Apa yang ku berikan untuk mama untuk mama tersayang tak ku miliki
sesuatu berharga untuk mama tercinta hanya ini ku nyanyi kan senandung
dari hati ku untuk mama hanya sebuah lagu sederhana lagu cinta ku untuk
mama
Ku nyanyikan lagu ini dengan sepenuh hati jari jemari ku sudah sangat
ahli memainkannya, 2 hari lagi adalah hari yang aku tunggu selama ini
yaitu lomba menyanyi sambil bermain piano, sudah jauh-jauh hari aku
mempersiapkannya mudah-mudahan di lomba ini aku bisa membawa pulang
piala dan ku persembahkan untuk ibu, amin
“Fanny” panggil wanita tua separuh baya yaitu ibu ku
“Iya ibu ada apa?” Sahut ku
“Sejak dari tadi ibu perhatikan kau berlatih terus apa kau tidak lelah?
Istirahat lah sebentar nak ibu tidak mau kau sakit” nasihat ibu kepadaku
“Tidak ibu fanny tidak lelah fanny senang melakukan ini, fanny gak sabar
deh bu menanti hari dimana yang fanny tunggu-tunggu fanny ingin membawa
pulang piala dan ku persembahkan untuk ibu, doa’in fanny yah bu agar
fanny bisa menang” ucap ku meyakini ibu dengan perasaan ceria
“Ya sudahlah jika itu mau mu, ibu akan selalu mendoakan mu” ucap ibu lalu langsung memeluk tubuh mungil fanny
“Fanny sayang ibu” membalas pelukan sang ibu dan ibu hanya terdiam dan tersenyum tipis
Dan kenapa tiba-tiba penyakit ibu kambuh lagi ibu selalu saja batuk
dan batuknya mengeluarkan darah, sebenarnya ibu sudah lama mengidap
penyankit kanker paru-paru tapi ibu masih sangat kuat melawan penyakit
ini aku tidak mau kedua kalinya harus kehilangan seseorang yang aku
sayangi setelah ayah, ayah pergi meninggalkan kami berdua saat aku
berumur 5 tahun ayah meninggal karena kecelakaan maka dari itu aku tidak
mau kehilangan ibu.
“Ya allah ibu! Ibu tak apa? Apa ibu sudah minum obat?” Tanya ku dengan perasaan cemas
“Tidak ibu tak apa ibu sudah minum obat” jawaban ibu cukup melegakan hatiku
“Ya allah cabut lah penyakit ini dari ibu aku tidak kuat melihat kondisi
ibu semakin lama semakin lemah, aku sayang ibu ya allah aku gak mau
kehilangan ibu” ucap batin ku meminta
2 hari telah berlalu hari dimana yang aku tunggu telah datang ini
saatnya aku unjuk ke bolehan di depan mata orang banyak dan tak lupa ibu
datang tuk mensupport ku ibu datang bersama bi inah pembantu yang sudah
kami anggap sebagai keluarga, semua peserta berjumlah 50 dan aku
mendapat urutan ke 19 nomor yang bagus sungguh sangat hebat dan keren
peserta-pesertanya tapi aku tidak boleh kalah dari mereka.
Kini waktunya giliran ku tuk maju, ku bernanyi dan bermain piano
sungguh menjiwai seolah-olah ini nyata ku persembah kan untuk ibu, dan
tak kusangka semua orang kagum melihat ku mereka semua bertepuk kepada
ku aku pun senang senyum tipis ibu terlihat bangga kepadaku. Di tengah
acara ku lihat wajah ibu memucat makin lama pucat disertai batuk yang
tidak enak didengar aku tak tega melihat kondisi ibu sesekali ku tanya
“APA IBU TAK APA?” Ibu menjawab “tak apa” melegakan hati ku, tapi tak
lama tiba-tiba tubuh ibu jatuh pingsan tak berdaya cepat-cepat ku
panggil ambulan. Tak lama ambulance datang ku tinggalkan acara ini demi
mengantarkan ibu ke rumah sakit, saat di perjalanan ibu sempat sadar
“F-a-n-n-y kenapa kau disini?” Tanya ibu lemah diserati batuk
“Aku ingin menemani ibu aku tidak peduli dengan lomba itu” ucap ku tegas
berderailah ait mata ku yang tak kuasa melihat kondisi ibu
“Pergilah nak bawa pulang piala itu untuk ibu bukan kah kau sudah janji!”
Perkataan ibu mengingatkan sesuatu aku teringat dengan ucapan ku aku
harus membawa pulang piala itu dan ku persembahkan untuk ibu IYA HARUS!
Aku menuruti perintah ibu aku turun dari ambulan dan berlari menuju
perlombaan itu!, Tak lama kini saatnya pembacaan pemenang lomba sungguh
membuat ku tegang dan rasa khawatir dengan kondisi ibu, dan tak ku
sangka panitia perlombaan itu menyebut namaku sebagai pemenang sungguh
tak bisa dibayangkan persaan ku saat ini bersyukur kepada allah tak
henti-hentinya semua orang mengucapkan selamat kepada ku tapi aku
teringat akan soal kondisi ibu. Tanpa membuang-buang waktu aku berpamit
kepada panitia untuk pulang lebih awal dan panitia menizinkan secepat
kilat aku menuju rumah sakit dan mencari keberadaan bi inah, tak lama
kudapati bi inah sedang duduk di ruang tunggu mungkin sedang menunggu
dokter keluar memeriksa ibu tapi dugaan ku salah bi inah menagis
terisak-isak membuat ku khawatir.
“Bi ibu mana?” Tanyaku pada bibi tapi bibi hanya terdiam dan menagis
“Ibu mana bi?” Desak ku
Bi inah memandang ku penuh berderaian air mata
“Ibu non” ucap bibi dengan air mata yang masih berjatuhan
“Iya ibu mana?” Tanya ku sekali lagi
“Ibu Me-ning-gal!, dan sekarang ibu di ruang mayat”
Sungguh tak percaya apa yang ku dengar ini gemetar tubuh ku tak
terkendali, langsung ku berlari ke ruang mayat sambil membawa piala.
Sampai di sana ku buka kain kafan yang menutupi seseorang mayat dan saat
ku buka ternyata benar mayat ini mayat ibu.
“Ibu!!! Ibu kenapa tinggalin fanny? Lihat ini fanny udah bawa pulang
piala yang udah janjiin ke ibu tapi ibu kenapa tinggalin fanny? Ibu
bangun dong! Bangun ibu bangun!!! Ya allah kenapa secepat ini kau ambil
ibu ku? Aku tidak punya siapa-siapa lagi! Sekarang aku yatim piatu,
kenapa ya allah? Kenapa??”
Air mata semakin deras berjatuhan disertai suara isakkan ku yang keras tak terkontrol aku belum bisa menerima kenyataan ini.
—
Semua orang sudah pergi tinggal aku yang berada di kuburan ayah sama
ibu, kuburan ayah sama ibu bersampingan dan aku duduk di tengah
“Ibu fanny taruh pialanya disini ya dekat nisan ibu, fanny kan udah
janji piala itu untuk ibu, fanny juga janji gak akan nangis lagi dan
akan selalu doain ayah sama ibu mudah-mudahan ayah sama ibu bahagia
disana” Ucap ku terbata-bata mencoba kuat dan menahan air mata ini
Ku lihat bayangan ayah sama ibu berpakaian serba putih dan cahaya
yang sangat terang sekali sampai silau mataku melihatnya mereka
tersenyum kepadaku dan melambaikan tangan
“Ayah ibu?” Seru ku dan bayangan putih itu pergi entah kemana
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar