Senin, 23 Maret 2015

I’m is Reporter

Sikap angkuhnya begitu ketus, namun kulayangkan senyum lebar ke arahnya, dengan memalingakn muka dia meniggalkanku. Tentu ini sudah menjadi resiko menjadi seorang wartawan yang terus memburu berita, sampai berurusan dengan pengadilan karena dituduh telah menggagu privasi. Tak di sangka sebagai wartawan lepas, Firman akan merasakan pahitnya penjara. Berburu berita adalah keahliannya, bagai elang yang terus mengejar mangsa, tak akan lepas dalam pelupuk mata.
Bang Firman panggilan teman-temannya, tinggi seratus tujuh puluh centimeter, badan kurus, sering memakai celana safari, perangainya sungguh sopan dan ramah. Bekerja sebagai seorang wartawan lepas, tak terikat namun apa yang di angkat benar-benar orang terpikat. Saat orang tak berani mengungkapkan pendapat, Ia maju dengan tulisannya yang membuat para koruptor menjadi panas dibuatnya.
Hari itu di mana kejadian malapetaka datang, sang elang berita tertangkap basah ketika sedang memburu seorang pejabat yang di tuduh telah melakukan korupsi, bersembunyi di balik pepohonan rindang, ternyata tak membuat dirinya aman.
“Sudahlah Bang, hentikan semua ini” Bujuk Candra adik Firman sebelum persidangan dimulai.
“Kau tak mengerti Dra, bagaimana perasaan Abangmu ini sebagai wartawan” Dengan raut wajah serius Firman menjawab.
“Apanya yang wartawan, Abang hanya mengantarkan nyawamu Bang” Timpal Indra emosi.
“Sudahlah Dra, jaga adik-adik di rumah, ya? Ingat jangan sampai Kau dibuntuti pulang nanti” Dengan memegang pundak, sambil membisikan pada telinga.
Langkah kakinya begitu yakin, Ia tak pernah gentar melawan sebuah ketidak adilan. Tidak ada yang tidak Ia takuti, selain Maha pemilik jiwa.
***
Palu pun diketuk tiga kali, keputusan Hakim sudah tidak dapat diganggu gugat, namun dengan wajah tersenyum Firman keluar dari ruang pengadilan. Ia di hukum enam bulan penjara. Pejabat itu tertawa melihatnya masuk kedalam mobil tahanan, Firman tetap tersenyum membuat raut muka Pejabat itu keheranan.
“Jadi adik-adik Dra, jangan sampai mereka tahu rumah kita, aku tak mau membahayakan kalian karena tindakanku” Dalam hati Firman ketika menuju perjalanan ke penjara.
Lembaga Permasyarakatan Cipinang adalah penjara yang akan Ia tempati, sebuah penjara kelas I di Jakarta. Ia menyadari ada sebuah skinario besar dalam pemenjaraannya di LP Cipinang, akan ada sebuah kejadian luar biasa yang akan Ia hadapi. Masuk dengan tangan masih di borgol, di kawal oleh dua orang sipir di kanan dan kiri dengan pentungan hitam dipingganganya, wajah mereka sungguh tidak bersahabat.
“Ayo cepat masuk!” Dengan suara tegas sipir itu memasukan Firman dalam sel.
Bola matanya melirik mengawasi setiap sudut sel yang akan Ia tempati selama enam bulan. Tiba-tiba seseorang langsung menghampirinya.
“Napi baru ya, kenalin nama Gua Garda” Dengan nada sedikit seram Ia menyulurkan tangannya.
“Firman” Langsung menyambut tangan Garda.
“Baru kali ini sipir penjara, menyatukan Gua dengan seseorang”
“Apa baru kali ini!”
“Ya, Baru kali ini!!”
“Kalau boleh tahu kejahatan apa yang telah Abang lakukan?” Heran Firman
“Membunuh orang” Dengan santai Garda menjawab.
Firman hanya terdiam saat mendengar jawaban Garda, pikirannya melayang kemana-mana, memikirkan maksud sipir tadi menyatukan selnya dengan seorang pembunuh.
“Hey…” Tepuk Garda, “Tenang saja itu hanya masa laluku Man” Kali ini Garda tersenyum.
Mereka berdua saling berbincang–bincang, Garda sudah hampir satu tahun tidak mengobrol dengan seseorang. Ia sungguh senang ketika ada orang yang tidak takut mengobrol dengannya, badannya yang tinggi dan besar, membuat orang–orang menjauhi dirinya, apalagi dengan penjara yang jauh dari yang lain. Mereka mengobrol sangat lama, Sekali–kali tawa lebar keluar terbahak-bahak.
“Jadi apa yang membuat Lu dipenjara Man?” Tanya Garda
“Hmm… berurusan dengan pejabat, dengan tuduhan yang tak masuk akal karena menggagu privasinya” Dengan santai Firman menjawab.
“Lu wartawan yang hebat Man, bisa membuat pejabat ngirim Lu sampai ke penjara” Dengan kagum Garda memuji.
“Ya, begitulah” Senyum Firman.
***
Udara malam semakin dingin menguliti kulit, tidur beralaskan tikar dibawah remang–remang lampu pijar. Terbayang wajah adik-adiknya yang masih sekolah, dengan harapan agar mereka baik-baik saja dirumah. Malam ini Ia tak bisa tidur sama sekali, tak terasa azan shubuh berkumandang, para sipir penjara membuka sel-sel yang berjajar rapi yang didiami oleh para napi.
Dengan mata yang masih mengantuk Firman berjalan menyusuri lorong penjara yang begitu gelap, namun tiba-tiba dari belakang…
“Ah…” Baju Firman sudah berlimbah darah, Firman tersungkur kebawah.
“Man… Firman” Garda mengahampiri Firman, Ia langsung mengangkat tubuhnya dan berlari-lari tak karuan.
“Awas… minggir-minggir… minggir” Para napi terlihat keheranan, Garda dengan nafas terengah-engah langsung membawa Firman ke klinik kesehatan yang ada dipenjara. Wajah Firman semakin pucat, darah terus mengalir dipunggungnya, Ia belum juga ditangani secara serius oleh suster yang ada dipenjara. Tubuhnya semakin dingin, seakan sudah waktunya Ia akan mati sekarang.
Ternyata Allah belum menakdirkannya untuk mati sekarang, seorang suster baik hati datang langsung menyelamatkannya, suster Ani namanya. Firman akhirnya selamat walaupun harus kehilangan banyak darah. Wajahnya masih sangat pucat, badan yang begitu lemas tak bertenaga, namun tak ada satupun sipir penjara yang mempedulikannya, mereka masih bekerja seperti biasa, mereka mungkin mengira bahwa Firman akan mati.
“Ini ga boleh dibiarin Man” Emosi Garda.
“Sudahlah Bang, kita tak bisa berbuat apa-apa, semua sudah terencana oleh pejabat yang mengirimku kesini”
Garda keluar dengan emosi, Ia tak bisa menahan amarahnya, ingin sekali menemukan siapa pelakunya. Sedangkan Firman masih terbaring, tubuhnya masih lemas tak bertenaga dalam sudut ruangan hanya ditemani lampu remang-remang.
Seorang sipir tiba-tiba masuk…
“Kamu masih hidup rupanya Firman” Dengan nada ketus dan sombong, “Kau tahu siapa yang telah melakukannya? Makanya jangan macam-macam lah, hiduplah dengan tenang Firman. Ingat sekali lagi kau melakukannya, nyawamu akan hilang” Sipir itu pergi dengan langkah sombongnya, seperti orang sok kuasa.
Firman tak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa berbaring dan merenungi apa yang harus ia perbuat, hanya terlitas dalam pikirannya “Semoga adikku baik-baik saja di luar sana”.
****
“Apa si Firman itu masih hidup” Emosi sang pejabat, “Goblok… kalian ini bisa kerja nggak” sesekali menghisap cerutu di tangannya.
“Ta… tapi Ia kayanya sudah kapok Bos”
“Apa Kau berani jamin Hah? Kalian Aku bayar buat menghabisi si sialan Firman itu… goblok”
Kedua anak buahnya dimarahi habis-habisan, muka pejabat itu benar-benar merah padam mendengar laporan dari anak buahnya.
Disudut penjara Firman merenung seorang diri, hanya ditemani riuhnya suara gaduh dari luar, para napi yang sedang asik bermain bola kesana kemari. Tak banyak hal yang Ia perbuat, hanya duduk sendiri, memikirkan apa yang akan terjadi seterusnya dalam penjara ini. Punggungnya masih terasa sakit, sesekali mengeluarkan darah ketika Ia bergerak terlalu berlebihan.
“Sudahlah Man, Ayo kita main di luar, supaya kau lebih Fresh” Bujuk Garda.
“Aku tak mau ada di keramaian Bang, Abang tahukan nyawaku sedang terancam? Sudah beberapa hari ini Aku terus berfikir tentang hal itu”
“Ingatlah Man, Kau jangan takut ataupun ciut melawan para pejabat yang korup, mana dirimu yang dulu Firman? Yang gagah berani, hingga pejabat pun kalang kabut dan menjebloskanmu ke penjara”
Waktu semakin cepat berlalu, enam bulan sudah Firman berada di Penjara.
“Makasi Bang, sudah waktunya Aku menghirup udara bebas, sudah bosan Aku di sini menjadi babu-babu para sipir penjara, yang tak kenal waktu menyuruhku melakukan hal-hal yang begitu menjijikan dalam hidupku” Pamit Firman kepada Garda.
“Ingatlah Man, Nyawa di ujung tombak pun sudah kau rasakan, jangan Kau mundur Man”
Firman melangkah dengan yakinnya keluar dari dalam penjara, tersenyum ketika banyak para napi yang melihatnya, “Selamat tinggal penjara, tunggulah para koruptor, Aku tak akan berhenti melawan kalian” dalam hati Firman. Sesampainya diluar penjara, mobil sedan putih menghentikan langkahnya.
“Silahkan masuk” Sopir membukakan pintu untuknya, layaknya seorang Bos. Ia pun masuk.
“Firman… Firman, apa kabar? Perkanalkan namaku…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar