Rabu, 11 Maret 2015

KAU PEMBUNUH SAHABATKU


Hari ini aku ada janji sama Hendri. Aku dan Hendri mau pergi ke rumah sakit. Mau cek ke dokter, apa benar Hendri ini punya penyakit jantung. Oh iya, namaku Irama Nandya GC, biasa dipanggil Rara. Rumahku berdekatan dengan Hendri. Kami sudah bersahabat dari kecil, dari SD, sampai sekarang kami menginjak kelas 3 SMP yang sebentar lagi mau Ujian Nasional. Em, mandi sudah, makan siang sudah, saatnya ke taman untuk bertemu Hendri yang daritadi sudah menunggu di sana.
Di Taman
“Hai!” sapaku. “Hey Ra, kita langsung ke depan aja ya. Tunggu angkutan umum lewat. Okey?” ajaknya. “Sipp!” aku menyetujuinya. Hendri hanya menceritakan gejala penyakit jantungnya padaku. Dia belum menceritakan ke orang tuanya. Dia takut orang tuanya kecewa, sedih lalu membencinya. Secara keturunan, keluarga Hendri memang tidak ada yang punya penyakit jantung. Semoga aja, Hendri memang tidak punya penyakit itu. Amiin.
Kau Pembunuh Sahabatku
Kami pun naik angkutan umum yang akan menuju ke Rumah sakit.“Ra, aku deg-deg an” kata Hendri. “Tenang my bestfriend, aku yakin kamu tidak apa-apa. Cemungut eaaa. Hehee” jawabku, yang mencoba menyemangatinya. Hendri hanya tersenyum padaku. “Saudara Hendri, silakan” panggil dokter. Hendri pun masuk ke ruangan dokter, untuk diperiksa. Aku di sini akan selalu berada di sampingmu. Aku sayang sama kamu, aku di sini mendo’akan kamu. Aku mendo’akan yang terbaik untukmu. Semoga Tuhan mendengar do’aku.
Setelah beberapa menit kemudian, Hendri keluar. Membawa sebuah amplop, dengan wajah yang terlihat pasrah. Dia berjalan mendekatiku, “Ndri, dokter bilang apa?” tanyaku. Hendri terdiam, dia menyerahkan amplop itu padaku, lalu Ia pergi meninggalkanku, Ia berlari menjauh dariku. Aku berada dalam kebingungan yang mendalam. Apa aku akan mengejar Hendri atau aku……. Ah, sebenarnya aku penasaran, apa isi amplop ini. Aku buka perlahan lahan, aku mencoba untuk tetap berpikir positif. Aku mengambil kertas yang berada dalam amplop, dan membacanya.
Aku terduduk lemas. Tapi aku mencoba berdiri, dan berjalan perlahan untuk keluar dari rumah sakit ini. Sedih rasanya, ketika mendengar orang yang kita sayang, punya penyakit. Ya, itu yang aku rasakan saat ini. Semua ini buat aku terkejut. Orang sebaik dan seceria Hendri menderita penyakit jantung. Apalagi sudah parah. Aku gak tahu, sekarang harus berbuat apa. Yang aku pikirin sekarang, di mana aku dapat bertemu dengan Hendri? Dia menghilang begitu saja, semoga dia bisa ikhlas menerima semua ini.
Dari jauh, aku melihat seorang laki-laki sedang duduk menyendiri. Yea, itu Hendri. Aku mempercepat langkahku, dan mendekati Hendri. Aku mencoba duduk disampingnya. Keheningan terjadi diantara kami. Aku gak tahu harus bicara apa pada Hendri. “Ndri…”sapaku. “Satu pesanku padamu, jangan pernah menyerah menghadapi kenyataan hidup. Ada aku, aku akan jadi teman terbaikmu sampai maut memisahkan kita” jelasku. “Jika aku yang dipanggil oleh Tuhan terlebih dahulu, kamu janji ya sama aku, tak akan menghianati persahabatan kita?” Tanya Hendri. “Jangan bicara seperti itu ah, iya aku janji. Kamu bisa pegang janji aku” kataku. “mana janjinya? Katanya mau aku pegang?” Tanya Hendri usil. Hahaha, di tempat itu kami tertawa bersama, tertawa lepas.
Keesokan harinya
Sms masuk dari Hendri ‘good morning!’. Aku balas ‘morning too! Hari ini kamu istirahat dulu, jangan masuk ke sekolah ya’. Aku tunggu ,2 menit, 3 menit. Hendri gak balas pesanku, aku khawatir mungkin pulsanya habis apa ya? Haha, sudahlah. Oh iya, aku dan Hendri beda sekolah. Sekolah aku jauh sekali dari sekolah Hendri. Dulu aku dan Hendri memang SD nya bareng. Tapi, setelah kami lulus, kami punya tantangan. Dan tantangannya itu, bersekolah di SMP yang gak sama.
Hari ini aku merasa ada yang aneh dengan perasaanku. Ada apa gerangan? Aku agak kurang semangat pagi ini. Sesampainya di sekolah, aku masuk kelas. Tapi, setelah istirahat pertama aku pergi ke UKS. Badan aku lemes, gak kuat. Aku tiduran di sana. Aku benar benar gak enak badan, rasanya separuh nyawaku hilang :-o. Bu Guru mengajakku untuk pulang, karena aku terlihat sangat pucat. Aku menyetujuinya.
Di Rumah
Aku segera memasuki kamar, aku berbaring di kasur. Aku tertidur lelap. Satu jam kemudian, aku bangun. Aku melihat ke handphoneku. Aku baca pesan dari Shinta. “Ra, sekarang Hendri di RS Jaya Kusuma. Cepat kmu kemari!”. Rumah sakit? Ya Tuhan, what happened? Semoga gak terjadi apa-apa sama Hendri.
Di Rumah Sakit
Aku menghampiri Shinta yang sedang duduk di ruang tunggu. “Kenapa ini bisa terjadi sama Hendri, Shin?” tanyaku gugup. “Em, Hendri ikut pelajaran olahraga Ra. Waktu dia lari lari, dia terjatuh sambil memegang dadanya. Akhirnya langsung dibawa ke sini”, jelas Shinta. “Oh iya aku lupa, hari Senin dia kan olahraga. Padahal tadi pagi aku sudah sms dia, jangan berangkat ke Sekolah dulu. Ceroboh sekali dia”, sambungku. “Hendri lagi sakit ya Ra? Sakit apa?” tanya Shinta. “Dia, dia sa…” belum selesai aku menjawab Shinta, Dokter keluar dari kamarnya Hendri. “Saya ingin bicara dengan kerabat terdekatnya Hendri” kata dokter. “Saya Dok” sambungku. “Mari ikut saya, Nak” ajak Dokter.
Beberapa menit kemudian, di Kamar Hendri
Kubuka pintu kamarnya perlahan, mencoba untuk tetap tegar. Aku duduk di kursi dekat tempat tidur Hendri. Kasihan Hendri terbaring lemah, Ya Tuhan aku gak ingin kehilangan teman sejatiku ini. Lindungi dia selalu dalam lindungan terbaik-Mu. Jangan pisahkan kami, satukanlah kami agar menjadi sahabat yang sempurna untuk selamanya dan sembuhkanlah Hendri dari segala penyakit. Amiin.
Keluarga Hendri sudah tau kalau dia punya penyakit jantung. Sementara ini mereka pulang, jadi aku di sini yang menjaga Hendri. Suatu keajaiban, Hendri bangun. Dia membuka matanya perlahan. Mencoba melihat disekitarnya dan mengingat ingat yang terjadi padanya. “Ra, makasih ya. Kamu adalah orang yang paling berharga dalam hidup aku setelah keluargaku” ucapnya. “Iya, sama sama. Aku beruntung punya sahabat yang tegar seperti kamu. Aku ingin kamu bisa sembuh, dan …… Hendri! Kamu kenapa? Hendri !!” aku melihat Hendri kesakitan. Aku khawatir, Ya Tuhan. “Dokter! Suster!” teriakku.
Andai aku tahu, kemarin sore itu percakapan aku dan Hendri untuk yang terakhir kalinya. Ya, Tuhan berkehendak lain, Hendri sudah tiada di dunia ini. Memang, umur seseorang gak ada yang tau, kecuali Allah. Dan, teman terdekat kita adalah kematian. Siapa pun orang di dunia ini, harus menghadapi yang namanya kematian. Berani di dunia, berani juga untuk di akhirat. Semoga Hendri bahagia di sisi-Mu Tuhan dan semoga keluarga serta kerabatnya yang ditinggal, bisa tabah. Amin . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar