FAJAR DI MUHARRAM
Dentang jam menunjukkan pukul 12 malam, tapi Zein masih saja belum bisa tidur, padahal besok ia harus bangun pagi untuk mempersiapkan wisudanya, ia kuliah di Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang mengambil fakultas Pendidikan Bahasa Arab, setelah menjadi alumni Pesantren Al-Islah membuatnya gila dengan Sastra Arab, ia sering membuat artikel-artikel berbahasa arab, kemudian ia kirimkan ke majalah-majalah islami atau ia publikasikan di kampusnya, banyak teman-temannya yang mengagumi keindahan bahasanya. ia masih saja tak percaya jika besok itu adalah waktunya memegang toga wisuda, 4 tahun keaktifannya dalam kampus ia rasakan begitu cepat. Tak heran jika waktu memang terasa cepat, karena Zein termasuk mahasiswa paling aktif di kampusnya, berbagai organisasi ia ikuti dengan semangat, baginya waktu kosong akan menghancurkan impiannya karena Zein adalah salah satu mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dari Rektor UIN Maliki karena berbagai prestasi yang ia sabet di setiap semester.
Dentang jam menunjukkan pukul 12 malam, tapi Zein masih saja belum bisa tidur, padahal besok ia harus bangun pagi untuk mempersiapkan wisudanya, ia kuliah di Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang mengambil fakultas Pendidikan Bahasa Arab, setelah menjadi alumni Pesantren Al-Islah membuatnya gila dengan Sastra Arab, ia sering membuat artikel-artikel berbahasa arab, kemudian ia kirimkan ke majalah-majalah islami atau ia publikasikan di kampusnya, banyak teman-temannya yang mengagumi keindahan bahasanya. ia masih saja tak percaya jika besok itu adalah waktunya memegang toga wisuda, 4 tahun keaktifannya dalam kampus ia rasakan begitu cepat. Tak heran jika waktu memang terasa cepat, karena Zein termasuk mahasiswa paling aktif di kampusnya, berbagai organisasi ia ikuti dengan semangat, baginya waktu kosong akan menghancurkan impiannya karena Zein adalah salah satu mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dari Rektor UIN Maliki karena berbagai prestasi yang ia sabet di setiap semester.
Fajar di Muharram - Cerpen Persahabatan |
Album-album yang berisi gambar kenangan selama ia menjadi mahasiswa di
Universitas ia tatap dengan imajinasi bayangannya, ia serasa berpisah
dengan kenangannya tersebut, kali itu juga ia teringat dengan agendanya,
sebuah pena membuatnya menoreh sejarah baru untuk menuliskan planingnya
setelah wisuda besok, di barisan kertas itu tertulis ia ingin
menyempurnakan separuh dien-nya, entah saja, planning ini terasa seperti
angin malam yang Tuhan kirimkan di tengah malam itu. Rahmat ataukah
sekedar bayangannya saja, Zein masih bingung kenapa ia menorehkan
keinginannya tersebut di agendanya, padahal selama ia kuliah tak satu
mahasiswipun yang mencuri hatinya. Lamunannya itu membuatnya terlelap
dalam tidurnya.
Zein terbangun ketika jarum jam memberi tahunya di sepertiga malam telah tiba, ia tahu inilah saatnya ia bermunajat kepada Rabbnya, menangis di peraduannya dengan sejuta kelemahan ia memohon ampun atas segala kesalahan yang ia nodakan di hidupnya, harapnya adalah bidadari yang setia menemani perjuangan dalam hidupnya, yang menjadikannya bertambah cinta kepada Pemilik Cinta, semua do'anya terangkum sudah dalam lembaran sajadahnya, ia pupuk keyakinan bahwa Rabbnya Maha Tahu atas asa hamba-Nya.
Setelah Zein munajatkan keinginannya kepada Sang Maha Cinta, ia tulis pada lembaran putih "di Fajar ini aku menunggumu Bidadariku". Kemudian setelah dua rakaat subuh ia sempurnakan, ia mulai menata hati untuk menghadapi wisudanya, ia harus lulus dengan predikat cum-laude, sebagai hadiah kepada kedua orang tuanya yang selalu menjadi penyemangat kuliahnya.
"Zein…..ayah dan ibu sudah siap, ayo kita sarapan dulu nak, "
"Iya, sebentar bu, Zein masih merapikan pakaian"
"Zein…..ayah dan ibu ingin bertanya padamu, apakah kamu sudah ada rencana untuk menikah?, kamu kan sudah lulus nak,"
Ia terhenyak dengan pertanyaan ibunya, serasa Allah baru saja mengirim malaikatNya untuk memberi kabar ibunya bahwa sang anak sedang merajut harapan menyempurnakan separuh agama, ia bingung bagaimana ia menjawab pertanyaan tersebut, tapi lisannya seperti dililit oleh keyakinan do'anya, tiba-tiba saja ia melontarkan pernyataan yang sudah ia tanam dalam hatinya.
"Iya bu, pak, saya ingin mengikuti sunnah nabi tentunya, menikah merupakan kesempurnaan dalam ibadah, tunggu saja bu, Allah masih merancang pertemuanku dengan bidadari yang telah dipersiapkan untukku"
"Baiklah nak, ibu dan bapak yakin engkau akan diberi bidadari yang setia berjuang bersamamu, kami selalu menyertaimu dengan do'a ".
"Aminn…"
Kata –kata ibu menyeruak di sisi hati dan aliran darahnya, bak mentari menghidupkan bunga matahari ketika pagi. Zein dan orang tuanya segera saja bersiap-siap untuk berangkat ke kampus dengan naik angkot saja sudah meluncurkan mereka ke halaman UIN dengan sekejap perjalanan. Kemudian, mereka masuk ke auditorium kampus, ayah dan ibunya mengambil tempat di dekat panggung wisuda, sedangkan Zein bergabung dengan teman-temannya di belakang panggung untuk pengarahan prosesi wisuda.
Tepat pukul 08.00 WIB, acara dimulai, setelah prosesi wisuda berlangsung, tibalah pembacaan alumni terbaik tahun ini, Zein terus berdzikir, ia dan teman-temannya dengan seksama mendengarkan pembawa acara membacakannya, dan…
"Selamat kepada saudara Muhammad Zainal Ibrahim, mendapatkan predikat cum-laude dan menjadi alumni terbaik tahun ini".
Seketika itu Zein bertakbir, bertasbih ketika namanya disebut pembawa acara, tubuhnya gemetar berhambur tangis haru, ia berhasil di satu planingnya, membahagiakan orangtua nya dengan predikat cum-laude, tapi bagaimana dengan planning menikahnya, apakah juga berhasil seperti predikat yang diraihnya, ah dia menepis pikirannya itu, prestasinya itu harus disyukuri sebagai hadiah dari Tuhannya. Betapa hinanya ia jika ia tak mensyukuri apa yang telah didapat, batinnya.
Setelah acara wisuda selesai, Zein dan orang tuanya tak langsung pulang, karena Zein masih dipanggil untuk menghadap salah satu Rektor yang mengajarnya di kampus, namanya Drs. Fawwaz Hakim, ia salah satu rector yang kagum dengan prestasi Zein, entah ada maksud apakah, Drs. Fawwaz memanggil salah satu mahasiswanya ini. Zein segera menemui sang rector di ruangannya, setelah ia mengetuk pintu, disegerakan ia memasuki ruangannya.
"Zein, tahukah nak, saya memanggilmu? Bukan karena tentang kemahasiswaanmu, bukan juga tentang organisasimu, ini masalah besar dalam hidupmu, bagaimanakah rencanamu untuk menikah? Apakah kamu sudah mempunyai calon?"
Zein masih melongo dengan pertanyaan Drs. Fawwaz, tapi inikah jawaban Allah atas munajatnya semalam, tapi bagaimana mungkin seorang rector besar bertanya tentang masalah besar dalam hidupnya?.
"Bapak, saya ingin sekali menikah tapi saya belum mendapatkan perempuan yang siap berjuang bersama saya, dan adakah perempuan yang mau sama saya"
"Kamu punya prestasi yang telah kamu raih di Universitas ini, kamu jangan merasa rendah untuk menyempurnakan sunnah Rasulullah, saya sudah menyiapkan seorang muslimah yang siap kamu ajak berjuang, ia seorang muslimah yang menyelesaikan studi S1 Tahfidz Qur'an di Universitas ini, namanya Zahra, ia juga mahasiswi terbaik di kampus ini sama sepertimu, engkau akan beruntung mempersuntingnya, apakah engkau bersedia menikah dengannya?, jika kau bersedia akan saya beri fotonya dan kita siap memulai ta'arruf".
Zein seperti ditetesi embun dari surga, ia tak menyangka akan mendapat tawaran bidadari surga dari Rektornya, rasanya baru saja ia menulis cita-citanya untuk menikah, ternyata Allah langsung merealisasikannya, Subhanaallah….muslimah ini benar-benar seorang bidadari, sedangkan ia merasa tak pantas menjadi pangerannya, tapi ia teguhkan keyakinannya dan ia menyatakan kesediaannya untuk menerima si muslimah.
Dimulai dengan taarruf, dan berjalan lancar, diantara keduanya tidak ada masalah dan siap untuk pengkhitbahan, keluarga Zein datang kepada keluarga Zahra, setelah lamarannya diterima, persiapan untuk acara pernikahan mulai digelar. Rencana walimahnya akan dilaksanakan besok pagi pukul 09.00 WIB, kala malam tiba Zein benar-benar berada dalam rengkuhan Rabbnya, tinggal menunggu hitungan jam ia akan memiliki Zahra, bidadari yang teramat sempurna dari pintanya dalam do'a, ia tak henti menangis meluap haru dengan segala jalan Ilahi.
Acara ijab qobul pun dimulai pada pukul 08.00 WIB, semua yang hadir mengucap takbir begitupun Zein sebagai tanda syukurnya, ia kini telah sah menjadi seorang suami, memiliki bidadari yang luar biasa indahnya, Zahra seorang hafidzah yang akan menjadi teman perjuangan menuju cinta yang diridhoi-Nya.
Di malam Muharram ini, Zein berdo'a agar diberi malam zafaf yang berkah, umur yang berkah, keluarga yang berkah, dan keturunan yang berkah. Setelah melaksanakan sholat dua rakaat, Zein dan Zahra, pasangan yang sedang memadu kasih, terluap dalam alunan lagu rindu malam itu.
Ketika fajar tiba, Zein mendapati istrinya belum terbangun dari tidurnya, ia langsung membangunkannya dengan sapaan mesra dan manja.
"Dinda bangun yuk……….dinda, dinda…"
Zein panik, istrinya tidak bangun-bangun, ia terus mengguncang tubuhnya Zahra, tapi tak bergerak juga, ia memanggil ayah dan ibunya, ternyata ia dapati istrinya sudah tak bernafas, ia telah kembali ke Rabbnya di malam Zafaf. Zein menghambur ke tubuh Zahra ia tumpahkan air matanya di wajah istrinya yang teduh itu, serasa segala kebahagiaannya yang telah beruntun ia dapat sirna sudah dengan kepergian Zahra, bidadarinya.
Di atas gundukan pusaranya bertabur bunga yang masih segar, menyeruak keharuman jenazah seorang hafidzah, ia harus menegarkan dirinya dengan takdir yang Maha Hidup, ia begitu mencintai Zahra, dia benar-benar seorang bidadari yang pesonanya menghidupkan jiwanya, ia syahidah yang dirindukan surgaNya, ia kembali ke Rabbnya karena keindahannya, sampai Zein pun tak diizinkan untuk memiliki bidadari ini, Fajar di Muharram ini menjadi pesona sepasang anak manusia yang berpisah dalam perjuangan syahidNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar