. Menuju ke sebuah tempat yang kuinginkan. Ya, tempat dimana aku
bisa duduk bersantai dahulu, tolonglah, aku sudah lelah.
“Ah, sudahlah, mengikuti angin ternyata tidak seburuk pikiranku,” tenangku dalam senyap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar