Sang fajar mulai bangun dari peraduannya, kicauan burung pun mulai
terdengar saling bersahutan. Para ayam jantan sudah mulai bertengger dan
berkokok dengan suara nyaring mereka untuk menandakan bahwa hari baru
telah tiba. Perlahan para petani sudah mulai turun ke sawah mereka, dan
beberapa pedagang sudah bersiap dengan dagangan mereka yang akan mereka
bawa ke pasar. Tak mereka rasakan dinginnya bayu pagi yang semakin
menusuk tulang rusuk mereka, yang sebenarnya usia mereka sudah terbilang
cukup senja untuk bekerja. Tapi mereka tak merasakan itu semua karena
mereka hanya berharap hari ini mereka bisa makan meski hanya dengan
sesuap nasi saja.
Hanya bermodal sepeda tua seorang lelaki paruh baya mencari rizki di
pasar yang biasa ia datangi. Dengan kayuhan sepeda yang perlahan lelaki
itu menekuni pekerjaannya yang ia anggap sudah menjadi kewajibannya.
Selama pekerjaan itu halal, ia akan terus menjalaninya hanya untuk
anaknya yang berusia 5 tahun.
Dia adalah pak Rahmat, ia adalah seorang lelaki tua yang hidup di
sebuah gubuk tua, bersama anak satu-satunya, Nesya. Semenjak kepergian
istrinya setelah kelahiran Nesya, pak Rahmat hidup hanya dengan Nesya.
Bagi pak Rahmat, Nesya adalah malaikat kecil yang akan menjadi obat
jerih payahnya di masa senja pak Rahmat kelak. Dengan penuh rasa ikhlas
pak Rahmat jalani puluhan meter jalan berbatu yang terjal, bermandikan
keringat di bawah terik matahari, berbasah kuyup saat hujan mulai turun.
Namun, semua itu tak pernah memutuskan semangat pak Rahmat untuk Nesya,
malaikat kecilnya. Walau tak sebanding dengan jerih payahnya, apapun
dan bagaimanapun hasil yang pak Rahmat dapat selalu ia syukuri. Pak
Rahmat percaya, kelak Tuhan akan memberikan kebahagiaan lewat putrinya.
Hari sudah semakin siang, pak Rahmat terus mengayuh sepeda tuanya
menuju pasar yang letaknya cukup jauh dari rumahnya. Nesya yang baru
berusia dini itu masih terlihat terlelap di mimpinya, bahkan ia tak
mengerti apa yang sebenarnya setiap pagi ayahnya kerjakan. Hanya
beberapa kalimat yang biasa pak Rahmat bisikkan di telinga putrinya
sebelum pergi “kau adalah semangat hidup ayah, Nesya.” Meski Nesya masih
berusia 5 tahun namun ia selalu menangkap dengan teliti setiap ucapan
yang ayahnya bisikkan. Nesya juga selalu mengukirkan sebuah senyuman
manis di bibir mungilnya setelah pak Rahmat berbisik seperti itu.
Mungkin jika Nesya sudah lebih mengerti ia pasti akan menjawab “Aku juga
akan berjuang kelak untuk ayah.”
Hari ini pak Rahmat hanya menjual beberapa sayuran dari kebunnya yang
tak begitu luas di samping rumahnya. Dengan keringat yang sudah mulai
bercucuran di dahi pak Rahmat ia terus bersemangat menjual
sayuran-sayuran itu. Namun, mungkin hari ini belum rejeki pak Rahmat. Ia
hanya mendapat seperempat hasil dari yang sudah ia perkirakan
sebelumnya. Dengan lapang dada beliau mencoba menerimanya dan membawa
pulang kembali sayuran yang tak terjual. Dengan tenaga yang masih
tersimpan, pak Rahmat mengayuh kembali sepedanya kemudian beranjak
pulang. Dalam perjalanan ia terbayang wajah Nesya yang selalu
menghilangkan rasa lelahnya saat semangatnya sedikit memudar.
Dengan kayuhan yang sedikit lebih cepat dari sebelumnya ahirnya
sepeda itu telah mengantarkan pak Rahmat kembali di rumahnya. Ia melihat
Nesya sudah duduk di teras rumah seraya memegang sebuah sendok dan
piring kecil, yang bertanda ia sudah lapar. Pak Rahmat yang mengetahui
putrinya sudah menunggu kedatangan beliau, langsung menuruni sepedanya
dan berjalan menuju arah tempat anaknya berdiri. Dikecupnya kening
Nesya, dan dengan penuh kasih sayang beliau menggendong Nesya dan
berjalan menuju dapur dan segera mengambilkan makanan untuk Nesya.
Dengan penuh kesabaran pak Rahmat meyuapi Nesya yang hanya tersenyum
saat setiap nasi masuk ke dalam mulut mungilnya. Pak Rahmat yang merasa
terhibur dengan sikap Nesya hanya membalas senyum yan Nesya berikan.
Namun, dibalik tatapan polos Nesya, sebenarnya Nesya berkata “Ayah pasti
lelah ya? Ayah, terus berjuang ya? Nesya akan jadi penyemangat untuk
ayah.” Dan sesekali terdengar suara tawa dari Nesya, dan suara tawa itu
yang membuat pak Rahmat merasa sangat sayang kepada putrinya itu.
Apalagi saat Nesya terkadang memanggil pak Rahmat “ A…a… ayaah…”, meski
kata-kata Nesya belum sempurna tapi pak Rahmat merasa bahagia saat Nesya
memanggilnya ‘Ayah’.
Setelah selesai menyuapi Nesya, pak Rahmat pun segera mengambir air
untuk memandikan Nesya. Dan satu hal lagi, Nesya sangat menyukai
saat-saat mandi, karena ia bisa bermain air bersama ayahnya sampai
terkadang Nesya merasa dingin dan sedikit menggigil. Dengan beberapa
canda, pak Rahmat membawa Nesya menuju kamar mandi dan mulai memandikan
Nesya. Dengan kesabaran pak Rahmat memandikan Nesya dan dengan sabar
pula ia mengusap beberapa air yang membasahi wajahnya karena tingkah
Nesya. Dalam hati Nesya berkata lagi “Ayah, Nesya ingin ayah memberikan
canda tawa untuk Nesya sampai nanti Nesya bisa membuat ayah bangga pada
Nesya.”
Seusai memandikan Nesya, pak Rahmat pun segera bersiap pergi ke
ladang untuk mengolah apa yang bisa ia manfaatkan. Seperti biasa, Nesya
selalu ikut, dan pak Rahmat menggendongnya di belakang punggung. Meski
bermandikan keringat karena cuaca yang sangat terik, pak Rahmat terus
mencangkuli ladangnya yang sedikit mengering karena hujan yang tak
kunjung datanng. Nesya hanya terdiam saat melihat ayahnya bermandikan
keringat di bawah teriknya matahari. Andai Nesya sudah tumbuh menjadi
gadis yang dewasa ia pasti akan membantu ayahnya, dan mungkin ia tak
akan membiarkan ayahnya terus bekerja di hari yang semakin panas itu.
Sesekali pak Rahmat menoleh ke arah Nesya dan Nesya akan tersenyum
seraya berucap dalam hati “Semangat ayah, aku di sampingmu.” Dan tatapan
lembut Nesya seakan menjadi isyrat tersendiri yang akan memacu semangat
pak Rahmat.
Tak terasa hari sudah bergulir menjadi senja, dan pak Rahmat
memutuskan untuk segera beranjak kembali ke rumahnya. Nesya yang mungkin
juga merasa lelah karena setengah hari menemani ayahnya, ahirnya
tertidur saat pak Rahmat mulai menggendongnya dan berjalan pulang.
Senja akhirnya telah berganti pekatnya malam. Di temani sebuah cahaya
lampu, pak Rahmat dan Nesya menikmati beberapa suara hewan malam yang
seaakan seperti sebuah orkestra musik di malam yang sunyi ini. Nesya
sudah berada di dalam kamar mungilnya di dekat ruang tamu, sedangkan pak
Rahmat sendiri masih duduk di bangku dekat jendela ruang tengah. Itu
adalah kebiasaan pak Rahmat saat ia merasa sepi. Diambilnya sebuah album
photo, dan mulai ia buka lembar demi lembar yang sudah mulai terlihat
usang karena termakan usia. Terlihat beberapa foto pak Rahmat bersama
istrinya saat kandungan istrinya berusia 7 bulan. Dimana saat itu pak
Rahmat masih menjalani hari-hari bahagianya bersama sang istri. Tak
terasa perlahan airmata pak Rahmat menetes karena ia ingat kenangan
bersama istrinya yang kini sudah berbeda tempat dengannya. Dalam hati,
pak Rahmat berjanji akan membesarkan Nesya sekuat tenaganya karena ia
ingin Nesya menjadi pelita saat usia senja mendatangi pak Rahmat.
Dipeluknya dengan erat album foto yang sudah usang itu, dipandangnya
langit malam yang penuh bintang, dan berharap esok lebih baik dari hari
ini.
Perlahan mata pak Rahmat mulai terpejam dan ia pun mulai terlelap
dalam mimpinya. Sedangkan di sisi lain, Nesya terbangun dan melihat
ayahnya tertidur tanpa selimut yang menutupi tubuhnya di malam yang
dingin ini. Nesya pun beranjak turun dari tempat tidurnya dan kemudian
membawa selimut dengan langkah perlahan. Nesya pun meletakkan selimut di
kaki dan tangan pak Rahmat. Karena tak bisa meraih wajah ayahnya, Nesya
hanya mencium tangan kanan pak Rahmat seraya berdoa dalam hatinya
“Ayah, mimpi manis ya? Semoga Tuhan memberikan yang terbaik untuk semua
usaha ayah. Nesya tau, malaikat pun ikut menangis jika ayah menangis.
Berjuanglah ayah. Nesya berjanji, Nesya akan menjadi pelita di masa tua
ayah kelak. Nesya sayang ayah. Selamat malam ayah, mimpi indah.”
Akhirnya, Nesya kembali ke tempat tidurnya dan mulai kembali terlelap
tidur. Sedangkan ayahnya mulai tersenyum karena mimpi manis yang putri
kecilnya bisikkan. Dan ahirnya mereka pun larut dalam mimpi indah mereka
masing-masing, dan menunggu hari esok yang akan lebih bersinar dari
hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar