Dan, starting with kunci nada. Satu minggu untuk menghafal dan
menghayati dengan story lagu dari sang empunya. Setelah pembubaran kelas
hari ini, aku mulai mendekati Farhan. Hanya untuk sekedar bertukar
cerita mengapa ia menyukai lagu tersebut.
“Mas Farhan” tegur ku perlahan. Setelah aku mencarinya berkeliling
rumah. “Mau sharing boleh?” tanyaku. Ia tetap tak bergeming dan tetap
kaku. “Han!” barulah ia menoleh ke arahku. Aku duduk tepat di
sampingnya. “Lagi mikir apa?”
“Aku nyesel ikut kontes ini, Nit.”
“ha? La.. eh. Kok gitu?”
“Pacarku mau nikah.” Mataku memicing.
“Nikah? bagus donk, sukses dari sini kamu bisa langsung nikah sama pacarmu kan.” Aku menabrakkan bahuku padanya.
“Nikahnya gak sama aku!” aku bengong mendengarnya. Oh, pantes dia suka lagu ini. “Udah, lupain aja. Kamu tadi mau sharing apa?”
“lagu favoritmu. kalau kamu gak keberatan.”
Hingga tibalah hari Sabtu. Tepat pukul 7 malam nanti kami akan show
kembali. Dengan konsep yang telah ditentukan dan dipelajari, gladi
bersih berlangsung aman. Satu persatu finalis mulai dirias sesuai
pembawaaannya kali ini. Hatiku semakin berdebar. Lagu ini sungguh
berarti untuk Farhan. Difikir-fikir sepertinya juga cerita yang sama
seperti mas Arifin. Yaaah, aku berada sejauh ini kira-kira mas Arifin
lihat aku di tivi gak sih? Andai aku bisa menang challenge yang waktu
itu. Pasti aku akan telfon mas Arif. Ibu. Bapak, Riri apalagi. Rasanya
aku sudah ingin segera pulang.
Kami telah siap dengan segala riasan. Dan penuh keyakinan. Opening
pun dimulai dan lancar seperti biasanya. Sebagai pembuka kami
menyanyikan lagu theme song KONTES DANGDUT SEMILYAR bersama. Pandanganku
terpaku pada satu blok penonton di sudut ruangan. Dengan spanduk yang
tergelar panjang WE LOVE NITA! ah, aku sudah memiliki penggemar agaknya.
Sebagai penampil pertama Farhan terlihat kurang fokus dengan lagunya.
Mungkin karena beban itu. Sekembalinya ia ke backstage aku menyodorkan
minuman dingin untuknya. Ia menolak. Aku tersenyum sinis. Tapi
bagaimanapun juga aku harus tetap konsetrasi juga dengan laguku nanti.
Tiba saatnya aku bernyanyi. “Kali ini tiba giliran Nita yang dapet
lagu favoritnya Farhan. Embp… akan seperti apa jadinya? mari kita
saksikan bersama. NIIITAAA” lighting panggung mulai berubah dramatis.
Aku berjalan mendekat kearah properti.. bunyi suling yang khas membuat
bulu kuduku merinding. Aku mulai membawa diriku masuk ke dalam lagu. Aku
terduduk di miniatur bus. Dan seolah-olah sedang berada dalam keramaian
halte.
“Yank… ini aku… kekasihmu yang daahuluu
yank, ini akuuu janganlah engkau raguuu u u
yank, tentu kamuuu masih ingat suaraku
yank, tentu kamu tak luupa kepadakuu
yank. Saaayank…
Bukankah telah kita rencanakan hari pesta perkawinan
tentunya, telah engkau persiapkan, tuk menyambut aaku dataang
hatikuuu tak sabar lagiii ingin segera berjumpa
betapaa bahagia nanti, saat bersanding berduaaa”
Aku menunduk sebentar sembari mengucapkan terimakasih. Kulihat
beberapa penonton yang berjarak cukup dekat dengan panggung sempat
menyeka airmata mereka. Aku sangat berharap agar kesan lagu ini
tersampaikan. Para juri mengomentari penampilanku. “Memuaskan. Sukses
menguras airmata yang lagi galau ya Nit.” Goda Syaiful jamil.
Malam semakin larut. Kini giliran Devi sebagai penutup acara kali ini. Membawakan lagu favoritku, Terguncang-Yunita Ababil.
“pernahkah kau memikirkan, saat aku kau tinggalkan
tersiksanya jiwa badan. Hampa tanpa pegangan
memililh tuk berpisah, demi ooorang ke tigaa
pernahkau yakinkan aku berharap tuk kembali
bara neraka kau beri tak mungkiiin kujaamah lagii
pernahkah kau memikirkan saat aku kaauu tinggalkan…”
Aku turut berdendang dari balik panggung. Meliuk-liukkan badan
“…hilag kebiasaan, merias wajah diri
selera rasa pun sirna. Pahit di lidah
di dalam kegalauan kucoba tuk bersabar
siang malam ku berdo’a mohon pada-Nya
Tuuhan bimbinglah aku
agarslalu di jalanmu. Kuatkanlah imanku
dan tabahkanlah hatiku…
pernahkah kau memikirkan,
saaat aakuuu u u u u kaaau tingggalkaan”
Hingga tiba saat pengumuman siapa yang harus pulang. Kami bertujuh
berpegangan tangn dengan sangat erat. “Farhan… Ira… dan juga Lukman.
Kalian berada di 3 terendah untuk malam ini. yang lain silahkan merapat
kembali.” Ujar Kak Dwiki sebagai pembawa acara. Kami berempat hanya
sedikit menjauh dari mereka. Jujur dalam hati, Filingku mengatakan bahwa
Farhan yang akan pulang jika seperti tadi. Tapi yang lain mengatakan
Ira yang pulang. Tya juga berkata Ira lah yang akan pulang.
“Daan… yang pulang kali ini adalah… Lukman maaf, bukan kamu
orangnya.” Lukman buru-buru bersalaman dengan 2 karibnya. Dan bergabung
dengan kami. Sedikit janggal kala Farhan menggegam tangan Ira sebegitu
eratnya. “Sekali lagi, ini adalah hasil polling sms dari pemirsa di
rumah… Ira. Maaf kamu yang pulang malam ini.” saat kami berlima mendekat
ke arahnya, Farhan menjabat lagi tangan Ira. Dan itu membuat jantungku
kembali berdegup.
Hari-hari berikutnya semakin santer terdengar kedekatanku dengan
Farhan. Rasanya aku juga semakin nyaman berada dekat dengannya. Usianya
yang tak beda jauh jauh, malah hampir sama, dengan mas Arif membuatku
merasa memiliki mas Arif kedua disini. Kali ini kak Lia berkata bahwa
sesion duet. Seperti biasa. Pencarian pasangan duet juga melalui
fishball. Tapi yang mengambil hanya pihak temen-temen cowok. Kami
perempuan hanya bisa membantu do’a agar sesuai dengan harapan.
Aku juga tak ada obrolan yang spesifik dengan Farhan. Tapi aku sangat
berharap bisa berduet dengannya. “Okta ft Tya.” Kata kak Lia setelah
Okta mengambil kertas ajaib. “Lukman ft. Devi… berarti” kak Lia menahan
tawa. Begitu pun aku juga merasa bahagia. Akhirnya kesampaean. “Setelah
memilih pasangan duet pasti kalian harus punya lagu.”
fishball pun dikeluarkan. Berisi sterofoam dan mungkin ada kertas ajaib.
“Jadi aturannya, sesi minggu depan adalah 2 kali tampil. Solo dan duet.
Sekarang, silahkan pilih lagu duet dulu.. yang mau ambil terserah. Mau
cewek apa cowok. Yuuk”
Tya yang mengambil kertas ajaib itu. “Malam Terakhir bang” kata Tya
kepada Okta. Mereka tos dan saling tersenyum. Kemudian Devi, “cincin
kawin. Ihihih” Devi tersenyum geli ke arah kami. “kamu yang ngambil ta?”
tanyaku pada Farhan. Tapi ia hanya menggeleng. Akhirnya aku berjalan
menuju fishball, dan mengambil kertas ajaib. Aku memandang sekeliling,
judul apapun yang keluar aku harus menghayati. Mendadak aku lesu jika
ternyata Farhan tak bersemangat bila berduet denganku. Kuambil dengan
malas sebuah kertas ajaib, kubuka gulugannya “Hujan Malam Minggu, kak”
aku memandang kak Lia.
Akhirnya kami latihan vocal dan penentuan konsep. Namun Farhan tetap
dingin padaku. Aku sudah berusaha agar chemistry antara kami terbangun.
Namun hasilnya nihil. Lagu solo yang aku pilih juga bergenre ngebeat.
“dapet lagu apa Nit?”
“Oh, kak Lukman.” Kak Lukman memang jarang berbicara tak hanya denganku.
Dengan yang lain pun demikian. Dia 2 tahun lebih tua dariku “Tamu Malam
Minggu, kak. Kamu?”
“sama. Beat juga, Mabok duit…” hening sesaat. “..kayaknya emang dibikin ngebeat deh sesion mingggu depan.” Aku mengangguk.
“Hayo!!” Tya tiba-tiba menghambur ke arahku. “Bahas tentang lagu ya? aku gak ditanya?”
Lukman ngakak. Akhirnya ditanyalah dan Tya menjawab dengan lirik lagu
“Aku bukan pengemis cintaaa bila diputuskan cinta. Dari sang kekasih.”
“Malah nyanyi…” kata Devi yang mendadak turut hadir. Ia membawa
semangkuk mie kuah dan ditawarkan kepada kami. Alhasil, mangkuk yang
semula penuh hanya tinggal sedikit untuknya. “Farhan kenapa itu, Nit?”
Tanyanya sambil melihat ke arah Farhan yang terlihat sedang menyepi di
musholla.
“awas lo. Bisa bikin mood juga ngedrop” kata lukman. Aku mengangguk dan
tersenyum masam. “kayaknya kalian deket. Emang kamu gak diceritain
masalahnya dia, nit?” sekali ngomong ternyata Lukman ini orangnya kepo.
Oh, berarti yang tau cuman aku?. aku hanya menggeleng dan berlalu pergi,
menghambur ke kamar. Dan. Tidur.
Sabtu yang penuh tanda tanya pun akhirnya tiba. Aku dan Farhan
sebagai penampil pertama dalam duet kali ini. Gladi bersih yang kami
lakukan terbilang lancar. Farhan masih ingin bersaing disini. Lagu Hujan
Malam Minggu berhasil kami lantunkan dengan apik. Sebelumnya Farhan
sudah berdamai dengan hatinya. Ia Ikhlas, dan kami juga sudah bersenda
gurau.
Hujan di malam minggu aku tak datang padamu
bukan aku tak mau, sayang hujan di malam minggu,
bukan aku tak mau, sayang hujan di malam minggu
Tanjung katung airnya biru pantai jernih indah lautnya
terkatung katung menunggu nunggu aku bercermin untuk siapa?
terkatung katung menunggu nunggu aku menyanyi lagu merana
Karena gagal berjumpa di malam itu, selanjutnya kami bertemu di malam
berikutnya. Cerita dan properti seolah-olah kami sedang mengobrol di
teras depan rumah.
Aku menunggu sampai jam satu namun kau tak datang juga
mana janjimu mana sumpahmu yang selalu kau ucapkan dulu
Katanya gunung akan kau daki lautan luas engkau sebrangi
tapi mengapa karena hujan saja engaku takut dan batalkan janji
aku telah berjanji berjumpa di malam itu
Tai kau tak datang sayang hujan di malam minggu
tapi aku tak datang sayang hujan di malam minggu
Selesai bernyanyi kami tersenyum bangga. Hingga tiba saat para juri
mengomentari penampilan kami. “Bagus. Suaranya Farhan nyampe dan bisa
balance sama suara Nita ya. Tapi koreksi buat Nita, memang dasarnya
susah ya nyanyi agak beat?” aku mengangguk malu “..iya, jadi kadang
terdengar kalau suaranya belum maksimal banget. Udah si itu aja ya
cantik.” Aku mengangguk lagi,
“Kostumnya oke. Selaras sama semua komponen panggungnya. Nita juga
kelihatan nyanyi tanpa beban. Farhan juga kayak udah real gituya.. bener
gak si Ful?”
“He’emb. Mereka lucu banget. Kompak. Kayak udah kejadian beneran
bakal apelnya.” Ujar Syaiful Jamil “Apalagi waktu adegan lirik-lirikan
yang pura-pura ngambek, greget gitu deh. Geregetan jadinya geregetan”
“Oh, jangan sembarangan kalau mau deketin Nita, Han.” Timpal Kak Dwiki
“Ini, Keluarganya Nita dateng jauh-jauh dari Surabaya. Izin dulu kamu”
Tiba-tiba lampu sorot menyorot para penonton. Dari situlah mulai
terlihat Ibu, Bapak, dan Riri. Aku melambai-lambai. Mataku mencari-cari.
Kali aja mas Arif turut serta. “Nah, gimana Han?” aku masih belum paham
dengan maksud semuanya. “kita lihat ft berikut ini”
“Sesion duet kali ini seharusnya ga berat. Karena suaraku dan
pasangan duet aku sesuai lah. Tapi yang bikin berat itu, kalau udah
kebawa perasaan hati. Suka beneran sesama finalis itu kadang bikin gak
konsen kalau lagi coaching klinik. Suka mendadak blank aja. Makanya aku
rada ngejauh dari dia. Grogi aja”
Aku sedikit terkejut. Aku memandang Farhan sejenak. Dan kami tersipu.
“Cie… cieee…Tapi. Kamu harus izin Han,” Farhan menengadakan jempolnya
“ke kakak tercintanya Nita.” Aku makin melongo. Tiba-tiba saja Mas
Arifin telah berjalan mendekat dari arah belakang panggung. Kembali,
Airmataku sudah menggenang di pelupuk mata. Mas Arifin mendekapku, dan
aku sudah sesenggukan di pelukannya. Penonton bertepuk tangan dengan
bangganya. Aku berdiri di tengah-tengah 2 priaku. “Sapa ini, Nit?” tanya
kak Dwiki menunjuk mas Arifin.
“Masku. Kakakku.” Kak Dwiki kemudian memintaku bercerita tentang storyku
dengan mas Arifin. Aku menceritakannya dengan gamblang. Hingga yang
lain juga mulai masuk ke dalam ceritaku. Malam itu menjadi malam yang
tak terlupakan untukku. Terlebih karena Farhan mengungkapkan perasaannya
padaku, namun kami setuju hanya saling suka dan belum menjadikan
hubungan ini pacaran. Kami masi ingin mengejar mimpi-mimpi kami. Dan
juga karena malam ini tanpa eliminasi peserta. Dan… Mas Arifin sudah
mengizinkan aku menjadi artis dengan jaminan Riri. Mereka Jadian 4 bulan
setelah keberangkatanku ke Jakarta.
“Kurasa ini akal-akalanmu untuk menjauhkan aku dari masku kan?…
hahaha. Aku sudah feeling sebenernya… oke. langgeng ya… sip. Awas, masku
moody… Tunggu aku pulang. Baru kalian bisa serius.” Aku mendapatkan
surprise sekali lagi. Bisa menelpon 2 orang kerabat. Kugunakan untuk
menelfon Riri dan Ibu. Mas ku tidak. Karena sampai akhir acara semalam
kami mengobrol di backstage.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar