Rabu, 18 Maret 2015

Keikhlasan Hati Amir

Glkkglkkk.. “Uhhh leganya..” dalam benak amir. Melepas hausnya dengan air dari keran masjid…
Hari ini dia berjalan menyusuri jembatan gantung itu, di bawah teriknya matahari yang begitu menyengat siang itu, ya hanya inilah yang bisa dia lakukan untuk menyambung hidupnya dan adik-adiknya..
Dikaisnya lembar demi lembar tumpukkan sampah kertas itu..
“Ya Robb… huft, kenapa tak ada satu pun yang bisa kuambil… dan ku bawa pulang”, pikirnya.
Tapi dia terus berjalan tanpa menyerah, yang ada di benaknya hanyalah bagaimana caranya agar adik-adiknya tak kelaparan malam ini.
Piiimmm… suara klakson mobil yang mengejutkan amir saat itu.
“heyyy… loe punya mata nggak sih?!”, teriak orang dalam mobil itu.
“maaf mas, maaf…”, jawab amir, yang saat itu memang sedang melamun.
Mobil itu melaju dengan kencang, meninggalkan bayangan pedih dalam hati amir, dia selalu bermimpi bisa jadi orang kaya, agar adik-adiknya tak kelaparan lagi, dan mereka bisa bersekolah. Ya hanya itu keinginan terbesar amir..
“kak amir pulang… yeyeye..”, teriak adik-adiknya dari kejauhan..
Amir memandangi adiknya dengan pandangan yang begitu sakit, dia sedih karena hari ini dia tak bisa membawakan makanan enak untuk mereka..
“ini kita makan dulu, maaf ya kakak gak dapat banyak uang hari ini, jadi kita makan nasi bungkus aja hari ini, tapi kakak janji Insyaallah kalau besok kakak dapat uang banyak, kita beli ayam goreng”, jawab Amir menyemangati adik-adiknya.
Mereka pun makan dengan lahapnya walau harus berbagai tetapi mereka terlihat begitu menikmati makanan mereka malam itu.
Pagi ini Amir bertemu dengan seorang pengemis dia membawa anaknya, dilihatnya, diperhatikannya mereka.. nampak dari jauh bapak tua itu sedang mengolesi obat merah pada kaki anaknya yang sudah terbalut kain perban tebal..
Dalam hati amir berfikir, “apalah sebenarnya yang mereka lakukan, kalau memang luka, kenapa di perban dulu baru diberi obat merah?”, tanya Amir dalam hati..
Dia semakin penasaran, didekatinya bapak tua itu, rasa takutnya tak menyurutkan niatnya untuk tau, lalu dia bertanya pada orang itu..
“pak, kaki anak bapak kenapa? Apakah dia habis kecelakaan”, tanya amir pura-pura tak paham.
“bukan urusan kamu!! kami melakukan ini agar itu orang-orang dipinggir jalan sana kasihan pada kami… dengan seperti ini kan mereka pasti iba melihatnya, terus kaleng kami ini penuh dengan uang-uang untuk kami makan!”, jawab bapak itu ketus, lalu mereka berlalu meninggalkan amir.
“Ya Tuhan, ternyata mereka memilih membohongi orang-orang hanya demi sesuap nasi.. apakah ini yang Ingin Engkau tunjukan padaku..?”, gumam amir dalam hati.
Amir dan adik-adiknya memang salah 1 dari sekian banyak anak-anak yang kurang beruntung di tengah kejamnya ibukota.
Tapi dia tak pernah berfikir sekalipun untuk mencari uang dan memberi makan adik-adiknya dengan cara hina seperti itu… Dia hanya bisa mengelus dada, mendengar jawaban bapak tua tadi, dia terus berharap dia tak kan pernah jadi seperti itu…
Dia pullang seperti biasanya, hari ini dia cukup membawa uang bayak hasil dia memulung hari ini… dan akhirnya dia bisa menepati janjinya tempo hari pada adik-adiknya, ya.. ayam goreng..
Dia percepat jalannya, tak sabar ingin melihat senyum ceria di muka adik-adiknya..
“Andi, dina, kakak pulang.. coba nih tebak kakak bawa apa..”. katanya girang.
Tapi tiba-tiba raut wajah itu berubah menjadi begitu cemas saat dia melihat adiknya Dina terbaring lemas di tempat tidur…
“Andi, dyna kenapa, kenapa wajahnya pucat seperti ini, kenapa dia panas juga?”, tanya Amir semakin khawatir.
“Andi gak tau kak, tadi tiba-tiba dek dina bilang kepalanya pusing..”, jawab andi menangis.
Amir bingung saat itu, dia bingung harus berbuat apa, kalau harus ke dokter pasti biayanya mahal, sedangkan di kantongnya hanya ada uang 5 ribu.
Akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke warung membeli obat demam untuk dyna. Panas Dina sedikit menurun malam itu, dia pun bisa tertidur lelap…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar